Salah satu pesona pantai Pesisir Selatan di bagian Lampung Selatan. |
“ Yeeeyyy, kita bisa jalan jalan lagi…”
sorak anak anak saya ketika mereka tahu saya dan istri tak ada jadwal kegiatan
diluar rumah sehabis nyoblos di TPS
dekat rumah.
Menyambut
keinginan anak anak, saya segera meminta istri untuk bersiap. Meski sebelumnya
tak ada rencana jalan jalan dengan keluarga, setidaknya hari itu saya dan istri
akan habiskan waktu bersama dengan anak anak diluar rumah.
Suasana lengang
menghias jalan raya. Nampak di setiap bagian Bandar Lampung dihias suasana
Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ramai. Rabu, 9 Desember 2015 – merupakan
Pilkada Serentak. Tak hanya di Bandar Lampung, tetapi juga serentak di beberapa
bagian kota dan
kabupaten di provinsi Lampung.
Karena tidak
terencana sebelumnya, saya melajukan kendaraan ke pusat kota saja. Tak begitu spesifik soal tempat
kunjungan. Setidaknya jika tidak ada ide, ada pusat perbelanjaan yang bisa di
datangi. Mall to Mall adalah pilihan
terakhir. Hahahha.
“rame banget yaa…” ucap si Koko – bujang
kedua ketika mobil yang saya kemudikan tertahan di depan pusat perbelanjaan –
Ramayana. Iring – iringan rombongan Tim Sukses salah satu calon pemimpin konvoi
mencipta kemacetan di separuh badan jalan.
“Ini jalan apa namanya ?” tanya Koko –
bujang kedua pada adiknya, bagai
permainan tebak – tebakan, seolah memecah kesunyian dalam mobil yang tertahan
di tengah kemacetan.
“jalan Raden Intan.” sambar si Abang –
bujang pertama.
“kok Abang tau?,” tanya si Gadis seolah
kagum pada kakak pertamanya.
“tuh, ada patung Raden Intan depan Ramayana,
tuh…” jelas si Abang sembari menunjukkan patung Raden Intan yang bertengger
gagah di pinggir jalan persis depan pusat perbelanjaan Ramayana.
Sesaat suasana
dalam mobil hening. Ketiga anak saya melongok keluar mobil. Dari balik kaca
mobil wajah mereka terlihat kagum pada sosok patung Raden Intan.
“mukanya gak jelas.” ucap anak Gadis
saya lugu. Istri saya menahan tawa.
“kok, tulisan dibawah patung itu Raden Intan
II ?, emang ada Raden Intan I ?” tanya Koko ke Abangnya setelah cukup lama
memperhatikan bentuk keseluruhan patung.
“ya emang ada kok Raden Intan
I.” jawab si Abang sekedarnya.
“Oh, Raden Intan I dan Raden Intan II, kakak
adik yaa?...” tanya si Koko penasaran.
“tanya Ayah aja tuh.” sahut Abang seolah
tak berselera menjawab rentetan pertanyaan adik lelakinya.
“Ayah tahu Raden Intan I dan II ?.”
tanya Koko pada saya.
“ tahu.” Jawab saya singkat dan berharap
segera berlalu dari kemacetan yang membuat mobil saya tidak bergerak banyak
dari patung Raden Intan yang tengah jadi perbincangan seru anak anak.
“ kalau tahu, Ayah pasti tau rumahnya
dimana?, trus sekarang kuburan Raden Intan itu dimana sih ?” si Koko mulai
berkicau banyak. Untuk ukuran anak kelas 3 SD, Koko terlalu banyak mengajukan
pertanyaan. Hahahahha.
“ jadi gini…” sahut saya menenangkan.
Dan serentak anak anak mendekatkan tubuh mereka kearah saya dibagian kemudi.
“Radin Inten I pahlawan Lampung yang lebih
dulu berjuang. Radin Inten II itu cucunya Radin Inten I.”
jelas saya singkat.
“emang Raden Intan I punya anak berapa ?,
kok malah cucunya dikasih nama Raden Intan II ?. Trus, kok Ayah menyebutnya
Radin Inten?. Yang bener Radin Inten apa Raden Intan sih, Yah?.” Bujang
kedua – si Koko terus bertanya.
“Gini aja. Ayah tidak terlalu tahu persis
sejarahnya. Gimana kalau kita jalan jalan datengin Makam Radin Inten II itu ?” ucap saya
menenangkan bujang kedua.
“waah..seru tuh… setuju Yah.” sahut si
Abang cepat diikuti sorak setuju dari bujang kedua.
“berarti ke kuburan dong?, kok Ayah ngajak
jalan jalan ke Kuburan, sih..?” protes anak Gadis.
“tenang. Memang kita ke kuburan, tapi Ayah
akan ajak kalian melihat pantai pantai di bagian pesisir selatan. Gimana?” ucap
saya.
“Setujuuuuuu.” Serempak anak anak
girang.
gara gara Patung Radin Inten di depan Ramayana - Bandar Lampung inilah perjalanan ke Lampung Selatan di Mulai. |
Melihat antusias
anak anak, saya pun memutar kemudi ke bagian selatan. Sesaat anak anak berjoged
riang. Bisa jadi karena rentetan pertanyaan dan rasa keingintahuan mereka
terpenuhi ketika saya menawarkan untuk mendatangi langsung makam Radin Inten
II. Meski wajah anak gadis tidak seantusias dua kakak lelakinya. Maklumlah, si
gadis masih berusia 5 tahun. Belumlah ia terpikat pada wisata sejarah.
Sebenarnya, saya
belum pernah ke makam Raden Intan II. Hanya mendengar kabar saja bahwa
keberadaannya di Lampung Selatan. Saya pun tidak begitu tahu di bagian mana
persisnya makam pahlawan nasional yang berasal dari Lampung itu berada. Tapi
tak apalah. Yang penting penasaran dua anak bujang terjawab.
“Kita cari tahu lokasinya bareng bareng
yaa…” ajak saya pada dua bujang yang disambut sepakat.
Melajulah
kendaraan kearah Selatan. Persis arah menuju Bakauheni jika melakukan
perjalanan via darat menuju ibukota Jakarta.
Berkali – kali Istri saya meyakinkan kesanggupan saya menuju makam Raden Intan.
Ia memastikan kondisi tubuh saya sebagai pemegang kemudi kendaraan. Sebagai
orang yang belum pernah mendatangi langsung Makam Raden Intan, tentu ada banyak
hal yang tidak saya ketahui. Bukan hanya tentang Letak tapi akses menuju ke
makam pun saya belum pernah tahu. Tetapi bukankah tidak banyak tahu dalam
mencapai tujuan adalah salah satu bagian menarik dari sebuah perjalanan?.
Baiklah. Kencangkan sabuk pengaman, fokus kendalikan kemudi dan
bersenang-senanglah selama berkendara.
Karena tak
melakukan persiapan untuk perjalanan cukup jauh dari rumah, istri saya meminta
singgah di toko waralaba untuk membeli beberapa kudapan dan air mineral.
Termasuk berhenti di penjaja buah disepanjang jalan menuju Lampung Selatan.
Memilih beberapa durian bahkan membeli buah nangka berukuran besar. “mumpung harga murah” bisik istri saya
ketika saya melihat heran kea rah buah nangka cukup besar yang ia boyong
kedalam mobil.
PANTAI PANTAI CANTIK DI BAGIAN SELATAN.
Selama
berkendara, ketiga anak saya yang duduk dibelakang tampak senang. Tak pernah
mereka kelelahan dan tertidur. Bisa jadi mereka menahan kantuk karena penasaran
dengan wujud makam Raden intan yang semula mereka pertanyakan. Dari Bandar
Lampung ke Lampung Selatan cukup memakan waktu 2 jam. Sebenarnya saya bisa saja
menuju makam Raden Intan langsung ke bagian Gayam. Persis arah lurus ke
Bakauheni. Tetapi sesuai janji, saya akan mengajak anak anak melalui rute rute
cantik dengan pemandangan pantai yang indah di bagian paling selatan di Lampung
Selatan.
Dari Pusat kota Kalianda – ibukota
Lampung Selatan. Saya menuju Dermaga Canti – tempat ketika dahulu saya memulai
melakukan perjalanan ke Gunung Anak Krakatau untuk pertama kali. Dari Dermaga
Canti perjalanan masih terus menyusuri arah selatan mempertemukan saya dengan
beberapa objek wisata pantai di bagian kanan jalan.
Bersantai di warung Pecel dan Soto - Makan Siang. |
Saya dan istri
memutuskan berhenti sejenak untuk makan siang di sebuah warung makan yang
menjajakan banyak pilihan makanan khas pedesaan. Pecel lontong dan Soto ayam
plus nasi dan kerupuk jadi pilihan
santap siang kami. Jika saja perjalanan yang kami lakukan terencana, sudah
barang tentu istri saya membawa banyak persediaan makanan termasuk rantang
berisi nasi dan lauk pauk lezat racikannya. Tapi melihat anak anak menyantap
pecel lontong dengan lahap saya pun
yakin bahwa mereka menikmati perjalanan.
Selesai makan
siang sederhana itu, kami melanjutkan perjalanan kembali. Tak lupa kopi panas
buatan ibu penjaja pecel lontong jadi bekal untuk perjalanan seterusnya.
Beruntung siang itu tidak begitu terik. Ditambah suasana pedesaan disepanjang
jalan yang kami lalui nampak asri dengan beragam pepohonan rindang. Hamparan
sawah menghijau dengan aneka tumbuhan sayuran khas perkebunan menjadi keindahan
mata kala memandang. CD Dendang nusantara pemberian Mba Donna telah berulang
kali membahana sepanjang perjalanan. Anak anak tak pernah bosan bernyanyi
bersama CD lagu lagu daerah yang berisi lagu lagu daerah pilihan dari Aceh
hingga Lampung tersebut.
Papan Selamat Datang Pantai Wartawan dari bagian dalam yang tak terawat begitu juga beberapa toilet yang rusak plus sampah yang berhamburan. |
Durian beli di pinggir jalan segera lahap di santap. |
Kendaraan berhenti
di Pantai Wartawan ketika anak anak berteriak kagum pada debur ombak dan pasir
halus yang mereka lihat dari balik kaca mobil. Saya pun bisa memanfaatkan
moment tersebut dengan bersantai sejenak menikmati kopi hangat. Tak lupa durian yang kami beli di perjalanan
disantap lahap begitu kami menempati pondokan tepi pantai. Anak – anak langsung
menanggalkan pakaian mereka dan bermain dibibir pantai. Tak banyak pengunjung
kala itu. Rp. 40.000 biaya yang harus
kami bayar masuk ke kawasan Pantai Wartawan. Harga yang cukup mahal untuk
pantai yang menurut saya tidak begitu istimewa. “tak apa. Anggap anggap sedekah. Membantu perekonomian masyarakat lokal.”
sahut istri saya menanggapi omelan saya.
Anak anak bermain di bibir pantai wartawan. |
Rombongan ibu
ibu dan anak anak datang ketika saya tengah bersantai. Sepertinya masyarakat
sekitar yang memanfaatkan libur Pilkada. Suasana jadi ramai. Anak-anak saya yang semula bermain di pinggir
pantai nampak kedatangan banyak teman sebaya mereka. Merekapun segera membaur.
Hal unik pun
terjadi. Karena kepergian kami tidak direncanakan. Bahkan sesi mandi di pantai
pun tidak pernah direncanakan. Alhasil, istri saya tidak membawa perlengkapan
mandi, handuk dan sebagainya untuk membilas anak anak sehabis bermain di
pantai. Tak ada rotan akarpun jadi. Istri saya segera menggunakan air mineral
botol - yang memang kami beli dalam
jumlah banyak, untuk membilas tubuh anak anak sehabis mandi di pantai. Tak lupa
istri menjadikan hand body lotion sebagai pengganti sabun. Lalu
menggunakan helaian koran bekas yang ada di dalam mobil sebagai handuk. Dan
terakhir menggunakan Tisu untuk mengelap sekujur tubuh anak anak hingga benar
benar kesat. Saya yang melihat pemandangan itu tertawa terpingkal pingkal.
Pasalnya, istri yang cekatan dan telaten membilas anak anak di pinggir mobil
justru dijadikan anak anak moment saling bercanda dan berjoget-joget ala
mereka. Hahahhahaha. Dasar anak anak.!!
Moment bilas dengan air mineral dan koran sebagai pengganti handuk hahahahahah |
“Mau ke sumber air panas”. Jelas si
Abang dan si Koko setelah membilas diri. Mereka memisahkan diri dari bibir
pantai bersama beberapa anak lelaki sebaya mereka ke sisi lain dari kawasan
pantai wartawan.
Tak begitu yakin
melepas dua bujang di tempat asing, sayapun mengikuti langkah dua bujang dan
teman teman sebaya yang baru mereka kenal dari belakang.
Benar saja.
Ternyata di sisi lain dalam kawasan pantai wartawan ada sumber air panas yang
terdapat disela sela batu pinggir pantai. Air di sekitar bebatuan yang
mengeluarkan sumber air panas pun terasa hangat. Dua anak bujang saya
kegirangan ketika menyentuh langsung sumber air hangat di sela bebatuan pinggir
pantai. Bisa jadi sumber air panas di bebatuan itulah yang membuat biaya masuk
ke Pantai Wartawan cukup tinggi untuk ukuran pantai yang menurut saya biasa
saja. Terlebih pembangunan kawasan pantai yang tidak dipelihara dengan baik.
Terlihat dari gapura yang rapuh, kamar bilas dan toilet yang sudah rusak parah
termasuk masalah kebersihan pantai yang tidak terjaga. Sampah dimana-mana. Huhft.!
Dua bujang yang bergabung dengan anak anak sebaya mereka menuju bebatuan sumber air panas. |
BERTEMU RADIN INTEN II.
Tak begitu lama
kami menghabiskan waktu di kawasan pantai Wartawan. Mengingat tujuan utama
adalah keingintahuan makam Raden Intan II. Sebuah tujuan yang disepakati sejak
debat kecil seputar patung di pinggir jalan.
kondisi jalan yang baik dengan penunjukk arah menuju makam Radin Inten II di desa Gayam. |
Lebih kurang 45
menit berkendara dari pantai Wartawan, kami tiba di makam Raden Intan II.
Terletak di desa Gayam kecamatan Penengahan – Lampung Selatan. Akses menuju
makam Raden Intan II pun tidak terlalu sulit. Ada penunjuk arah yang jelas dan jalan pedesaan
yang mulus. Hanya saja tak ada kendaraan umum menuju makam. Letak makam yang persis
di pinggir jalan pun memudahkan pencarian. Segera kami memasuki area makam
setelah memarkirkan kendaraan di halaman parkir yang luas. Gapura masuk tertata
apik dengan sajian diorama di kanan dan kiri dinding gapura. Patung sosok Raden
Intan II berdiri gagah menyambut kedatangan pengunjung tak jauh dari pintu
masuk.
Bagian depan Makam Radin Inten II |
Hamparan taman
berisi aneka tanaman dan bunga bunga daerah tropis langsung terlihat ketika
masuk dibagian dalam. Tak ada pengunjung lain selain kami. Pukul 13.45 kala
itu. Saya segera menuju sebuah makam yang terlihat tepat berada di bagian atas
sebuah gundukan tanah tinggi yang belakangan saya tahu gundukan tanah itu
merupakan sebuah benteng. Dari makam yang terpelihara rapih dan bersih itu,
saya dan anak istri pun langsung paham bahwa penulisan nama yang benar adalah ;
RADIN INTEN II. Nampak dari batu nisan dan penjelasan prasasti peresmian makam.
Anak anak melihat langsung makam Radin Inten II |
Cukup lama kami
menikmati moment di kawasan makam Radin Inten II. Selain bermain di taman yang
sangat asri dengan pepohonan rimbun dan ragam bunga khas daerah tropis. Kami
pun menghabiskan waktu disebuah bangunan rumah di dalam kawasan makam yang mengetengahkan
beberapa benda bersejarah yang konon merupakan benda benda yang digunakan oleh
Radin Inten II semasa hidupnya. Anak Anak saya tampak serius memandangi benda
benda bersejarah tersebut. Termasuk silsilah keluarga Radin Inten yang tertulis
jelas dan terpajang di salah satu dinding dekat lemari berisi benda benda kuno.
Abang dan Koko memang menyukai sejarah dan benda benda langka atau purbakala.
Sayang tak ada penjaga di dalam bangunan rumah yang bisa saya tanyai banyak hal
seputar Radin Inten II dan kawasan makam.
Nampak posisi Makam Parin Inten II di bagian atas tanah gundukan di area taman makam. |
Tak terasa pukul
16.40 WIB. Saya sekeluarga bergegas
kembali pulang. Ulasan makam Radin Inten II kelak akan saya tuturkan dalam
ulasan tersendiri.
Setidaknya
penasaran akan Radin Inten terbayar lunas. Wajah senang tergambar jelas.
Terlebih saya yang akhirnya dapat menemukan rute dan lokasi menuju makam Radin
Inten II dengan cara nekat dan metode bertanya tanya pada beberapa warga di desa
yang kami lalui. Sebelum melaju ke Bandar Lampung, tak lupa kami membeli
kembali beragam jenis makanan dan minuman di pusat kota Kalianda sebagai bekal dalam perjalanan
kembali pulang ke Bandar Lampung. Plus otak otak khas Kalianda yang terkenal
kelezatannya tersebut.
Anak anak antusias melihat benda benda penginggalan masa Radin Inten II |
Beruntung
perjalanan lancar. Sejak keberangkatan menuju Lampung Selatan hingga kembali
lagi ke Bandar Lampung. Selama perjalanan pulang wajah wajah lelah menghias
anak anak. Ucapan senang pun terlontar dari mulut bujang dan gadis kesayangan. Ayah
Bunda pun semakin senang. Mereka bagai sedang mengalami belajar sejarah secara
langsung. Di tengah kemudi menuju Bandar Lampung, tiba tiba saya mencium aroma
tak sedap. Bukan aroma durian atau nangka besar yang masih utuh di bagasi
mobil. Tapi aroma pesing dibagian kiri kemudi. Ternyata anak gadis ngompol dengan kondisi masih tertidur
pulas. Saya yang mengetahui sumber aroma tak sedap itu langsung memberitahu
istri yang kemudian tertawa mengetahui kelakukan anak gadis. Dengan tetap fokus
mengemudikan kendara, saya melihat istri
mengelap genangan air pipis anak gadis dengan koran hingga kering dan
bersih. Dan kemudian melepas jilbabnya
untuk membungkus tubuh anak gadis yang seluruh baju dan celananya basah karena
pipis. Hahahahha.
Sungguh
perjalanan keluarga yang berkesan.
Sangat implusif dan spontanitas hahaha, hanya karena celetukan di jalan eh tahu-tahu langsung melipir ke makan Ratu Intan.
BalasHapusTunggu aja bang, besok-besok anaknya bilang, "Jalan tol Lampung Palembang yang lagi dibangun mana Yah?"
Toeeng tahu-tahu sudah sampe Palembang :D
hahahahahahhaha....benar. kemarin kebetulan ada waktu makanya langsung saja di wujudkan.... sebenarnya mereka sudah ngajakin mau ke Palembang karena mau merasakan naik kereta. hahahahha...tapi belum ada waktu yang pas ajaa.... harus benar benar luang pas bapake gak ada Job manggung atau kerjaan lainnya.
HapusDitunggu bang, nginep di rumah juga boleh. Hahaha aku juga baru ngerasain naik kereta usia 20-an tahun, ampun dah.
BalasHapusSiap siap broohhh.... Kalo ke Palembang pasti ngabari. Heeheh
BalasHapusAku berkaca-kaca melihat foto ibu yang membilas anaknya dengan air mineral itu, Kakak. Ingat ibuku. Dan juga ingat pengalamanku sendiri saat anak-anak masih kecil. Duh, kok cepat banget momen itu berlalu dari hidupku yah..
BalasHapusHehehehehehhe ia mba, memang moment kebersamaan itu kelak Akan selalu di rindu. Aku ketika mem-photo moment itu juga ingat almarumah Mama.:(
Hapusrasanya akan menarik dan enak kita makan durian di pantai
BalasHapuskatanya di lampung engga ada tempat liburan menarik, posting ini menunjukan sebalikknya
terima kasih brother Jarwadi MJ. Saya sebagai orang yang lahir di Lampung dan mencari penghidupan di Lampung punya kewajiban juga untuk mempromosikan Lampung melalui kisah yang saya alami sendiri. Semoga bermanfaat dan informatif.
Hapus