Suasana Gajah di alam terbuka di TNWK |
Berita penjualan gajah sumatera
di TV nasional beberapa hari terakhir cukup menarik perhatian saya. Tak terkecuali
anak anak saya yang juga sempat menyimak berita TV.
”Ayah, Gajah yang di Way Kambas
itu termasuk Gajah Sumatera juga kan ?.” ucap bujang sulung.
Pertanyaan polos gaya anak umur
10 tahun itulah yang kemudian membuat saya teringat akan Way Kambas. Sebuah tempat
yang dulu pernah saya kunjungi masa kecil bersama orang tua dan keluarga. Dan saya
langsung menggagas kunjungan akhir pecan ke Way Kambas. Sontak di sambut bahagia
oleh ketiga buah hati saya.
Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
terletak dalam wilayah kabupaten Lampung Timur. Berjarak 110 km dari Kota
Bandar Lampung dimana saya berada. TNWK merupakan salah satu cagar alam tertua
di Indonesia dengan lahan seluas 1.300 km2 berupa dataran rendah di
sekitar sungai way kambas, Pusat pelatihan gajah Way Kambas resmi didirikan
pada tahun 1985.
Kondisi Gapura rusak yang tak layak |
Minggu siang (14/9) saya dan
keluarga berangkat menuju Way Kambas. Jalan menuju Way Kambas dapat di tempuh
melalui arah Tanjung Bintang – Lampung Timur atau melalui Kota Metro –
Pekalongan dan Way Jepara. Dan saya memilih melalui Kota Metro dengan rute
jalan yang cukup lengang dan kondisi jalan yang baik. Butuh waktu 2,5 jam dari
kota Bandar Lampung menuju TNWK. Gapura cukup tinggi dengan kondisi rusak parah
dan nampak tak layak untuk di sebut gapura, terletak di pasar Tridatu. Mungkin
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur tidak merasa penting membenahi gapura
tersebut sebagai penunjuk arah ke lokasi TNWK. Dari gerbang pertama masih
sekitar 12 km menuju gerbang loket dengan kondisi jalan rusak di beberapa ruas
dan berkerikil di ruas lainnya. Belum ada perubahan yang signifikan yang bisa
saya rasakan ketika terakhir ke Way Kambas pada awal 2008 lalu. Pada loket
tiket masuk ada beberapa ibu ibu penjaja pisang dan pangan lainnya yang
mendatangi mobil yang saya kemudikan. “pisang pak, buat kasih makan gajah di
dalam..” begitulah si ibu ibu menawarkan dagangan mereka. Setelah membayar
tiket 10.000 per orang plus 5.000 per kendaraan kami harus menempuh sekitar 5
km lagi kedalam dengan kondisi jalan yang masih berkerikil. Yang menarik ada
banyak kera kera kecil berlarian di pinggi jalan yang kami lalu, tak sedikit
para kera kecil menyeberang jalan. Sebenarnya selain Gajah, di TNWK juga ada
Badak Sumatera yang merupakan bagian dari konservasi. Sayang saya dan keluarga
tak bisa masuk melihat ke dalam kawasan Badak karena hanya untuk objek penelitian
saja.
kondisi jalan setelah melalui loket tiket dan setelah melalui pemukiman warga |
tiket masuk per orang termasuk asuransi jasa raharja |
kera kera kecil di beberapa ruas jalan dari gerbang loket menuju gerbang masuk TNWK |
gerbang ke dua 100 m sebelum lokasi pemberhentian di dalam kawasan TNWK |
Setelah melalui pintu masuk
kedua, saya dan keluarga tiba di dalam kawasan TNWK. Rasa lelah selama
perjalanan karena kondisi jalan yang tak mulus terbayarkan setelah melihat
beberapa gajah berjalan di antara gagahnya pohon sonokeling yang tumbuh rapih
dan cukup rindang di dalam kawasan TNWK.
Cuaca terik dengan hembusan
angin yang cukup kencang tak menghalangi saya dan anak anak mengitari sekitar
lahan dimana beberapa gajah di tambatkan dengan rantai rantai mengikat mereka
di beberapa titik.
“kasihan mereka di ikat.” ucap putra
kedua saya lirih.
“ tak Gajah di rantai, ada pula
yang tak di ikat bagi yang sudah jinak dan di latih. Yang di ikat dengan rantai
adalah yang di anggap belum jinak dan belum terlalu terlatih.” Ujar salah satu
penjaga di TNWK saat saya tanyakan mengapa kaki ngajah gajah itu di ikat rantai.
Saya jadi ingat beberapa waktu
lalu tersiar kabar para gajah gajah itu berlarian ke kawasan rumah penduduk
yang dekat dengan kawasan TNWK. Bisa jadi mengikat kaki gajah tersebut pada
gajah gajah yang dianggap ‘belum jinak’ adalah salah satu cara agar para gajah ‘belum
jinak’ itu tidak melarikan diri. Mungkin.
Selain dapat melihat langsung
dan berinteraksi cukup dekat dengan gajah gajah di TNWK juga ada banyak gajah
berukuran kecil dengan usia 2-5 tahun yang sangat menarik perhatian anak anak
saya. Secara bergantian anak anak saya mencoba menaiki tubuh gajah kecil yang
tenang dan jinak. Bercengkrama dengan anak gajah secara langsung adalah hal
yang tak mungkin di dapat jika kami mengunjungi kebun binatang yang tertata
rapih di perkotaan.
Interaksi langsung anak anak ke gajah gajah kecil berumur 2-5 tahun |
gajah ukuran besar yang bermain di alam terbuka |
kondisi Gajah yang bisa di tunggangi oleh penjunjung |
Memang, TNWK bukanlah sarana
wisata yang mewah layaknya Dufan atau Ragunan, saya yakin TNWK tak cocok bagi
mereka yang berjiwa anak Mall. Layaknya wisata minat khusus, TNWK sangat
mempesona dengan hutan dan tumbuhan tropis khas Indonesia. Tapi sangat di
sayangkan beberapa fasilitas yang dulu di tahun 2008 saya lihat baik, kini tampak
tak terpelihara. Wahana show gajah yang dulu baik kini nyaris roboh dengan
beberapa bagian telah retak dan di tumbuhi rumput liar karena tak terpelihara. Belum
lagi tak tersedianya listrik di dalam kawasan TNWK.
Anak Anak bisa menaiki Gajah Kecil |
anak dapat berinteraksi dengan gajah kecil cukup dekat |
“memang tak ada pemeliharaan
lagi pak..” ujar seorang pemilik warung kopi di dalam lokasi TNWK yang telah
berjualan disana sejak tahun 1987. Sayang. Projek pembangunan fasilitas yang
menghabiskan lebih dari puluhan juta itu kini nyaris roboh. Belum lagi beberapa
fasilitas umum lainnya seperti WC, Mushalla, tempat bermain anak anak dan
beberapa kantor pajang sudah dalam kondisi memprihatinkan. Tak hanya itu jumlah
gajah yang kini ada di dalam kawasan TNWK pun berkurang. Menurut petugas yang
saya ajak ngobrol menjelaskan bahwa jumlah gajah yang ada di dalam kawasan TNWK
kini hanya sekitar 87 gajah saja. Ini tentu berkurang jauh dari total jumlah
220 gajah pada mulanya – sumber Kementerian Kehutanan pada awal TNWK.
kondisi Wahana pertunjukan Gajah yang jauh dari pemeliharaan. rusak parah. |
kondisi sarana umum yang kurang maintenance |
Terlepas dari minimnya beberapa
fasilitas menuju TNWK hingga kawasan di dalam TNWK. Setidaknya anak anak ku
menyukai kondisi alam terbuka dengan beragamnya tumbuhan yang tak bisa mereka
temui di pekarangan rumah atau lingkungan keseharian. Bahagia mereka berlarian
dan menyentuh anak anak gajah adalah sebuah pelajaran langsung yang saya dan
istri berikan agar mereka memahami seperti apa kehidupan gajah. Melihat gajah
gajah mandi dalam kolam yang di setting layaknya kubangan tentu merupakan
pemahaman secara berimbang dari teori belajar di bangku sekolah atau hanya
melihat di TV.
Taman Nasional Way Kambas,
adalah asset besar Provinsi Lampung yang merupakan daya tarik. Sama halnya
ketertarikan Endah n Resha – musisi yang ingin mengunjungi langsung TNWK. Tentu
ada banyak orang yang tertarik mengetahui TNWK secara langsung. Sewajarnya jika
Pemerintah melakukan banyak pembenahan guna lebih mengemas TNWK sebagai tujuan
wisata yang tak hanya menarik tapi juga edukatif dengan lebih meningkatkan sarana
dan prasarana penunjang. Jangan sampai konotasi Gajah dan Lampung yang sangat popular
di daerah lain di nusantara hanya sekedar kisah.
0 comments :
Posting Komentar