" Kelak kamu kan terbiasa ..." si Bujang meyakinkan.
Keduanya lalu terdiam. Bagai jeda antar lagu dalam sebuah pertunjukan opera. Sementara rintik hujan masih menari di ujung sore bagai turut merasakan kepiluan menyayat yang hadir antara Gadis dan Bujang.
" masih berkenan bertemu aku lagi ?..." tanya Bujang seolah membelah sunyi.
si Gadis mengangguk. Hanya senyum getir sejenak.
Dan rintik terus berdendang mengisi rentang waktu yang kaku diantara Bujang dan Gadis.
"Aku duluan..." sang gadis berlari kecil menuju motor yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berteduh.
"... I Still Love You...!!" teriak Bujang seolah hendak menghentikan rintik hujan.
Gadis tak menoleh. Tak ada reaksi sedikitpun. Bergegas ia menaiki motor dan meninggalkan bagian menyakitkan dari episode percintaan.
Sore Itu, setahun yang lalu.
Bujang dan Gadis kini terpisah. Melakoni peran hidup mereka masing masing. Tak lagi ada rasa yang sama seperti setahun lalu. Semua telah berganti aneka lembar warna warna tanpa noda. Hanya hitungan bulan saja rasa tak karuan melanda akibat gagal cinta.
Si Bujang bekerja sebagai supervisor grafis pada perusahaan periklanan ternama di pusat kota.
Si Gadis kini jadi kepala editor rubrik tips kecantikan di tabloid mingguan.
Meski terpisah jarak dan tak lagi bertemu, tapi keduanya akan saling mengingat. Masih ada guratan indah meski perih. Terlebih kala hujan. Bagaimana hujan selalu datang bagai sebuah pertanda. Laksana membangkitkan memori yang sebenarnya tak lagi ingin di hati.
Bujang masih menyimpan selembar foto si Gadis dalam dompet yang kala hujan turun dan sesekali rindu menggebu dipandanginya foto itu. Bujang pula yang selalu berharap dapat bertemu gadis. Tapi tidak dengan si Gadis. Terlanjur sakit hatinya pada Bujang. Tak lagi ia ingat akan Kisah lama itu. Meski hujan mengungkit memori yang tak dapat di sapu begitu saja.
0 comments :
Posting Komentar