Batu Perahu ? |
Terkadang, justru rasa penasaranlah yang membuat kita lebih bersemangat
mengunjungi sebuah kawasan. Bukan potensi kawasan tersebut.
Untaian
kata diatas, sekiranya gambaran yang tepat atas saya, oom Yopie dan mas Teguh lakukan siang itu.
Setelah
diskusi via ponsel, akhirnya kami bertiga bertemu dan kemudian berniat
mengunjungi sebuah tempat. Meski sempat bingung tempat apa yang hendak
dikunjungi, akhirnya sepakat memutuskan untuk mendatangi Umbul Kunci.
Umbul
Kunci adalah nama sebuah desa yang masih masuk dalam teritori kota Bandar
Lampung. Persisnya berada dalam kecamatan Teluk Betung Barat. Sebenarnya, saya,
mas Teguh dan Oom Yopie pernah mengunjungi desa Umbul Kunci, tepatnya dua tahun
silam bersama Derry. Sepulang kondangan kala itu. Tujuan kami kala itu adalah Batu Perahu. Konon, Batu Perahu adalah sebuah
batu berbentuk perahu yang karam di sebuah desa dekat Umbul Kunci. Begitu
informasi yang kami terima dari warga yang tinggal di desa Umbul Kunci. Sayang
cuaca buruk dan mobil yang saya kemudikan tidak bisa melalui medan jalan yang
berlumpur. Kamipun gagal melihat langsung Batu Perahu.
… Klick kisah kunjungan ke desa Umbul Kunci 2 tahun lalu …
Nah,
pada Sabtu siang, saya, mas Teguh dan Oom Yopie yang sedang memiliki waktu luang berniat
mendatangi kembali Batu Perahu yang dahulu sempat tertunda karena hujan. –
demikian kisah dua tahun lalu.
Tak
banyak berubah pada kunjungan ke desa Umbul Kunci siang itu. Selain tata
pedesaan yang nampak berbenah dibeberapa bagian. Jembatan kayu yang dahulu
sangat indah di photo pun masih ada. Hanya saja air yang mengalir dibawahnya
tidak terlalu deras seperti kala pertama kami datang. Selain itu nampak sedang berlangsung perbaikan pada bantaran
sungai dengan pemasangan bebatuan penyangga di bagian kiri dan kanan sungai. Sungguh
sebuah desa yang asri dan belum
tersentuh banyak pembangunan modern meski kawasannya masuk dalam peta wilayah
kota Bandar Lampung.
parkir di sudut desa |
JELAJAH BATU PERAHU DIMULAI
Nah,
dari desa Umbul Kunci lah penelusuran kami mengenai Batu Perahu dimulai. Dengan
berbekal petunjuk arah dari beberapa warga kami menyusuri jalan tanah bebatuan
dan sesekali melintasi badan sungai yang dangkal. Sepanjang jalan yang kami lalui, hanya
perkebunan dan sesekali bertemu warga
dengan aktivitas berkebun mereka. Suasana desa yang lengang dan medan jalan
yang cukup terjal. Mobil yang saya
kendalikan sempat bertemu mobil pick up
angkutan perkebunan. Itulah satu satunya jenis mobil yang kami temui. Selebihnya,
motor angkutan hasil kebun dan beberapa pejalan kaki yang merupakan warga asli
desa setempat.
saya menselfie diri dengan dua ibu ibu sebagai latar belakangnya. |
Setelah
berlalu dari desa Umbul Kunci, kami menemui beberapa rumah kayu yang berada
terpencil di tengah kebun. – Kampung Sedayu – begitu warga yang kami temui
menyebutnya. Berdasarkan arahan warga
yang kami tanya, Batu Perahu – tujuan kunjungan kami siang itu berada persis
sebelum desa Pancur yang merupakan desa dengan
letak paling ujung dari jalan
yang kami tempuh siang itu. Senang rasanya, ketika warga menjelaskan letak Batu
Perahu yang merupakan tujuan kami. Terbayang akan melihat langsung Batu Perahu
yang merupakan tujuan kedatangan kami siang itu.
Rasa
senang itu kembali berbinar ketika mobil yang kami naiki memasuki sebuah desa
dengan beberapa rumah. “disini nih letak Batu Perahu.” Ucap saya mayakinkan mas
Teguh dan Oom Yopie. Mereka berdua pun nampak antusias melihat sekeliling desa
dari balik kaca mobil. Seorang pria muda
yang hanya bercelana sempat kami tanyai seputar Batu Perahu.
“ya, ini Batu Perahu.” ucap si pria muda
dengan body atletis itu.
“mana?” seloroh saya bersemangat.
‘ya, ini mas. Desa ini namanya Batu Perahu.”
ucap si pria menyakinkan.
“memang ada batu bentuk perahu tapi jauh mas.
Ke arah kebon, jauh, gak bisa pakai mobil kesana.” lanjut si pria muda itu menjelaskan.
Karena
merasa tak dapat jawaban yang meyakinkan,
kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke desa Pancur berdasarkan arahan si pria muda bertubuh atletis tadi. Berharap
warga desa Pancur dapat menjelaskan letak persis dari Batu Perahu.
Setelah melalui rute rute cadas bebatuan,
menanjak, berkelok kelok dengan hamparan perkebunan dikiri dan kanan jalan,
akhirnya kami menemukan sebuah desa dengan gapura HUT RI menyambut kedatangan
kami.
Kami memutuskan
berhenti disalah satu sudut desa. Setelah memarkir mobil, kami mendatangi
sebuah rumah yang saat itu terdapat dua ibu ibu sedang berada di bagian depan
rumah dan terdapat motor penjual bakso keliling terparkir didepannya.
“oohh, mau ke Batu Perahu ?” ucap seorang
Ibu yang lebih tua.
“agak kedalem mas. Ke kebon kebon. Susah
kalau pakai mobil. Pakai motor bisa” ucap sosok ibu yang lebih muda
dengan logat sunda kentalnya. Sesekali kedua ibu itu bertutur dengan bahasa
sunda yang cukup cepat. – tapi yakin
dialog kedua ibu ibu bukan menghina kami bertiga, hehehe. Meski salah satu
dari Ibu itu sempat menyampaikan bahwa kami mirip orang Belanda. Hah!! Belanda dari mana?, jelas jelas produk
dalam negeri! hobi makan terasi!. Hehehe.
Dari
perbincangan kami dengan kedua ibu pun tidak menghasilkan kesimpulan yang jelas
apakah Batu Perahu itu benar benar ada. Bahkan salah satu Ibu tidak begitu
yakin. Meski salah satu Ibu berucap benar Batu Perahu ada tetapi jarak tempuh
kebagian perkebunan yang cukup jauh dan hanya bisa ditempuh oleh kendaraan roda
dua atau berjalan kaki. Dan seorang ibu lainnya mengatakan Batu Perahu adalah
nama desa yang letaknya sebelum desa Pancur.
sosok suami di samping rumah |
istri dan dua anak lelaki di bagian depan rumah |
anak lelaki pertama yang cekatan -pandai membantu orang tua |
Di rumah
kedua, kami tak bertanya soal Batu Perahu. Kami justru terkesima dengan
aktivitas keluarga yang sedang bergotongroyong memisahkan isi buah pinang dari
sabutnya. Nampak sang suami di sisi samping rumah, lalu sang istri di bagian
depan bersama dua anak lelakinya yang masih kecil turut membantu aktivitas sang
ibu. Oom Yopie dan mas Teguh sempat
berbincang soal kebun pinang dan harga pinang dipasaran yang saat ini seharga Rp.
7.500/kilo.
buah pinang yang segar baru dipetik dari kebun |
buah pinang kering setelah di keringkan beberapa hari |
bagian dalam - daging buah pinang yang kemudian harus di keringkan terlebihi dahulu sebelum dijual |
Sedang
saya tertegun melihat kecakapan anak lelaki pertama si Ibu yang begitu pandai
memotong buah pinang dengan pisau tajam. ‘Hati
– hati dek, jangan sampai terluka.” ucap
saya pada adik lelaki. Si Adik membalas
ucapan saya dengan tersenyum. “sudah
biasa, mas” ujar si Ibu ketika saya menanyakan keterlibatan anak lelakinya
tersebut. Sungguh upaya gigih sebuah keluarga dalam mencukupi kebutuhan rumah
tangga mereka. Berupaya dengan berkebun, bercocok tanam, mengolah hasil kebun
hingga mensyukurinya sebagai nikmat sang pencipta adalah hal dasar dari
kehidupan warga pedesaan. Sungguh saya kagum akan mental warga desa.
bongkahan dari Batu Perahu.( Mungkin?) |
Dibalik
upaya menuju Batu Perahu yang belum jelas wujudnya, kami memutuskan kembali ke
Bandar Lampung melalui rute semula. Setelah sebelumnya mencoba peruntungan
akses jalan mendaki yang menurut si Ibu Ibu yang kami temui tadi dapat menuju
desa Muncak – Tirtayasa – Pesawaran. Lagi lagi mobil yang saya kemudikan tidak
cukup gahar melewati jalan tanah berlumpur dan menanjak. Sudahlah, saya, mas
Teguh dan Oom Yopie sepakat kembali ke pusat kota melalui rute perjalanan yang
kami tempuh sebelumnya. Meski kami tahu akan melalui beberapa titik jalan yang
cukup mencekam. Bersyukur kami berhasil melalui itu semua.
pelepas dahaga - Es Dugan Jeruk Mang Udin - Teluk betung |
Nasi Gambreng Super Pedess Gambreng laah.!! |
Perjalanan
selepas berkelana dari desa Pancur – desa terdalam setelah desa Umbul Kunci
kami rayakan dengan segelas es dugan
jeruk – mang Udin di kawasan Mangga Dua – Teluk Betung. Lumayan mengobati dahaga dan rasa lapar akibat
gagal makan bakso mamas bakso keliling di desa Pancur tadi. Lapar perut yang
belum tercukupi akhirnya kami tuntaskan di rumah makan Mak Gambreng.
Hardi's Coffee ini Favorite must try di Hardi's Caffee and Bar |
Kami - pemecah misteri Batu Perahu - yang belum berhasil (untuk kedua kalinya) |
Satu porsi
nasi penuh dengan lauk pauk dan sambal pedas nan khas cukuplah memenuhi seluruh
ruang dalam perut saya, mas Teguh dan Oom Yopie. Meski dirasa belum lengkap
tanpa kopi sehabis makan nasi. Selanjutnya moment kongkow di Hardi’s Coffee
and Bar yang letaknya dekat bundaran Tugu Adipura jadi tempat kami
bersantai, photo photo pakai Theta 360 - Gedged Kece Oom Yopie, selain berbicara banyak hal
termasuk misteri keberadaan Batu Perahu yang berlum terpecahkan. Mungkin suatu
saat nanti kami akan ulangi kunjungan mencari Batu Perahu itu lagi. Ya, mungkin
dua tahun mendatang kami kembali lagi. Mungkin.
Aaah ini es mang Udin yang kemaren sempat disebut-sebut Fajrin.. gak jauh dari Inna Eight ya? Kata Fajrin recommended esnya..
BalasHapusMasih penasaran... kenapa ibu-ibu itu nuduh kalian mirip orang Belanda ya? :D
Yessss es kelapa jeruk mang Udin emang juaraaaakkk tapi kan kemarin MBA MBA semua tidak di pusat kota banyak seliweran kan hehehehe next ke lampung lagi siang siang ke mang Udin. Soal ibu ibu bilang seperti orang Belanda mungkin krna postur Oom Yopie yang tinggi dan aku yang ganteng kali yaaa wkwkwkkwkwkwkwkkwkkwwkkwk
BalasHapusAh tercekat melihat foto anak lelaki kecil yang sedang memotong Pinang itu. Seharusnya dia sibuk bermain ya. Tapi gak adaan membuatnya harus turun tangan membantu orang tua. Semoga sekolahmu tinggi ya Nak dan juga diberkati oleh yang Di Atas. Amin
BalasHapusya begitulah mbaa.. aku pun sedih lihatnya. selain membantu orang tua dia juga nampak menikmati pekerjaannya itu. diajak ngobrol pun dia cuma maenganggung saja... terharu lihat anak sekecil itu sudah tau diri membantu orang tuanya.
HapusWalaah ada orang Sunda juga ya di Lampung. Btw aku suka banget dengan perjalanan model begini. Unexpected banget. Penuh kejutan dan senantiasa penasaran. OK lanjutkan 2 tahun lagi ya! 😁
BalasHapusjangan kan sunda mba... orang Papua aja banyaaakkk di Lampung.... tetangga ku aja ada Manado, Padang, jawwa, Sunda, jaseng, sampai orang dari Ambon manise juga adaa..makanya Lampung itu di sebut Indonesia Mini - karena semua suku, ras, etnis se Indonesia termasuk kuliner se Nusantara ada semua di Lampung. hehehehe
HapusJadi belum ketemu ya batu perahunya. Ikut penasaran...
BalasHapusNama desanya unik umbul kunci, semoga taun depan dapat menemukan batu perahunya
BalasHapushehehehe...itu salah satu desa yang masuk dalam kota Bandar Lampung lho.... yesss tahun depan datang lagi....terima kasih mas budy
Hapusmasih sangat asri dan tradisional ya kak, bahkan warganya masih konsumsi pinang. Jadi ikut penasaran sama batu perahunya hehehe
BalasHapusLiat buah Pinangnya kok ngiler hahahahha. Biasa kalau teman dari Sumatera bawaannya minta dibaain Pinang.
BalasHapusBenar banget mas, rasa penasaran membuat kita jauh lebih bersemangat mengunjungi tempat tersebut.
Ga ada yang sia-sia di setiap perjalanan.
BalasHapusSelalu ada cerita dan hikmah yang bisa diambil :)
Yang pasti, selalu seru..!
Hmmm.. Pensive..
BalasHapus