….Palembang di waktu malam,
Di kala terang bulan,
Bersinar di atas sungai musi,
Beriring nyanyi sang dewi….
Di kala terang bulan,
Bersinar di atas sungai musi,
Beriring nyanyi sang dewi….
Demikian petikan lirik dari lagu berjudul
‘Mutiara Palembang’ sebuah lagu karya kelompok musik Golden Wing yang sangat
hits di tahun 70-an hingga 80-an. Tak heran karena lagu itu pula lah menjadikan
sungai musi semakin ternama.
Senja
itu, saya semakin dejavu. Kala rembulan perlahan muncul menampakkan diri
diantara gagahnya tiang tiang penyangga jembatan Ampera dan air sungai musi
yang tenang. Sejurus saya teringat petikan lagu ‘Mutiara Palembang’ yang dahulu
di tahun 2006 pernah saya bawakan di panggung pertunjukan perlombaan yang digelar
di Palembang tepat di depan benteng Kuto Besak dengan jembatan Ampera sebagai
latarnya. Dahulu, saya bersama team dari Baturaja – Ogan Komering Ulu menampilkan pertunjukan seni budaya dalam
sebuah ajang perlombaan seni budaya antar kabupaten se-Sumatera Selatan, - saya
lupa nama ajang perlombaanya. Tapi karena terlibat dalam gelaran tersebut, saya
jadi punya kisah tersendiri bersama team yang solid asal Baturaja dan beberapa
relasi di Palembang. Meski kini tak begitu berkomunikasi intensif karena
kehilangan nomor telpon personal tetapi kenangan itu selalu ada di benak.
Terlebih sore itu, seusai melaksanakan tugas mendampingi sepasang Muli Mekhanai
Bandar Lampung 2015 menghadiri malam Grand Final Bujang Gadis Palembang 2015.
Dalam rentang waktu yang lama dan
sepanjang tahun pelaksanaan pemilihan, baru kali ini Muli Mekhanai Kota
Bandar Lampung sempat hadir dalam gelaran malam puncak pemilihan Bujang Gadis
Palembang. Seperti kembali ke kenangan masa lalu ketika saya kerap bermain ke
Palembang dengan ragam kisah dan keperluan. Pernah terlibat dalam rangkaian
audisi ajang pencarian bakat TV Nasional di Palembang membawa saya sedikit
banyak mengetahui keunikan kota yang terkenal dengan produksi Empek-Empek
bercitarasa lezat ini.
Sehari
sebelumnya, saya tiba di Kota Palembang dengan suasana hangat meski telat lebih
dari 4 jam karena kereta yang saya dan tim tumpangi tidak berjalan dengan
lancar seperti jadwal yang diperkirakan. Ketersediaan rel kereta yang terbatas
dengan fungsi rel yang hanya satu tidak sepadan dengan jumlah kereta yang hilir
mudik. Alhasil, jika kereta berpapasan maka salah satu dari kereta harus mengalah
berhenti di jalur tunggu dan hal itulah yang menyebabkan keterlambatan kereta
penumpang tiba di stasiun kereta. Ya, sudahlah… memang masih banyak yang perlu
di benahi di negeri ini dalam sektor transportasi publik. Tapi yang membuat saya semangat mengunjungi
Palembang adalah meretas kenangan yang pernah ada dalam kisah hidup saya
puluhan tahun lalu. Benar saja, beberapa lokasi yang dulu memiliki kisah masih
tegak berdiri. Meski kini ada banyak pembenahan dan kemajuan di Kota Palembang,
semakin padat dengan pertumbuhan
kendaraan dan pembangunan. Palembang selalu membuat antusias saya terlepas dari
perjalanan Kereta api yang lambat dan melelahkan. Bagai meretas kenangan lama
puluhan tahun lalu, kembali menjajakkan kaki di kota yang terkenal dengan
Empek-Empek dan aneka kuliner khas dan lezat adalah sebuah kesenangan
tersendiri. Terlebih keramahan rekan rekan Bujang Gadis Palembang selaku pihak
yang mengundang kami menjadikan kenyamanan tersendiri. Bukan saja tetangga
dekat tetapi Palembang begitu lekat di diri ini menjadi bagian dari banyak
kisah yang pernah terjadi dalam hidup ini.
0 comments :
Posting Komentar