Tampilan Gunung Anak Krakatau dari kejauhan |
Rasa
lega langsung terasa ketika melihat gugusan Gunung Anak Krakatau dari kejauhan.
Bagai berhari-hari tak melihat daratan. –
atau bagai berminggu-minggu gak ketemu gebetan, eeaaa..!
Meski
keinginan menapakkan kaki di Gunung Anak Krakatau masih butuh puluhan menit
lagi, tapi setidaknya pelayaran panjang 4 jam dengan kapal kayu lengkap dengan
goyang dombret ombak nan aduhai dapat kami sudahi.
Nah,
karena pelayaran kami 4 jam, tentu saja kapal kapal warga kasta Brahmana sudah
jauh lebih dulu berada di Gunung Anak Krakatau, karena jarak tempuh yang mereka
butuhkan hanya 2,5 jam. Mereka, – para penumpang kapal kasta Brahmana itu, terlihat tengah selonjoran manja setelah mendaki – entah mendaki, entah nggak!!.
Beberapa kru EO terlihat sedang asik berkumpul dan berkicau seru tentang
pengalaman pelayaran mereka. Kami yang baru datang juga tidak butuh disambut
dengan tari hula hula atau karpet merah. Beberapa dari kami ada yang langsung
ke kamar mandi, ada juga yang langsung Shalat. Saya lebih memilih merabahkan
diri dahulu pada bale bale beralas
karpet. Saya, yang sekuat tenaga menahan muntah selama dalam pelayaran. Perih
rasanya perut digoyang ombak besar. Lebih
perih dari ditinggal mantan Nikah!. Tapi lebih perih lagi, Oom Yopie,
Maman, Yayan, Arie dan Hari JT yang tidak kebagian nasi kotak selama dalam
pelayaran. Jatah makan kurang 5 kotak
dikarenakan ada penambahan penumpang – begitu alasan si mba dari kru EO. – tapi kru EO yang ikutserta bersama kami di
kapal kayu kebagian nasi semua. Mendahulukan EO lebih penting daripada
mendahulukan peserta!, tahu kenapa?, karena peserta tetap tidak akan Mati meski
digulung ombak samudera apalagi soal tidak makan siang selama pelayaran!!.
Santai aja Shaaaiii.
Lapor
pada EO soal belum kebagian nasi kotak dalam pelayaran bukan berarti Oom Yopie dan
kawan kawan langsung dapat, tetap harus menunggu. – akan disiapkan dahulu –
begitu kata si mba EO yang stylish
menjelaskan.
Karena
menyiapkan makanan untuk 5 orang tidaklah sebentar, - apalagi di sekitar lokasi gak ada rumah makan atau warung cepat saji. Oom
Yo memutuskan mengajak kami untuk mendaki Gunung Anak Krakatau.
Pendakian
pun dimulai.
Yayan - tetap semangat mendaki meski perut belum terisi. LAVAR. |
Tetap menikmati moment pendakian |
Saya
tahu rasanya mendaki sambil menahan lapar plus menahan rasa mual akibat
guncangan ombak tidaklah mudah. Saya pernah mengalaminya di pendakian pertama
pada 2013. – tapi waktu tahun 2013 saya
ke Gunung Anak Krakatau atas upaya sendiri, tidak pakai EO yaa. Selama pendakian berlangsung kami masih
melakukan senda gurau dan penuturan cerita cerita konyol sampai gerakan joget ala agnes monica hingga goyang india. – upaya menghibur diri sendiri, hehehe.
Pendakian
ke bagian atas Gunung Anak Krakatau tidaklah terlampau sulit. Hanya harus
pandai mengatur ritme nafas dan langkah saja. Kontur tanah kering dan bercampur
pasir adalah medan terjal yang harus dilalui lengkap dengan kondisi menanjak
pegunungan yang cukup menguras tenaga. Oom Yopie memutuskan berhenti di tempat
peristirahatan pertama, tepat pada bagian pepohonan pinus. Pastilah rasa lapar
yang membuat Oom Yopie tak menuntaskan
pendakian. Rekan pria lainnya, Yayan, Hari JT, Arie dan Maman bersama saya dan
mba Lina sampai pada bagian atas Gunung Anak Krakatau. Hahh!! Puas rasanya bisa menaklukkan perjalanan dengan tiba di
bagian atas gunung. Terlebih bentangan indah menyenangkan hati dan pandangan.
Terbayar rasanya lelah pendakian setelah melihat pesona alam yang menakjubkan
disekitar bagian atas Gunung Anak Krakatau. Meski rasa lapar rekan rekan saya
tentu tetap terasa. Suasana bagian atas gunung tidaklah seramai yang pernah
terjadi pada saya dipendakian sebelumnya. Sepertinya memang hanya Tour Krakatau
tahun 2014 yang menghadirkan peserta Tour paling ramai dan super seru.
Photo bareng dengan mas Adis +Adis Takdos dkk. |
Mengabadikan
moment dengan berphoto bersama dan narsis diri dengan berlatar belakang segala
penjuru di atas Gunung Anak Krakatau tentu tidak terlewatkan. Meski tiba tiba
suara pengeras memanggil manggil kami semua yang berada di atas Gunung Anak
Krakatau untuk segera turun karena akan segera kembali ke Bandar Lampung. EO aneh!!. Rombongan kasta Brahmana
tentu saja bisa pulang karena telah lebih dahulu datang, lha kami??? – rombongan kasta Teri yang terombang ambing di perahu
Kayu reot yang baru datang harus segera pulang?!!. Saya dan rekan rekan termasuk
mba Lina yang sedang di bagian atas gunung bergegas turun bersama beberapa
penumpang dari kapal kasta Brahmana. Termasuk mas Adis @Takdos dan rekan
rekannya.
posko di lereng Gunung Anak Krakatau |
Sampai
di bagian lereng gunung, EO mempersilakan Oom Yopie dan rekan rekan pria yang
belum makan untuk makan terlebih dahulu. Ternyata dapur posko yang memproduksi
makanan untuk Oom Yopie dan 4 rekan pria lainnya. Sayapun sempat membuat 2 gelas teh hangat dan 2 gelas kopi di dapur posko.
Di
bagian lain, penumpang kapal kasta Brahmana beramburan menuju kapal. Mba Rien (@Travelerien) sempat ingin ikut serta dan
meminta rombongan kami dapat masuk kedalam kapal mewah berwarna putih pualam
itu. Tapi mba EO yang modis menyampaikan muatan sudah penuh. Tapi anehnya 2
Juri Lomba Blog lengkap dengan genk
mereka diperkenankan masuk kedalam kapal kasta Brahmana itu. Jika memang
kapasitas kapal kasta Brahmana sudah penuh mengapa 2 juri Lomba Blog dan team mereka bisa masuk?!.
Apapun yang terjadi mari abadikan moment dengan photo bareng. |
Di
sinilah kisah perjuangan kelas teri dimulai!!.
Keinginan
untuk pindah kapal pada rute pulang sebenarnya telah dibicarakan Oom Yopie pada pihak EO sebelum kami mendaki Gunung
Anak Krakatau. Tetapi pihak EO – juru bicaranya si Mbak EO yang tampilannya gaul abis itu
menyampaikan kapasitas kapal besar telah penuh. – tapi kenapa 2 juri dan teamnya bisa masuk?! Kenapa?!. Apakah saya dan
team ini tak pantas masuk ke kapal besar itu?. Aargghhhhh…
Sudahlah!.
Biarkan saja. paling tidak kami tetap pulang ke Bandar Lampung – meski
terbayang bahwa akan mengarungi samudera dengan kapal kayu itu lagi.
PERJUANGAN HIDUP PARA TKI SELUNDUPAN
Senja
perlahan datang. Pukul 16.00 WIB kala itu. Dengan menguatkan semangat, saya dan
rekan rekan menghibur diri untuk kembali ke Bandar Lampung dengan jenis
pelayaran yang sama seperti saat kedatangan. Dari jauh, rombongan EO – termasuk
mba mba bergaya metropolitan naik kapal polisi air dengan cantiknya – bagai bintang Hollywood yang hendak menghadiri
Festival Film Cannes!!. Anggun memesona, tanpa ada kecemasan apakah peserta
yang naik kapal kayu dapat kembali selamat tanpa life jacket?!. Aaahh..Bodo
Amat.!!!.
Dari kapal Kayu - saya mengabadikan moment Para kru EO dkk dijemput menuju kapal besar Kasta Brahmana |
Nih Kapal yang di tumpangi EO dkk menuju Sari Ringgung |
Perlahan-lahan
kapal polisi air terakhir yang di tumpangi EO ibukota itu menghilang dari pandangan.
Pupuslah harapan kami untuk dapat diikutsertakan dalam kapal kasta Brahmana. Diatas
kapal kayu, kami masih bersuka-cita ketika melihat bentangan alam yang
menyajikan matahari tenggelam dengan gumpalan awan menghitam dibeberapa sisi
kiri dan kanannya.
Aaahh…malam akan segera datang.
Tergambarlah pelayaran dikala malam.
Saya,
mba Dian, Maman, Mba Ross, dan Mba Rien memutuskan untuk menikmati suasana
senja diatap kapal kayu sambil berphoto bersama – sebagai cara menghibur diri. Ada tiga pria utusan EO yang
mendamping kami dalam pelayaran. – hhmm…..mungkin
3 lelaki muda utusan EO itu bisa menyelamatkan kami jika ombak meluluhlantakkan
kapal kayu beserta isinya. Atau bisa
jadi 3 pria muda itu lebih berperan penting ketimbang Life Jacket!!.
Photo seolah bahagia kala perjalanan pulang ke dermaga Sari Ringgung. photo by +yopie franz |
Kenyamanan
merebahkan diri kala senja pada bagian atap kapal kayu tiba tiba terganggu
ketika rintik hujan datang. Mulanya saya fikir hanya rintik biasa. Ternyata
menjadi hujan lebat menyapa. Jadilah saya dan semua yang berada di atas atap
kapal berpindah pada bagian dalam badan kapal. Suasana semakin tak karuan.
Ombak begitu lentur menggoyang kapal. – mengalahkan
lenturnya goyang INUL!!. Terlebih hujan turun semakin deras, sangat deras!.
Saya memutuskan untuk tidak terlelap. Seketika
fikiran saya berkecamuk antara takut dan mulai memikirkan apa yang akan saya
lakukan jika kapal ini terbalik dan tenggelam!!. Saya sempat memastikan mas
Heri JT yang ada di samping saya bisa berenang dengan baik. “mas
kalau terjadi apa apa dengan kapal ini, tolong bantu saya yaa Mas, saya nggak bisa berenang”. – begitulah
pinta saya pada mas Heri JT yang dibalasnya dengan anggukan kepala. Seisi badan
kapal seketika hening. Tidak ada lagi percakapan apalagi senda gurau. Masing
masing mensiagakan diri. Memegang tas, alat kamera dan benda berharga lainnya.
Tatapan lurus kedepan tanpa senyuman. Hilanglah ekspresi dan gaya ceria seperti
ketika hendak di photo. Semua tiba – tiba hikmat. Saya yang biasa bercanda
seketika tegang, ketika air hujan masuk
ke bagian dalam badan kapal melalui jendela. Para awak kapal dibantu 3 lelaki
muda utusan EO berbenah menutup lubang jendela termasuk mas Heri dan Oom Yopie
yang turut sigap menutup beberapa lubang jendela. Hujan deras, ombak semakin besar, perut seolah
di blender – teraduk aduk, badan
terpuntal puntal, bergeser kesana kemari ditambah penerangan yang minim.
Beberapa rekan ada yang terlihat berupaya merebahkan diri dengan menekuk kaki
dan menggenggam perabotan pribadi masing masing. – Dalam gelap, hujan deras dan
goyangan ombak saya berdoa, membaca barisan ayat yang kiranya didengarkan sang
pencipta. Sungguh saya mengharap belas kasih sang Maha Kuasa. Berilah kami
kelancaran dalam pelayaran. Jikapun harus melalui semua ini, kami ikhlas ini
semua sebagai suratan nasib. Bagai nasib yang harus kami terima sebagai
penumpang kapal kayu kelas teri kasta anak tiri.
hanya satu lampu inilah yang ada di dalam badan kapal. ROMANTIS yaaa... gambar blur dari Ponsel murahan saya. |
Para TKI Selundupan. |
Dalam
temaram malam, satu persatu wajah rekan rekan saya pandangi. Merekalah pribadi
pribadi baik yang akan bertutur soal keindahan potensi wisata Lampung yang
secara resmi di undang Dinas Pariwisata Lampung dalam gelaran Lampung Krakatau
Festival 2016. Kasihan mereka harus mengalami peristiwa menegangkan ini. Lebih
menegangkan dari film horror apapun yang pernah dibuat dimuka bumi!!!. Kamu tahu?, jika kerasukan Setan, masih bisa
disembuhkan oleh Mbah Dukun, tapi jika ditelan ombak? Ada yang bisa jamin akan
tetap hidup??. EO bisa jamin??!!. CHEBOXXX.!!!.
Ombak
mulai bersahabat, hujan perlahan mereda. Sepertinya sang pencipta mendengar
lantunan ayat pengharap selamat yang diam diam kami panjatkan dalam hati secara
berjamaah. Saya yakin tak hanya saya yang merasa takut. Dalam rangka event
tahunan – perjalanan mengarungi lautan tanpa life
jacket atau jaminan keselamatan lainnya. Bisa jadi ini makna dari kata ‘JELAJAH KRAKATAU’. Saya dan rekan rekan
yang khusus di kapal kayu diberi suasana yang benar benar JELAJAH!!!.
Kapal
kayu terus bergerak. Sesekali awak kapal memastikan bahan bakar. Jendela
jendela dibuka kembali. Meski tetap saja suasana gelap, hembusan angin dan
hamparan laut menjadi hiasan di bagian luar kapal. – diam diam saya berfikir seandainya ada penerangan jalan, toko jual beli
makanan ringan atau pasar terapung di jalur yang kami lalui, tentu lebih
menyenangkan. Aaahhh.. hayalan memang selalu melebihi dari kenyataan.
Ekspektasi naik kapal pesiar malah dapat kapal kayu kelas nelayan yang nyaris buyar!!.
Saya
sontak sumringah ketika melihat titik titik cahaya berpendar dari kejauhan.
Peradaban menghampiri. Kami bertemu BUMI.!!! Bukankah itu harapan yang paling
membahagiakan dibanding rasa lapar sepanjang petang?!. Sepertinya Tuhan menuntun kami kembali
kedaratan. Dermaga Sari Ringgung tentu mengharap kedatangan kami kembali. Meski
ternyata kami harus menerima kenyataan bahwa kapal yang kami tumpangi mogok
ditengah lautan. Entah apa alasannya. Pak sopir kapal kayu tak dapat menjelaskan. Ia hanya bersuara lantang dengan
memerintahkan rekan rekannya melakukan sesuatu. Fikiran saya kembali kacau.
Perut lapar semakin tegang. – sama
tegangnya ketika menemani persalinan istri!!. Berasa dalam ambang
ketidakjelasan. Antara hidup dan mati!!. Ditengah upaya keras awak kapal kayu
membenahi hambatan, tiba tiba perahu kecil menghampiri – yang ternyata memang ditugaskan menjemput kami di tengah perarian.
Bagai sekelompok manusia yang hilang. Satu persatu dari kami berpindah, dari
kapal Kayu yang kami tumpangi ke kapal nelayan kecil. Melalui jendela kapal
Kayu kami saling membantu pemindahan setiap rekan rekan satu kapal. Sekilas,
suasana pemindahan saya rekan rekan mirip TKI selundupan yang dijegat ditengah
perbatasan perairan karena memasuki wilayah negara lain tanpa izin. Hah!!
Butuh
50 menit berlayar dengan kapal nelayan dari titik henti kapal kayu yang kami
tumpangi dari Gunung Anak Krakatau. Tak ada percakapan selama menuju dermaga
Sari Ringgung. Meski sang pemandu kapal mengeluarkan celetukan celetukan yang
menambah beban kepala dan beban lapar. –
Ngeganggu banged tuh si Bapak!. Orang
sedang berjuang antara hidup dan mati, eh dia sempet sempetnya menawarkan kami
singgah di pantai Pahawang!!. GILO.!!.
Pukul
22.15 WIB kami semua selamat tiba di dermaga Sari Ringgung. – yang harusnya dijadwal pukul 18.00 WIB –
Rundonw GILO.!!! Tersisa 1 bis yang
nantinya akan mengantarkan kami ke Bandar Lampung. Para warga kasta Brahmana
tentu telah terlelap dalam mimpi indah dengan postingan photo photo keren di
akun sosmed mereka.
Beberapa
orang menyambut kedatangan kami seolah pelaut yang selamat dalam pelayaran
bertahun tahun. Beberapa orang memasang wajah kasihan. Dan beberapa orang
menampakkan ekspresi biasa biasa saja. Yah, saya pribadi tak butuh ekspresi
orang orang yang menyambut kedatangan kami. Toh,
keprihatinan harusnya telah difikirkan sejak awal menetapkan rute perjalanan.
Mulai dari disiplin waktu, jenis kapal
yang harusnya sama hingga tersedianya Life
Jacket sesuai jumlah penumpang pada setiap kapal yang berlayar. Sungguh
luar biasa manusiawi yang merancang perjalanan ini. BRAVO!!!.
TAMAT
(untuk sekuel ini)
Saya masih menyimpan hal hal seru
yang akan saya tuturkan dalam judul berbeda dikemudian waktu. Sekarang saya mau
selonjoran – leyeh leyeh dulu – bergaya ala mba mba metropolitan.
Kisah perjalanan event yang tragis banget, apalgi pada acara LAMPUNG KRAKATAU FESTIVAL 2016 seperti ini dimana sebuah momen yang menajdi obyek destinasi wisata yang sedang dipromosikan, perlakuan yang didapat tidak sepantasnya dalam event besar seperti ini. Kesannya seperti anak tiri yang tidak dipedulikan. Padahal mereka tamu dan duta Pemerintah Daerah Lampung loh.....
BalasHapusyaaaa.gitu deh. EO kece. bana bana.
Hapusya ampun itu jauh bgt kan, daratan pulau sumatra ke krakatau dan tanpa ;life jaket perahunya begitu lagi :|
BalasHapusuntuk masih selamat hingga tulisan ini terpublish hehehehehehehe
HapusCeritanya lengkap banget. Asem manis pedes semua udah terungkap. Duh, jd bingung harus nulis cerita apalagi ya...#ngopidulu
BalasHapusTulis aja, Siapa sih Hari JT ini???... itu ajaaaa wkwkkwkwkwkwkwk piss mas...
HapusAlhamdulillah kami udah nyampe Batam barusan. Cepet banget tulisannya release. Indra keren, banyak banget potensi tersembunyi yang bisa dikembangkan dari diri Indra. Buktinya tulisan ini udah tayang aja. Iya cuma mau mengkritisi kejadian fatal penyelenggara adalah ketiadaan life jacket udah itu aja. Sekali lagi kita tidak bergambling dengan alam.
BalasHapusterima kasih pujiannya mba Lina - sebagai senior dalam ngeBlog dan pejalan - saya juga mengagumi mba Lina...semoga kita bertemu lagi yaa mbaa dilain trip tanpa hawatir nyawa kita tergadaikan..heheheh
HapusDuh itu EO nya gak profesional banget sih. Event segede ini, kok yo bagusan EO acara ulang tahun bocah
BalasHapusBaca ini saja, emosi saya campur aduk rasanya, gimana klo ngalamin langsung ya
Bersyukur kalian semua selamat dan sehat
Semoga tahun2 mendatang tak terulang
AMIIINNNN....aku cuma berdoa semoga EO tahun ini jangan handle Tour Krakatau lagi tahun depan.... Semoga yaa Allah.
HapusApapun itu... perjalanan ini bikin aku makin sayang ama kalian semua :)
BalasHapusDuhh, geli geli gimna aku baca ceritanya,, sejak dr awal pergelaran lomba foto hingga berakhir, tahun ini kayaknya acara yang paling sengit.. Lebih sengit dr drama kolosan bramakumbara di gunung krakatau.. Yg lebih serunya lagi ada dari obrolan teman teman di facebook, menyebut pestipal krakacau.. Wkwkwkekk.. Klw merasa dahsyatnya goyang gobret sekaligus ngebornya inul di kapal menuju krakatau, aq perna rasakan 2014 ketika menuju sana saat badai.. 25 isi kapal mabok semua.. Sampai ada pingsan2.. Sakit dahsyatnya goncangan ombak.ternyata para blogger rasakan juga..duhh.. Gimana ya.. Huhuhuhuu.
BalasHapushehehehehhehe terima kasih telah menyimak kisah saya danr ekanr ekan yang bertaruh nyawa menyeberangi samudera tanpa life jacket. heheheh
HapusParah.
BalasHapusBANGED.!
HapusOh pantesan yg mendaki sedikit gk rame kyk pas tahun 2014 serentak ndaki semua para pesertanya, ternyata rombongan om yop dan om indra terlambat.
BalasHapusjauh banged sama pelakasanaan tahun 2014 brooo.... turun kualitas deh.... rasa iba sama keselamatan manusia aja gak ada.
HapusSelalu ada hikmah dibalik sebuah kejadian. Dan hikmahnya adalah aku punya saudara-saudara luar biasa untuk mengarungi lautan luas bersama... #MencobaTetapPuitis
BalasHapushallaaahhh sok sok an Ngana!!!! ....udah pake muntah ajaaa sok Tegarr.!!!
HapusAku sampai menahan nafas membacanya. Ah kasta Brahmana memang selalu dapat kemudahan. Yang sudra melata menjaga keselamatan sendiri.
BalasHapusmbaaaa...... aku sampai sekarang aja masih gak percaya bisa selamat. ini pelajaran. next yang range event emang harus detail mikirin keselamatan orang. btw, Miss You much, Mba Evi...berharap bisa Trip bareng dalam waktu dekat.
HapusAnjriiit!! itu eo pengen gw gampar.. dia belum pernah ngerasain gimana diaduk gelombang badai ditengah laut kali ya? niat nggak sih bikin event? sadar nggak sih kalau setiap pengalaman buruk seorang blogger yang dia undang akan ditulis di blognya dan di sebar luaskan? geblek!
BalasHapusgw yang geram!
Gpp...kami selamat. kalo acara fear factor kami dapat ribuan dollar lho..hahahahha....semoga tahun depan tidak bersama EO geblek sontoloyo itu lagi laah.
HapusDari dulu saya ogah ikut festival (atau apalah namanya) yang diselenggarakan di Lampung. Pertama penyelenggaraannya sama sekali gak menarik, sangat kaku dan gak ramah terhadap masyarakat biasa. Kecuali kalau kita Kasta Brahmana atau Ksatria, jangan coba-coba deh nimbrung di acara beginian. Sebenarnya, Saya ingin sekali mempromosikan Lampung terhadap kolega-kolega saya, tapi sampai sekarang saya belum berani. Syukur Alhamdulillah Pak Penulis selamat.
BalasHapusBtw, Saya Ulun Lampung di Rantau. Salam.
sebenrnya penyelenggaraan jelajah krakatau tahun sebelumnya semuanya bagus dan lancar - EO lokal...tahun ini emang agak amburadul dan benar benar kacau karena EO nya belum paham medan yang di hadapi. buat rundown saja asal buat seperti hayalan negeri dongeng.
HapusGak banget deh EO nya. Duh kebayang di tengah laut, malam, hujan plus tanpa pengaman. Ya Allah apa EO nya gak kepikiran gimana kalau ada apa2. Duh...nyawa orang kok jadi kayak mainan.
BalasHapusbuat rundown nya aja kayak mainan. hayal. sejak awal terima rundown saja saya sudah geli bacanya. ketahuan EO gak pernah uji medan dan jarak tempuh.
HapusYa ampun, Bang. Saya mau nangis bacanya. Sedih kali rasanya ngebayangin temen2 yang sedang kelaparan.. 😢😢
BalasHapusPelajaran berharga yang harus dinilai dengan angka merah.
Semoga tahun depan tak begini lagi. Kudu diformat ulang. Semuanya. Mulai dari desain acara, penyelenggara, tujuan, visi, misi,dll, dsb.. *sedihCampurGeram..
yes Fifi. padahal tahun tahun sebelumnya terbilang lancar dan seru. tahun ini letak gagal paham ada di EO yang buat rundown terlalu hayal dan tak mementingkan life jacket. alhamdulilah saya dan teman teman selamat.
HapusI feel you bang Indra. :(
BalasHapusI LOVE YOU Mba Nurul. keceee dapet hadiah mulu. hokki dah!!
HapusHarus dipublish nama EO, PJ .. dan seterusnya .. biar jangan dipakai lg.. la saya mau nyebrang tanpa life jacket jarak dekat saja sdh no way, dan pasti bilang kamu berani atau bodoh sama yg menyarankannya (baca EO/PJ)
BalasHapusNama EO sudah saya cantumkan pada tulisan bagian pertama - Dyandra Promosindo - EO Jakarta - silakan baca bagian awal (1)
HapusSaya tahu rasanya mendaki tanpa mengisi perut terlebih dahulu. Dalam keadaan perut kosong, lalu menanjak beberapa jam. Cukup tersiksa sebenarnya, walau keberadaan air mineral cukup membasahi tenggorokan dan mengganti keringat yang keluar. Tapi tetap saja, makan sebelum pendakian itu penting..
BalasHapusSaya serasa ikut dalam ombang-ambing kapal yang diempas ombak itu, Om. Semoga penyelenggaraan famtrip ini dievaluasi menyeluruh dan menjadi pelajaran. Kalau saya boleh berpendapat sih, Dyandra tak usah pegang EO lagi tahun depan.
yesss Rifqy....begitulah adanya yang saya rasakan terlebih rekan rekan yang tidak kebagian jatah makan di kapal selama pelayaran karena EO tak hitung detail antara jumlah manusia dan ketersediaan nasi kotak hahahah...yaaa gitulah yaaa....nama besar EO taraf nasional tak jaminan bagus dan lancar buat acara fam trip.
Hapus