jajaran rapih rumah masyarakat desa Rangai |
Terkadang
hal hal menarik itu justru datang dari suasana ala kadarnya, natural tanpa
rekayasa serta sikap terbuka tanpa perlu ber-drama. Begitulah kiranya yang
terjadi siang itu. Sebagai pengantar barang atas perintah bapak mertua, saya
kembali menemukan suasana menarik kala melalui jalan lintas Soekarno Hatta. Selepas
perbatasan kawasan kota Bandar Lampung, persisnya di desa Rangai - Tri Tunggal
kecamatan Katibung kabupaten Lampung Selatan.
Sebagai kawasan Lampung Selatan
yang cukup dekat dengan pusat kota Bandar Lampung yang kerap di sebut Ketibung
inipun memiliki dermaga nelayan yang cukup besar. Bahkan sebagai dermaga yang
menampung hasil tangkapan nelayan, kawasan ini juga memiliki pasar ikan yang cukup besar. Tak kalah besar dan ramai dengan tempat pelelangan ikan
Lempasing di ujung kawasan Teluk Betung Timur – Bandar Lampung. Bentangan garis pesisir Teluk Lampung sungguh memesona untuk disimak.
Dermaga Rangai |
Beranjak
tengah siang, panas semakin terik, baik suasana pasar maupun pelelangan ikan di
dermaga Rangai nampak lengang. Tak ada pengunjung yang melakukan transaksi jual
beli. Hanya beberapa penduduk yang sedang melaksanakan aktivitas hariannya.
Diantara
perahu perahu yang tertata rapih, saya melihat barisan rumah panggung khas para
penduduk pesisir yang sangat bersinggungan dengan bibir pantai. Sama dengan
kondisi di setiap kawasan masyarakat pesisir. Tak pernah bosan menatap hamparan laut.
Terlebih gugusan Pulau Condong yang dapat dengan mudah diakses dari Pantai
Pulau pasair atau Pasir Putih yang letaknya tak jauh dari letak dermaga Rangai.
Pria pria paruh baya tampak tenggelam dalam kesibukan mengecek kondisi kapal
mereka. Ibu ibu rumah tangga pun terlihat melakukan rutinitas mereka, mulai
dari mencuci pakaian, meracik masakan untuk keluarga di dapur yang langsung
menghadirkan bentangan air laut. Dibeberapa bagian ada pula ibu ibu yang tengah
menyiangi ikan ikan yang ia beli dari nelayan di dermaga. Ikan ikan tersebut
kelak akan ia jemur dan asini sebelum dijemur dan kemudian dijual kala telah
berubah wujud menjadi ikan asin ala industri rumahan.
Ibu pengolah ikan asin |
Ikan yang telah dibersihkan lalu dijemur. |
Ikan asin olahan rumah tangga di jual di pasar pinggir dermaga |
Yang juga
tak kalah menyenangkan dalam pandangan saya siang itu adalah suasana bermain
anak anak dibeberapa bagian dermaga. Diantara anak anak yang kembali dari
sekolah tampak sekumpulan anak bermain dengan mainan khas anak anak desa ; main
kelereng, lompat tali hingga petak umpet. Tanpa gadget ataupun mainan canggih
lainnya layaknya anak perkotaan.
Barak jual beli ikan di dermaga Rangai |
“Sebenarnya, dermaga Rangai rame pas
pagi dan sore hari, yaa… saat nelayan kembali dari melaut pasti ramai, pedagang
di pasar sini juga menjual ikan dari hasil para nelayan itu.” penjelasan seorang ibu yang sedang
mengolah ikan segar ketika saya tanyai tentang dermaga Rangai yang kala itu
nampak lengang.
Suasana dermaga yang bersih dan rapih |
Sembari
berbincang dengan beberapa ibu ibu yang sedang beraktivitas di pasar ikan, saya
juga menikmati suasana kampung nelayan dengan rumah rumah panggung berjajar
rapih. Sangat kontras dengan jajaran perahu nelayan yang bersandar di dermaga.
Bagi saya,
menyaksikan kehidupan harmonis masyarakat desa Rangai bagai melihat keindahan
hidup dalam kesederhanaan. Terlebih cara mereka menyambut saya, keterbukaan
mereka akan pertanyaan pertanyaan yang saya ajukan merupakan bukti nyata bahwa mereka
berkenan menerima kehadiran pendatang. Sungguh bagai inspirasi kehidupan yang
saya dapat tanpa perlu membayar mahal. Cukuplah memesan secangkir kopi dengan
gorengan, lalu mengajak bincang ibu ibu pekerja rumahan maka semangat jiwa kembali
membara. Masih pantaskah mengeluh akan hidup ?, jika para nelayan yang
menghidupi diri dan anak istri mereka saja harus berjuang sekuat tenaga melawan
terpaan ombak laut agar terus dapat bertahan hidup.
kapan2 kita coba datang pas subuh yuuk, mungkin lagi ramai2nya nelayan kembali.
BalasHapussiap Oom... kita jadwalkan dulu LamTim itu heheheheh
HapusRumah yang berjajar itu cantik, ndra. View ke arah Pulau Condongnya juga. Jadi ingat pelabuhan ikan Tanggamus, pasti ramai kalau pas nelayan nurunin tangkapan.
BalasHapusIa mba. Aku menikmati nongkrong disitu Sayang Aku dateng siang bolong saat sedang Tak Ada aktivitas di dermaga. Next lah dijadwalkan lagi
HapusKakak, engkau semakin keren. Menangkap momen lalu menceritakannya dengan enak. Bravo. Aku menikmati membaca pebemuan kampung nelayan ini. Walau pas sedang sepi tapi kehidupan di dalamnya terasa kok
BalasHapusaaahhh si mbak bisa ajaaaa...kan aku belajar dari dikau mba....masih belajar pingin layout blog nya se kece mbaaaa ehhehehehe.
Hapusbtw, saya mah kalo jalan dikit ada yang menarik di tulis (akibat gak pernah keluar kota) hahahaha
Makasih sudah mengangkat tema tempat kelahiran ku.
BalasHapusTulisannya mempresentasikan keadaan yang sebenarnya, terus berkarya, terimakasih sudah menulis tentang daerah asal dan kampung kelahiran saya.
BalasHapus