Mas Yopie menyampaikan Materi Photography dalam perspektif nya . Photo by @LampungBelajar |
“tuntutlah
ilmu sampai negeri Cina.”
“Belajarlah
selalu hingga liang lahat.”
“berhenti
belajar. Berhenti hidup.”
Beberapa
petikan kalimat diatas adalah beragam quote yang sejak kecil kerap saya dengar
dari orang tua, guru dan kawan kawan bahkan mudah saya jumpai di buku buku
pelajaran yang tujuannya tak lain untuk memberi motivasi agar terus
meningkatkan kemampuan diri melalui belajar.
Pada
dasarnya, belajar adalah proses
perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam
bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir
dan kemampuan – kemampuan lainnya.
Suasana kelas @LampungBelajar photo by @LampungBelajar |
Nah,
berkenaan dengan implementasi dari definisi belajar yang saya dapat dari web
diatas, saya pun menyukai suasana belajar yang bukan
hanya belajar secara resmi layaknya di bangku sekolah, kuliah atau pendidikan
dan pelatihan formal yang sejauh ini pernah saya rasakan langsung.
Minggu (21/9/14) bertempat di Cosmic Cafe, saya terlibat kembali dalam sebuah kelompok
belajar bergelar @LampungBelajar, yang merupakan akun twitter yang secara
konsisten melaksanakan forum belajar. Uniknya, dalam forum gelaran akun twitter
@LampungBelajar yang di gawangi oleh mas Teguh ini membuka peluang bagi
siapapun yang berkenan sharing ilmu dan pengalaman dengan audience yang memang segmented
terhadap topik yang di tawarkan setiap pertemuan.
Pada Minggu
lalu, @LampungBelajar mengangkat tema tentang Photography. Yang bertindak
sebagai pemateri adalah Mas Yopie – sosok yang juga sudah saya kenal sebelumnya
dan merupakan admin dari akun @KelilingLampung. Yang unik, materi yang mas
Yopie sampaikan adalah sesuatu yang setiap saat justru di hadapi oleh mereka
yang hobby mem-photo. Jangan berfikir bahwa materi yang Mas Yopie sampaikan
sama seperti kelas photo Darwis Triadi atau Arbain Rambey yang sangat teoritis
dengan bahasa dan analogi analogi yang sulit di pahami oleh orang seperti saya
yang tingkat pemahaman akan dunia photography sangat rendah. Tapi yang menarik
adalah, Mas Yopie justru membagi pengalamannya sebagai individu pada umumnya
yang mengalami banyak hal remeh temeh di ‘lapangan’ photo yang kerap di alami
semua orang termasuk saya pribadi. Sebagai contoh, mas Yopie menerangkan,
bahwa jika pada waktunya kita di hadapkan pada landscape photo yang bagus tapi
disaat itu kita justru tidak membawa kamera sama sekali, kita tak perlu panik,
cukup abadikan moment landscape yang indah itu dalam ingatan kita, nikmati, dan
kemudian datangi lagi di hari selanjutnya dengan waktu dan perkiraan yang
menurut kita landscape tersebut akan menampakkan keindahannya sama seperti
sebelumnya. Pernyataan simple dan penuh makna lainnya adalah, mas Yopie juga mengatakan bahwa tak ada
yang salah dan benar dalam sebuah hasil photo, karena setiap pemotret memiliki
selera yang berbeda dan semuanya harus di hargai dalam prespktif personal. Selain pemaparan pengalaman oleh mas Yopie kelas
@LampungBelajar juga mempersilakan seluruh audience yang hadir untuk praktek mem-photo beragam object yang ada di ruangan belajar. Dan hasilnya
tentu banyak ragam photo yang menarik bahkan tak di duga sebelumnya. Bahwa dalam
satu ruangan bisa menghasilkan beragam sudut pandang photo yang beda dan
menarik tentunya.
salah satu hasil photo yang saya dapat di ruangan belajar @LampungBelajar |
Photo bersama seusai kelas - photo by @LampungBelajar |
Invitation kelas @LampungBelajar yang di sebar via twitter |
Sebenarnya,
bukan hanya akun @LampungBelajar yang kerap membuka forum forum sharing yang
sungguh bermanfaa. Ada banyak akun akun twitter lainnya yang saya tahu tidak
hanya ‘bertemu’ dalam dunia maya tetapi juga bertemu dalam ‘dunia’ yang
sesungguhnya. Hal ini tentu saja jadi penyeimbang bagi status ‘dunia maya’ yang
non visual dan dapat juga menjadi ajang silaturahmi yang efektif di tengah kecanggihan teknologi yang individualist dan serangan “autis gedjed’.
Saya
pribadi menyukai suasana dalam forum sharing, meski sebelumnya pernah menjadi
pembicara untuk kelas public speaking di gelaran @LampungBelajar, tetapi saya juga senang ketika dalam
posisi menjadi audience. Karena belajar bukan hanya menyampaikan tetapi termasuk
mendengarkan. Belajar dalah sebuah proses untuk mendapatkan sesuatu dari sudut
pandang yang berbeda. Dan saya selalu menghargai siapapun yang menyampaikan. Tak
penting soal usia ataupun latar belakang dan kedudukan seorang pembicara di
depan kelas. Yang terpenting adalah sharing yang di sampaikan dapat membuat
perspektif saya bertambah tak hanya dari yang saya sudah tahu via buku atau
media cetak dan elektronik tetapi juga melalui sosok sosok yang telah mengalami
proses belajar tersebut secara langsung. Saya juga kerap menjadi audience untuk pembicara yang usia nya jauh
lebih muda dari saya atau bahkan saya pernah menyimak apa yang disampaikan oleh anak
SMA sekalipun. Tak ada kata gengsi dalam belajar. Menjadi pendengar atau audience
pun adalah proses belajar yang efektif. Tentu dengan syarat kita tidak boleh
egois dan merasa ‘tak butuh ilmu baru’ ketika menjadi audience. Karena tentu
ada juga beberapa personal yang merasa dirinya sudah jauh lebih hebat dan
sangat berpengalaman sehingga tidak berkenan dan tak perlu lagi belajar. Bahkan
tak mau belajar pada forum forum gelaran akun twitter yang di rasa ‘lokal’. Termasuk ketidaksetujuan saya dengan pernyataan bahwa pemateri untuk sebuah forum
belajar HARUS orang orang tingkat nasional dan sudah sukses dalam kancah
nasional atau internasional. So What ?, apa bedanya ?. belajar bukan hanya
tentang siapa dan apa yang telah mereka lakukan, tetapi juga tentang komitmen
dan eksistensi seseorang terhadap bidang yang ia geluti. Dan mendengarkan proses belajar seseorang juga dapat memperkaya diri dalam belajar itu sendiri. Seperti forum gelaran akun @LampungHeritage yang beberapa waktu lalu menghadirkan pembicara Ibu Frieda Amran - orang lokal tapi berkancah di international yang berbagai banyak hal akan bidang budaya dan kebudayaan yang memang telah ia geluti sejak lama. Bagi saya proses si ibu yang memegang teguh konsistensi bidang nya itulah yang membuat saya semakin 'kaya' akan pemahaman sebuah hal.
Forum diskusi gelaran @LampungHeritage yang membahas tentang Budaya dan Kebudayaan dengan pembicara Ibu Frieda Amran |
Tradisi ; Berphoto bersama seusai kelas or forum, sebuah rekam jejak dalam proses belajar. |
Belajar bisa dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Semaksimal mungkin setiap personal harus meningkatkan diri dalam beragam proses belajar. Dan saya selalu ingin belajar dengan siapa saja dan kapan saja. Karena saya butuh banyak tinjauan dan referensi dari beragam pihak yang belum tentu saya miliki meski saya merasa sudah memiliki. Layaknya sebuah pepatah ada saat memberi ada saat menerima, begitupun dengan belajar - ada saat menjadi pemateri ada saatnya menyimak tanpa perlu banyak menyanggah dan berkata seolah kita yang paling bisa.
0 comments :
Posting Komentar