Tugu Kayu Aro - Landscape menarik di tengah pasar Liwa - Lampung Barat |
Rencana
yang telah disusun untuk siap jam 6 pagi hanyalah sebuah wacana.
Nyatanya,
saya dan semua rombongan baru meninggalkan hotel pada pukul 7.30 pagi. Itupun
sudah bercampur komando ligat dari mba Dewi. Saya termasuk yang bangun
kesiangan. Hahahah. Sungguh saya mengalami tidur pulas sepanjang
malam.
Pagi
ini, giliran bang Decky yang mengendalikan kendaraan menuju lokasi perayaan
pernikahan Ryan. Selama perjalanan kami mencari kue Serabi khas Krui yang pada
akhirnya tidak juga kami dapatkan. Untunglah beberapa dari kami mengganjal
perut dengan seduhan pop mie. Tidak
dengan saya. Karena saya tidak suka mie
instan dipagi hari.
Lokasi
tujuan kami pagi itu adalah pekon (desa) Bandar Pugung kecamatan Lemong
kabupaten Pesisir Barat. Sepanjang perjalanan pemandangan pedesaan yang khas,
asri dan bersinggungan dengan garis pantai tampak indah di pelupuk mata.
Sesekali kami melihat aktivitas masyarakat yang juga begitu khas. Meski hari
Sabtu, beberapa masyarakat tampak menjalankan aktivitas berkebun mereka. Panjang
lebar kami membahas ragam topik pembicaraan bukan hanya bertujuan mengisi
suasana kebersamaan kala pagi tetapi lebih pada menghibur diri, mengingat tujuan
yang hendak kami capai tak juga kunjung tiba. Setiap personal di dalam
kendaraan mulai cemas, apakah rute yang
kami tempuh salah. Meski terkadang ada keyakinan bahwa jalan yang kami lalui
adalah rute yang benar. Pekon atau desa Bandar Pugung merupakan desa yang cukup
ujung dalam kecamatan Lemong – Pesisir Barat – Lampung. Dengan kondisi jalan
berliku dan bersinggungan dengan kawasan hutan dan hamparan perkebunan selain
desa desa yang berdekatan.
Sempat
bertanya pada beberapa warga, bahkan sempat bertemu dengan suasana perayaan
pernikahan pihak lain. Termasuk menduga jemuran selimut bermotif bunga
merupakan papan bunga layaknya papan ucapan
pernikahan. Hah!!! Maklum efek mata masih ngantuk.
Akhirnya
kami tiba di lokasi perayaan pernikahan Ryan.
Kami merasakan sambutan hangat dari segenap keluarga Ryan. Sebuah
penyambutan masyarakat Lampung yang khas. Sesaat saya dibuat takjub dengan
hiasan acara pernikahan yang begitu tradisional. Setelah mengabadikan bentuk
bentuk dekorasi yang unik dan khas Lampung pesisir. Bertindak sebagai pembawa
acara, saya kemudian bergegas berkoordinasi dengan beberapa pihak keluarga Ryan
untuk susunan acara pernikahan yang sesaat lagi akan berlangsung.
Narsis Sesaat di belakang rumah Ryan - Pekon Pugung - Lemong - Pesisir Barat. |
***
Suasana
pernikahan yang berkesan. Khas Lampung Saibatin. Bercampur suasana meriah dan
kehadiran tetamu yang tak bisa dibilang sedikit. Bahkan rekan rekan kampus UTB
dimana Ryan berkuliah dan berkarier turut hadir dalam kebahagiaan Ryan dan Diar
– istrinya. Bahkan jajaran mahasiswa Ryan pun turut hadir merayakan kebahagiaan
sepanjang siang tersebut – wajarlah, jika mahasiswa bimbingan tidak hadir di
moment berharga sang dosen jangan harap bisa dapat nilai memuaskan. Hahahahahhaa.
Bersiap memandu resepsi pernikahan Ryan dan Diar. |
Pelaminan khas dengan pengantin berbusana pengantin Lampung Pesisir. |
Tugas
saya memandu acara resepsi pernikahan Ryan dan Diar tuntas terlaksana.
Berkenalan dengan biduan berbusana hijau nan aduhai lengkap dengan ‘sumpalan’ seolah menggenapi
kumpulan kisah seru sepanjang perjalanan. Sungguh sebuah perhelatan yang khas
dan meriah.
Selesai
santap siang dan photo photo, kami bergegas pamit pada sang pemilik acara.
Beberapa pihak harus segera kembali ke Bandar Lampung – begitupun saya yang
telah terikat pada jadwal pada minggu pagi esok.
Selama
perjalanan pulang, kami sempat singgah di beberapa spot wisata menarik. Salah
satunya kawasan pekon (desa) Kota Karang – sebuah desa yang bersinggungan
langsung dengan garis pantai. Pesona Batu Tihang yang menjulang menjadi incaran
pengambilan photo dan video kami siang itu.
Ide
mba Dewi lah yang kemudian mengubah laju kendaraan tidak melalui rute
perjalanan pulang seperti rencana semula, tetapi malah melaju melalui rute
kabupaten Lampung Barat.
Liwa
adalah tujuan persinggahan kami selanjutnya.
Kondisi
tempuh berkelok dari Krui ke Liwa di tambah kontur jalan yang bersinggungan
langsung dengan jurang dan rimbunnya pepohonan tak menyurutkan semangat jiwa
petualang kami, meski sepanjang perjalanan isi pembicaraan seputar berita artis
artis ibukota merebak. Sosok mendesah gatal haus belaian – masuk setengah,
hingga lantunan merdu nan khas dari sosok Patin yang menggemaskan. Semua adalah
kelakar saya dan rekan rekan dalam kendaraan – membunuh sepi dalam perjalanan.
Pukul
15.30 WIB kami tiba di pasar Liwa dengan mendung menggulung tebal. Suasana lengang saat itu. Beberapa bangunan dan Tugu
kayu Aro menghipnotis kami untuk berphoto.
Puas
bernarsis diri di tengah pasar Liwa termasuk menunaikan Azhar di masjid depan
Tugu Kayu Aro kami melanjutkan perjalanan ke Fajar Bulan. Kediaman bang Edward
– sohib mba Dewi adalah tujuan persinggahan kami selanjutnya. Lumayan, bisa
beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan sambil ngopi dan makan
gratis. Hahahah.
Benar
saja, sesampainya kami di kediaman bang Edward telah tersaji hidangan makan
berat lengkap dengan lauk pauk lezat. Hhhmmm….
Tanpa banyak basa basi kami langsung menyerbu apa yang tersaji. Mba Dewi pun
tampak lahap menyantap hidangan persembahan bang Edward. Makanan datang tepat
disaat lapar melanda. Klop.!!!.
Bahagianya wajah kami di jamu oleh bang Edward. Terima kasih banyak bang Edward. |
Seusai
menyeruput kopi hangat persembahan bang Edward dan tak lupa menunaikan maghrib
bersama, kami pun melanjutkan perjalanan. Jarak dari Fajar Bulan – Lampung Baret
menuju Bandar Lampung masih lebih kurang 5 jam. Sungguh baik bang Edward.
Mengerti betul ia akan para musafir yang lapar dan haus seperti kami, hahahha. Thanks Bang Edward.
Kondisi
jalan yang berkelok sepanjang keluar wilayah Lampung Barat, disertai hujan
lebat mengiringi rute kembali kami. Beberapa ruas jalan berlubang mengganggu
perjalanan malam kami. Bang Imron
memegang kendali kendaraan malam itu. Beberapa kali mba Dewi kesal dengan
kondisi jalan termasuk si pengatur laju kendaraan ketika mobil menghantam
lubang lubang yang terasa rapat selepas kawasan Bukit Kemuning menuju Kota
Bumi.
Kami
sempat singgah di Kota Bumi untuk menjajal kenikmatan bakso setelah mendatangi
beberapa kedai bakso yang tutup. Hangat kuah bakso menyemarakkan perayaan malam
minggu kami dalam perjalanan.
Suasana mobil dalam perjalana pulang. |
Sungguh
suatu perjalanan yang berkesan. Bertujuan menghadiri perayaan pernikahan Ryan
dengan suasana pelesiran yang dominan. Maklum, rombongan satu mobil hobi jalan
jalan semua. Tidaklah lelah dirasa, karena sepanjang perjalanan selalu ada saja
yang bercerita dan kemudian memancing gelak tawa. Rute memutar khas petualang
telah kami lakukan. Bermula dari Bandar Lampung melalui kabupaten Pesawaran –
Pringsewu – Tanggamus – Pesisir Barat – Lampung Barat – Lampung Utara – Lampung
Tengah – Lampung Selatan dan tiba dengan selamat kembali di Bandar Lampung.
Alhamdulilah.
Terima
kasih semua team satu mobil yang super kece – mba Dewi, mba Rara, bang Imron,
bang Decky, Ilham dan Lucky. Salam Chebok, Cucuk, Mendesah-desah tanpa Kampak yaa.
terimakasih buat kesediaan teman2 semua yang sudah menyempatkan diri untuk mampir. lain kesempatan jangan sungkan utk mampir2 lagi yaa....
BalasHapusSenang rasanya bisa menjamu teman2 semua, terimakasih juga sudah menyempatkan untuk mampir. lain kesempatan main2 lagi ke lampung barat ya...
BalasHapusYeeeyyyyy Terima kasih banyak Abang Edward atas kebaikan Abang menerima Kami. Jangan lupa Kalo wedding Nanti libatkan saya lagi yaaaa heheheheheh
HapusSeru banget, menghadiri resepsi pernikahan sambil jalan2 di Pesisir Barat.
BalasHapus*Ngebayangin seruput kopi lampung hangat di Fajar Bulan...
Betul oom Aku juga Masih kebayang Enaknya Kemarin itu... Kapan kapan Kita ke Lampung Barat Bareng yaa Oom heheeheh
Hapus