6 Juni 2004 - 6 Juni 2015.
11 Tahun mengarungi biduk rumah tangga.
Orang orang bilang jangan mengumbar perayaan ulang tahun pernikahan.
Well, kini saya hanya bisa menulis sesuatu untuk memaknai perjalanan rumah tangga yang saya arungi bersama sosok yang sungguh istimewa buat saya. Saya tidak mengumbar perayaan. Hanya berbagi kisah saja. Siapa tahu ada untaian makna yang bisa di petik dari kisah yang saya uraikan. Jika pun tidak anggaplah tulisan ini sebagai perayaan ringan dari peringatan 11 tahun usia pernikahan saya dan istri.
Menikah itu adalah penyatuan separuh hati dari masing masing personal untuk jadi satu. Satu pemikiran, satu pemahaman, satu arah tindakan dan satu hati untuk selalu bersama sampai hayat memisahkan. InsyaAllah.
Al kisah, saya melamar Dwi Wahyu Ningsih - nama lengkap istri saya dalam kondisi cukup nekad. Sosok pria biasa, jauh dari kaya raya ataupun tampan rupa. Di tambah berasal dari keluarga 'broken home' plus ibu kandung telah wafat dan sebagai anak pertama dengan 6 adik. Lengkaplah saya sebagai personal yang jauh dari kategori ideal sebagai calon suami yang dapat menjanjikan hidup layak.! Hahahha.
Dengan perjalanan panjang, pengharapan saya untuk meminang gadis Jawa tulen berkarakter konservatif itupun diterima sang orang tua.
6 Juni 2004.
Akad nikah terlaksana lancar dengan mas kawin emas 6 gram dan uang tunai Rp. 66.666 - enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh enam rupiah. Berlanjut resepsi ala kadarnya - syarat asal tidak mengundang fitnah.
Perjalanan kehidupan berumah tangga tidak semudah teori apalagi kata kata mutiara yang banyak di umbar TV TV saat ini. Terlebih semudah obrolan talk show layar kaca atau kisah di tataran sinetron dan film tanah air. Menyatukan hati menjadi satu, mahami karakter dan berkenan menerima kekurangan serta keterbatasan personal adalah hal yang paling dasar dari bersatunya dua insan yang berbeda latar belakang dan budaya.
11 tahun ini adalah tanda kedewasaan saya dan istri dalam berfikir dan bertindak. Terlebih dengan amanah yang Tuhan anugerahkan pada kami, 2 putra (pertama dan kedua) dan 1 putri bungsu semakin menggenapi perjalanan cinta saya dan istri.
Sebagai suami saya tentu memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Sebagai istri, ia memiliki kesabaran dan pemahaman yang lebih baik dari saya secara personal. Karena kami di satukan dengan rasa cinta dan keikhlasan menerima kekurangan dan keterbatasan untuk sama sama belajar dan menjalani kehidupan yang Tuhan gariskan dalam kitab AL Quran. Tak ada yang sempurna di dunia. Tapi setidaknya saya dan istri tidak menikah karena harta dan tahta. Tidak menikah karena diantara kami anak pejabat yang dapat dijadikan tanda sosial lebih baik. Saya juga tidak menikahi istri hanya karena cantik fisik semata, tapi lebih karena baik hatinya. Cantik fisik bersifat sementara tetapi kebaikan hati tak akan lekang sampai hayat nanti.
Tak begitu saya paham akan teori teori menjaga cinta dan menjalani rumah tangga. Saya dan istri hanya menjalani saja. Menjalani sesuai titah ilahi Rabbi. Tak peduli yang orang bicarakan. Tak penting yang orang risaukan. Karena hak setiap orang untuk berkata dan menilai tapi hak saya dan istri membuat rumah tangga kami bahagia. Tanpa perlu menerka nerka atau menuntut banyak hal dari pasangan kami. Love My Family so much.
0 comments :
Posting Komentar