Tak
terhitung sudah berapa kali saya ke Banjarmasin. Sejak Adik Perempuan saya satu
satu nya menikah dengan Pria asli Banjarmasin pada tahun 1999, maka sejak itu
pula saya beberapa kali menengok adik perempuan saya dan bersilahturahmi dengan
seluruh keluarga dari adik ipar saya yang berlokasi di Kecamatan Binuang
Kabupaten Tapin – Kalimantan Selatan.
Jarak
tempuh dari kediaman adik saya, Binuang ke kota Banjarmasin bukanlah hal mudah
karena butuh 2 jam dengan kendaraan pribadi atau bisa 2,5 – 3 jam jika dengan
kendaraan umum. Tapi naluri jelajah alam saya memang tak bisa di patahkan hanya
dengan jarak tempuh.
Pada media
Agustus lalu, saya kembali berkunjung ke Binuang karena ada sebuah keperluan
kerabat dekat. Dan untuk pertama kali pula saya bertekad untuk mendatangi
langsung pasar terapung khas Banjarmasin yang dulu kerap saya lihat sebagai
icon salah satu TV Swasta Nasional dan juga pernah saya dengar kisah pesona
pasar terapung itu dari media masa dan elektronik.
Hal
pertama yang saya lakukan untuk mendapatkan keakuratan informasi tentang letak
dan bagaimana menjangkau Pasar Terapung itu pun langsung saya hubungi Duta
Wisata Daerah Kalimantan Selatan. Tak terlalu sulit, hanya dengan menghubungi
Ketua Umum ADWINDO – Adi Pratama dan meminta rekomendasi personal duta wisata
yang bisa membantu saya mewujudkan keinginan ke sebuah Pasar Terapung terbesar
se-Asia Tenggara dan juga salah satu Icon wisata Kalimantan Selatan yang telah
melegenda.
Tak jauh
berselang, saya terhubung dengan sosok sosok baik yang sangat terbuka dan
berkenan menyambut terhadap keinginan saya.
BERTEMU
KERAMAHTAMAHAN
Sore itu,
selesai urusan personal saya di Rantau, Binuang, Banjar Baru dan Pelaihari –
beberapa kawasan di Kalimantan Selatan, saya menghubungi rekan rekan duta wisata
daerah Kalimantan yang bergelar Nanang Galuh Kalimantan Selatan. Berkat
petunjuk dan informasi yang saya dapat dari kerabat akhirnya perjalanan bertemu
dengan rekan rekan Nanang Galuh Kalimantan Selatan pun saya mulai.
Kecamatan
Pelaihari adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan
kabupaten Tanah Laut. Kota Pelaihari terletak di tepi sungai Tabaneo dan
berjarak 65km di sebelah timur Kota Banjarmasin.
Di mulai
dari Pelaihari – menempuh kendaraan angkutan umum setempat menuju Duta Mall –
tempat dimana saya akan bertemu dengan para duta wisata tersebut. Dengan jarak
tempuh Plaihari ke Duta Mall – yang berlokasi di pusat kota Banjarmasin cukup
memakan waktu 2 jam dengan berganti kendaraan angkutan umum 3 kali plus
berhenti di beberapa titik karena menunggu penumpang, akhirnya saya tiba di
Duta Mall dan bertemu dengan Wahyu dan Eno serta Fadhen yang merupakan Ketua
Ikatan Nanang Galuh (INAGA) Kalimantan Selatan.
Tak butuh
waktu lama buat saya dan 3 duta wisata yang baru saya temui itu untuk membaur
dalam beragam topik pembicaraan. Mulai dari hal hal ringan dan saling
mengenalkan diri kami masing masing hingga masalah teritori kota dan juga
permasalahan yang terjadi dalam dunia duta wisata daerah.
Dalam
panjangnya obrolan sarat makna yang terjadi antara saya dengan Fadhen, Wahyu
dan Eno malam itu, tersirat keramahtamahan yang natural tanpa di rekayasa hanya
karena ‘jaga image’. Mereka menjadi diri mereka sendiri dan saya pun begitu. Kebersamaan
disebuah Mall pun tak dapat berlangsung lama karena jam operasional café dimana
kami duduk bersama segera usai. Fadhen, Wahyu dan Eno pun mengajak saya buat
melanjutkan keseruan dan keakraban kami malam itu kesebuah café yang juga
terletak di tengah kota Banjarmasin. Café 22 tepatnya terletak persis di depan
kantor Telkom Banjarmasin. Café 22 ini memang di setting sebagai tempat
nongkrong anak muda dan bisa berlama lama meski tidak memesan apapun!. Yang
menarik lainnya adalah setting-an café yang notabene nya pinggir jalan ini
menyerupai sebuah Lounge Hotel, lengkap dengan Bar Area , acoustic Music dan
Disc Jokey (DJ) Performance. Komplit sebagai pembuang waktu berlama lama
hangout. Jangan Tanya apa yang terjadi pada saya dan rekan rekan duta wisata,
tentu kebersamaan dan hal hal seru terjadi, dan kali ini personel hangout makin
bertambah dengan datangnya Didin, Alfi dan Nur Laili, yang menyempatkan diri
bergabung setelah usai urusan personal mereka.
PESONA LOK
BAINTAN
Pukul 3
pagi, saya dan adik bungsu saya – Martin Agusta perlahan beranjak dan bersiap
meninggalkan Binuang untuk menempuh Banjarmasin. Perjalanan pagi buta ini bukan
tanpa sebab. Saya yang memang membawa semangat harus mengunjungi pasar terapung
Banjarmasin sepakat membuat janji perjalanan dengan rekan rekan duta wisata
Kalimantan selatan. Setelah pada jum’at malam lalu kami bersepakat akan
menelusuri keindahan sungai di Banjarmasin lengkap dengan kegiatan pasar
terapungnya.
Dua jam
perjalanan dengan mobil Xenia pinjaman, saya dan Martin tak lupa singgah
menemui Fadhen – sang komandan regu River Adventure kali ini, yang tinggal di
Banjar Baru. Cuaca masih gelap dan dingin cukup menyengat ketika kami menuju
Banjarmasin dan menjemput beberapa rekan lainnya untuk tergabung bersama kami.
Pasar
Terapung Lok Baintan atau Pasar Terapung Sungai Martapura berlokasi di Sungai
Pinang yang telah ada sejak zaman Kesultanan Banjar. Untuk menuju pasar
terapung Lok Baintan dari pusat kota bisa ditempuh dengan dua alternative.
Alternatif pertama menyusuri sungai Martapura dengan menggunakan klotok – sejenis
sampan bermesin. Alternative keua dengan menggunakan mobil meski jarak tempuh
jadi semakin panjang mengingat jalan berliku. Aktivitas perdagangan di mulai
sejak berakhirnya waktu Shalat Subuh hingga pukul 09.30 WITA.
Kami
sempat mendatangi salah satu dermaga dekat dengan Museum Perjuangan Rakyat
Kalimantan Selatan ‘Waja Sampai Kaputing’ – kelurahan Sungai Jingah. Namun
kemudian kami beralih karena dermaga yang kami kunjungi ini tidak memungkinkan.
Fadhen dan
rekan rekan pun membawa saya ke dermaga selanjutnya dimana dermaga ini
bersinggungan langsung dengan warung Soto super lezat dan sangat Kalimantan.
Tak butuh waktu lama bagi kami, setelah melakukan penawaran dengan pemilik
kapal dan harus rela kalah tawaran, kami pun sepakat dengan harga sewa kapal
300 ribu (PP) menuju pasar terapung yang di maksud.
Kegiatan
susur sungai pun terjadi. Sepanjang jalan selain tongsis di repotkan
mengabadikan banyak moment, saya pun takjub melihat luas dan panjangnya sungai
yang kami tempuh. Selain itu aktivitas warga di sepanjang sungai cukup menarik
perhatian saya dan rekan rekan. Tak salah jika memang Banjarmasin mendapat
sebutan Kota Seribu Sungai, bahkan ada pula sebutan Kota seribu Jamban!,
mengingat banyaknya jamban sepanjang sungai sebagai tempat buang hajat tetapi
air sungai juga berfungsi sebagai fasilitas mandi, cuci dan kebutuhan
masyarakat lainnya.
Keindahan
Sungai yang kami lalui, belum dapat perhatian penuh dari pemerintah daerah.
Buktinya, banyak gulma dan tumbuhan parasit lainnya yang bertebaran di
sepanjang sungai. Jika saja segenap jajaran pemerintah daerah Kalimantan
Selatan bahu membahu membersihkan aliran sungai dari tanaman gulma tentu akan
lebih memperlancar transportasi sungai yang ada. Selain itu kesadaran perilaku
hidup bersih masyarakat sekitar hulu dan hilir sungai pun harus di tingkatkan.
Karena sepengelihatan saya - masih ada beberapa warga yang membuang sampah
dengan mudahnya kedalam aliran sungai.
Setelah
menyusuri sungai 40menit dengan kapal ukuran kecil bermesin memecahkan telinga,
saya dan rekan rekan ; Fadhen, Wahyu, Laili, Alfi, Leha dan adik bungsu saya –
Martin, tiba di sebuah hamparan indah penuh pesona : Pasar Terapung Lok
Baintan.
Kapal
kapal penjaja beragam panganan dan kebutuhan rumah tangga terjajar rapih dan
sangat khas di atas hamparan sungai yang tenang. Selain kami, tentu ada banyak
pengunjung yang menyaksikan langsung keindahan
aktivitas di pasar terapung Lok Baintan. Benar benar membuat mata saya
terpukau. Ibu Ibu, para wanita setengah baya berupaya menjajakan beragam
kebutuhan pokok yang sehari sebelumnya diperoleh para suami mereka di
perkebunan. Buah jeruk dan jambu mendominasi jenis buahan yang di jajakan. Saya
seakan tak mau hanya jadi penonton, ikut meminta izin pada seorang ibu paruh
baya untuk ikut serta ke atas perahu yang ia kemudikan. Saya di ajak oleh Acil
– sebuatan bibi/tante di Banjarmasin, keliling menyinggahi perahu perahu
lainnya dalam aktivitas jual beli. Menarik, saya ikut serta dalam kegiatan jual
beli yang ada di pasar terapung. Saya juga berbincang dengan beberapa ibu ibu
di sana. Mereka adalah sosok sosok yang mustinya diperhatikan oleh Pemerintah
Daerah. Karena merekalah pelestari dari budaya luhur berjualan di atas perahu
kecil menyusuri sungai. Merekalah menghidup dari roh yang menjadikan Banjarmasin
menarik untuk di kunjungi. Berkat para ibu ibu yang berjualan itulah pesona
Pasar Terapung Lok Baintan itu tercipta. Apa jadinya jika mereka tak lagi mau
meneruskan berjualan di atas hamparan sungai ? apa jadinya ketika mereka
beralih berjualan di darat yang tentu tak ada resiko terjerembab dalam sungai
ketika kapal kecil yang mereka naiki terbalik misalnya ?, itu adalah pertanyaan
pertanyaan dalam benak saya akan pentingnya memberi penghargaan dan kenyamanan
lebih bagi para ibu ibu itu berdagang di atas sungai dalam kemasan pasar
terapung. Tapi tentu pertanyaan dalam benak saya tak sama dengan pemikiran
dalam benak Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan. aah sudahlah …
Setelah
puas menikmati langsung pesona Pasar Terapung Lok Baintan, kami kembali ke
dermaga dimana kami semula berasal. Kali ini, saya dan team memilih tidur dalam
perahu beratap ketimbang foto foto seperti perjalanan pagi tadi. Mengingat
kurangnya tidur semalam.
Ketika
tiba di dermaga, tak lupa kami sarapan di kedai soto lezat yang telah banyak di
padati pengunjung. Yang menarik dari kedai Soto ini ada penampilan group music
tradisional lengkap dengan busana khas Kalimantan Selatan dan lagu lagu daerah
yang sangat menghibur.
KEBERSAMAAN
SEPANJANG HARI.
Sudah jadi
tugas duta wisata daerah untuk dapat memperkenalkan daerahnya kepada pengunjung
yang hadir. Terlebih sesama Duta Wisata tentu menjadikan suasana jadi akrab. Begitupun
yang saya rasakan ketika melalui beragam kegiatan bersama Duta Wisata
Kalimantan Selatan. Setelah menghabiskan Pagi buta menyusuri sungai hingga
sarapan bersama dikedai soto super lezat, saya di ajak untuk bergabung dalam
menghadiri resepsi pernikahan salah satu Galuh di Banjarmasin (lumayan bisa
makan siang gratis). Setelah itu secara
berurutan kami menyambangi banyak tempat tempat keren dan seru di kota
Banjarmasin. Mulai dari karaoke bersama dan menggila dalam room large yang
tidak bisa terjadi jika di depan public, hingga hangout mengunjungi Bronchon
dan bermain Uno sebagai pengibur kebersamaan. Hingga malam menjelang berkunjung
ke KalSel Expo yang di gelar di Banjar Baru.
Selama
kerap berkunjung ke Banjarmasin, baru kali ini saya bisa merealisasikan
keinginan saya melihat langsung dan berinteraksi di pasar terapung khas
Banjarmasin. Sebenarnya ada banyak object wisata yang ada di Kalimantan Selatan
yang kelak akan saya jadikan tujuan jika berkunjung ke Kalimantan Selatan
berikutnya.
Untuk
sebuah pertemuan dan kebersamaan yang hangat dan bersahabat dalam nuansa yang
sangat indah, tak berlebih kiranya jika saya mengucapkan terima kasih atas
segala yang telah terjadi. Atas memory indah dan kebersamaan yang penuh kesan.
Terima Kasih pada Didin yang berkenan menyediakan tumpangan bermalam bagi saya
ketika di Banjarmasin. Terima Kasih pada Fadhen, Wahyu, Laily, Leha, Dian, Enno,
Alfi atas perkenan menjadi partner hebat sepanjang moment indah berlangsung. Atas
kesediaan mengorbankan waktu istirahat di minggu pagi buta mengawal saya ke
pasar terapung. Hospitality yang kalian
lakukan sepantasnya di terapkan oleh Duta Wisata lain di beragam daerah di
Nusantara. Karena promosi efektif tentang sebuah daerah adalah dengan menjadi
bagian dari kegiatan wisata itu sendiri. Karena pembuktian jadi Duta Wisata
yang benar benar Duta Wisata adalah ketika berakhirnya masa pemilihan, bukan
Duta Wisata yang hanya ‘tampil’ cemerlang ketika proses acara pemilihan dengan
janji janji manis tapi palsu dan kemudian menghilang setelah acara pemilihan
berakhir.
0 comments :
Posting Komentar