Bermula dari sebuah bincang ringan antara saya dengan salah
satu petinggi di sebuah perusahaan swasta di Lampung, yang mempermasalahkan
sosok duta wisata daerah Lampung yang tidak berdarah Lampung bahkan sama sekali
bukan suku asli Lampung. Sang Petinggi tersebut
juga merisaukan pengiriman utusan ajang tingkat nasional yang membawa nama
provinsi Lampung tetapi si personal tidak
ada darah Lampung pada dirinya dan jelas jelas bukan suku lampung.
Sebelum menjelaskan dalam ajang pemilihan duta wisata dan
sebagainya, saya merunut pada sebuah fakta
bahwa suku asli Lampung yang ada di Provinsi Lampung memang tidak banyak.
Prosentase menunjukkan suku asli Lampung yang tinggal di provinsi Lampung hanya
20 persen saja, selebihnya Lampung campuran dan suku pendatang yang terdiri
dari beragam suku dan juga etnis. Tak
salah jika Lampung kemudian di sebut sebagai Indonesia mini – karena segala
macam suku di Indonesia ada di provinsi Lampung.
Berkenaan dengan ajang pemilihan duta wisata daerah.
Ajang pemilihan Muli Mekhanai baik di tataran Kabupaten, Kota
bahkan Provinsi, adalah sebuah ajang kompetisi kemampuan personal yang dibuka
seluas luasnya secara umum bagi siapa saja yang berdomisili di kabupaten, kota atau
provinsi Lampung. Dengan batasan usia yang telah di tentukan sebagai syarat
kematangan mengikuti kompetisi pemilihan duta wisata. Jadi tidak ada spesifik
ke-suku-an dalam mengikuti lomba terlebih keharusan suku Lampung. Tapi memang
ada baiknya yang ikut ajang pemilihan adalah personal yang memiliki darah
lampung atau ber-suku lampung. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada prosesnya
yang meraih gelar juara bukan berdarah lampung atau bahkan suku lampung karena kriteria
penilaian bukan hanya suku saja. Dalam pemilihan sosok icon duta wisata,
tentu memiliki ragam standar penilaian yang mencakup antara lain, penampilan
yang terdiri dari keharusan standar minimal tinggi badan ; 165cm untuk muli dan
170cm untuk mekhanai (syukur jika lebih dari itu), postur, penampilan yang good
looking, sikap personal/attitude/manner personal. Juga pada kriteria standard wawasan personal,
kemampuan berkomunikasi, pemahaman ilmu pengetahuan dan penguasaan bahasa asing
selain bahasa daerah, serta penguasaan bakat pada bidang tertentu sebagai sosok
berpotensi.
Nah, berdasarkan kriteria kriteria yang terurai diatas, setidaknya
sebagain besar dari kriteria tersebut harus dimiliki oleh setiap personal yang
terlibat dalam proses pemilihan duta wisata daerah. Meski faktanya, dalam ajang
pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung saja – tak semua yang ikut terlibat
dalam rangkaian pemilihan – menjadi bagain peserta adalah sosok asli
Lampung/berdarah lampung/atau suku Lampung asli. Jika pun ada, tak semua
memenuhi kirteria dari standard penilaian baik secara fisik/tampilan sebagai icon
duta wisata maupun standard kemampuan personal dan sebagainya. Sosok muda
berdarah lampung atau suku asli lampung tak semuanya berkenan ikut serta dalam
ajang pemilihan. Ada pula anggapan bahwa warga asli lampung tanpa perlu ikut
ajang pemilihan muli mekhanai memang sudah bergelar muli mekhanai. Sedangkan bagi
para remaja pendatang yang bukan bersuku lampung, terlibat dalam ajang
pemilihan duta wisata daerah adalah bagian dari sebuah pencapaian akan prestasi
personal yang dapat dibanggakan. Maka tak heran yang menduduki gelar juara
tertinggi lebih banyak sosok yang tidak ada darah Lampug atau bahkan suku
Lampung. Sebagai contoh - dalam rentang waktu tahun 2008 sampai 2014 saja, sosok yang berhasil
menempati juara 1 dalam ajang pemilihan Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung
dengan memiliki darah lampung atau benar benar suku lampung dapat dihitung
dengan jari, contoh ; Feby Deliana dan Rudi Kurniawan yang ber-suku Lampung
sebagai sepasang juara 1 Muli Mekhanai Kota Bandar Lampung 2008, lalu Muli 1
Bandar Lampung tahun 2010 – Silva Utama Sari berdarah Lampung, lalu Sepasang
Juara Muli Mekhanai Bandar Lampung 2012 ; Deny Aditya dan Sisca Indah Pratiwi –
keduanya bersuku Lampung. Di tahun tahun pemilihan lain selain tersebut diatas, sepasang juara 1 semuanya bukan bersuku
Lampung. Dan kemudian beberapa nama Muli yang sempat di kirim dalam ajang
pemilihan Puteri Indonesia misalnya – yang benar benar bersuku Lampung cukup
senang dalam jajaran finalist saja ; sebut saja mulai dari Feby Deliana – Muli 1
Kota Bandar Lampung 2008 bersuku asli Lampung yang dikirim ke Puteri Indonesia di
tahun 2009, Sisca Indah Pratiwi – Muli 1 Kota Bandar Lampung yang berdarah Lampung
di kirim ke Puteri Indonesia tahun 2012, belum beberapa nama perwakilan
kabupaten lain yang juga berhasil di kirim ke tingkat nasional dengan benar
benar suku Lampung atau berdarah lampung yang harus puas pada jajaran finalist.
Lampung pernah berjaya di ajang Puteri Indonesia dengan posisi 1st
Runner Up (juara 2 ) di tahun 1994 melalui perjuangan Nur Syamsi, di posisi
5 besar Puteri Indonesia tahun 2005 melalui sosok Margaretha (Chacha) yang
bukan suku Lampung asli. Pernah ada dalam catatan sejarah Pemilihan Puteri
Indonesia utusan provinsi Lampung meraih gelar Puteri Indonesia Favorite (via
sms) di tahun 2003 melalui sosok Falia Rima Alamsyah – bersuku Lampung asli. Tahun tahun lainnya Lampung cukup senang
berada di jajaran finalist. Kini dan masih segar di ingatan, sosok Muli 1 Kota Bandar Lampung 2014 dan
juara 2 di tingkat Provinsi Lampung 2014 – Laras Maranatha Tobing, berhasil
masuk dalam TOP 5 (Jajaran 5 Besar) Puteri Indonesia 2015, yang jelas jelas bermarga – Tobing – suku Batak, tidak ada
darah Lampung sama sekali.
Ada yang salah dengan hal tersebut?, menurut saya tidak. Semua
hanya sebuah kebetulan saja. Kebetulan yang juara bukan berdarah Lampung atau
suku Lampung. Dan yang mewakili provinsi Lampung diajang tingkat nasional bukan
suku asli Lampung. Tetapi setidaknya mereka berdomisili di Lampung, lahir dan
besar di Lampung, dan paham akan hal hal yang ada di Lampung, karena
mengalaminya secara langsung hingga bisa bicara tentang ragam potensi dan
keindahan Lampung pada kompetisi tingkat nasional. Daripada juara 1 tingkat
daerah tetapi ia personal yang
berdomisili di Jakarta hingga selesai acara ia kembali ke Jakarta tidak
mengabdi dan berbuat apa apa bagi Lampung?, atau membawa nama Lampung di ajang
tingkat nasional tetapi jelas jelas warga domisili ibukota dan sama sekali tak
paham tentang Lampung dan keunggulannya ?.
Kerena mencari sosok yang mewakili standard penilian sebuah
ajang pencarian icon duta wisata atau perwakilan daerah ke ajang tingkat
nasional tidaklah semudah berujar teori semata. Harusnya sosok sosok muda di
provinsi Lampung yang merasa berdarah Lampung atau bersuku asli Lampung lebih
terpanggil mengikuti kompetisi duta wisata daerah jika memang ingin menjadi
bagian dari personal yang berperan di bidang seni, budaya dan pariwisata
daerah. Jangan hanya jadi penonton, sehingga lahan lahan yang memang mestinya
jadi ajang putera/puteri asli daerah lampung di sabet oleh sosok sosok yang
tidak berdarah lampung atau bukan suku lampung sama sekali. Atau hentikan
menyoal asal usul suku si duta wisata dan mari fokus pada sosok yang mampu membawa nama
Lampung secara keseluruhan di ajang duta wisata daerah atau kompetisi tingkat
nasional meski ia bukan sosok berdarah
lampung atau asli suku lampung yang penting ia asli berdomisili di bumi Lampung,
memahami potensi dan keunikan Lampung serta berkenan menjadi bagian dari representative
terbaik Lampung di tingkat nasional. Syukur jika kemudian sosoknya membakti
bagi Lampung – sesuai kapasitas personal dengan melakukan aksi nyata di bumi
Lampung setelah ajang pemilihan berlangsung.
Betul banget, om
BalasHapusYg terpenting gimana si duta wisata ini mendedikasikan dirinya untuk daerah yg dia wakili.
Ga penting asli dr suku mana..
like it so much
BalasHapusTerima kasih Mely dan mas Bayu
BalasHapus