Suka
ke pasar tradisional ?, atau malah sering ke pasar tradisional ?.
Saya
pribadi sudah sangat familiar dengan pasar tradisional
Lahir
dan besar di sebuah desa sepi yang jaraknya jauh dari pusat kabupaten, kala membutuhkan suasana ramai, tak ada
pilihan lain selain kunjungan pasar tradisional. Terlebih di desa saya kala
itu, pasar dengan aktivitas berjualan yang ramai hanya berlangsung sekali dalam
seminggu. Selebihnya hanya depot depot lengang tanpa aktivitas jual beli. Bagi saya dan teman teman di desa dulu, Kalangan – sebutan pasar tradisional
dalam bahasa Ogan adalah suguhan yang dapat dijadikan sarana bersenang senang
diantara padatnya aktivitas dalam pasar.
Hingga
kini, kegemaran mendatangi pasar tradisional masih berlangsung. Tak hanya pasar
tradisional yang dekat dengan lokasi tempat tinggal tetapi juga mendatangi
pasar tradisional disebuah kawasan yang sedang saya kunjungi. Sebagai pekerja yang sering bertugas ke luar
kota misalnya, saya selalu punya waktu untuk mendatangi pasar tradisional di
kota yang sedang saya tandangi tersebut.
Tak terkecuali kala berada di luar negeri.
Pagi
itu, masih dalam kisah perjalanan bersama
Soul Stories, saya menjumpai sebuah pasar yang letaknya tak jauh dari posisi hotel
kami bermalam – Al Meroz.
Perjumpaan saya dengan pasar tersebut adalah ketidaksengajaan saja. Awalnya,
pagi itu, saya hanya bermaksud mengenali lingkungan sekitar hotel – sebuah kebiasaan yang selalu saya lakukan,
mengamati aktivitas masyarakat dan lingkungan sekitar dimana saya bermalam.
Jam 6
pagi kala itu. Sebelum perjalanan bersama team pada pukul 8, saya masih punya
waktu untuk berjalan kaki di lingkungan sekitar hotel. Tujuan
berjalan kaki saya pagi itu adalah bangunan yang bentuknya menyerupai mug besar yang telah menarik perhatian saya sejak
tiba di hotel Al Meroz – Bangkok. Setelah saya lihat dari dekat, ternyata bangunan
tersebut adalah gerai Starbucks dalam
kawasan A-Link, 44 Soi Sukhumvit 71, jalan Ramkhamhaeng berdekatan dengan jalur
kereta api dan stasiun penghubung dalam kota disebelahnya.
aneka jajanan pasar |
Di pelataran
depan gerai Starbuck yang masih tutup itu, saya tertarik mendekat ketika melihat para penjaja kue kue
dan jajanan khas Bangkok yang sedang ramai transaksi jual beli. Benar saja, diantara
kerumuman tersebut, saya menjumpai penjaja nasi dengan lauk pauknya layaknya
penjual nasi uduk atau lontong sayur di tanah air. Selain itu juga ada kue kue
kecil yang bentuknya unik. Saya kemudian membeli kue yang bentuknya serupa
dengan kue Kelepon tapi kue yang bernama Purht dalam masyarakat Bangkok ini
isinya adalah campuran kacang tanah dan gula merah. Soal rasa, ya lumayan,
masih enak kue kelepon sih, mungkin lidah saya belum terbiasa, karena ada
sedikit rasa kecut yang sepertinya di campur sedikit perasan atau sari pati
lemon.
“where’s
the traditional market, here?” tanya saya pada ibu penjaja kue.
“there..”
sahut si Ibu singkat dengan logat inggris yang unik.
Wah,
tak sia sia juga jalan pagi keluar hotel. Ternyata letak pasar tradisional
disini tidak terlalu jauh dari hotel. Saya
pun mengikuti petunjuk arah yang disampaikan si Ibu penjaja kue tadi. Benar saja, dengan sedikit berjalan
menyeberangi rel kereta dan melalui 3 gedung perkantoran dan 1 halte bis,
akhirnya langkah saya tiba di sebuah gelaran pasar yang menjual beragam
kebutuhan rumah tangga.
Sebenarnya,
bentuk pasar yang terletak di jalan Ramkhamhaeng ini tak ubahnya seperti bentuk
pasar pagi di Indonesia. Tidak terlalu luas, tetapi menyediakan beragam
kebutuhan dasar rumah tangga, mulai dari ragam jenis bumbu dapur, alat alat
memasak hingga beragam panganan harian. Nah, sebagai penyuka pasar tradisional,
saya tak sungkan membeli dan kemudian mencicipi beberapa makanan yang di jual
dalam arena pasar. Mulai dari aneka kue
hingga buah buahan potong yang harganya 10 hingga 15 bath per bungkus. Sembari memotret aktivitas jual beli yang
berlangsung, saya terus menyusuri area pinggir pasar yang semakin menarik untuk
disimak lebih dekat. Keramaian pasar tak
ubahnya seperti pasar pasar tradisional di Indonesia.
lauk pauk nasi rames ala bangkok |
wujud lauk pauk siap santap |
Langkah
saya terhenti pada sebuah gerobak makanan.
Sejenis nasi dengan lauk pauk yang dikemas dengan unik terpajang
dihadapan saya. Setelah memperhatikan
aktivitas jual beli, saya pun mendekat dan menyodorkan uang 20 bath untuk
membeli makanan yang masih dalam dandang
kukusan. Bentuknya mirip Siomay. Si
Abang penjual pun membuat dua bungkus untuk saya seraya memberi 2 jenis sambal
sebagai pelengkap menikmati Siomay tersebut.
salah satu jenis makanan yang di jajakan |
Sebuah
kursi kayu saya temukan di bagian pinggir pasar dekat dengan warung penjaja
singkong Thailand. “Lumayan buat sarapan”
ucap saya spontan sambil menempati kursi kayu itu sebelum menyantap beberapa jenis jajanan pasar termasuk Siomay yang baru
saya beli.
“You
Suka Fork ?” logat melayu mengagetkan saya.
Ternyata seorang Ibu berjilbab menengok kearah saya dari balik gerai Singkong
Thailand dagangannya. Saya pun terdiam sesaat. Mengamati secara teliti gerobak
yang menjajakan makanan kukus yang baru saja saya beli.
“masuk
kemarilah” ujar Ibu itu lagi. “You pasti bukan orang Thailand” sapa si Ibu
ramah.
“Ibu
Malaysia?” tanya saya.
Si Ibu mengangguk.
Aaahh…
si Ibu baru saja menyelamatkan saya yang nyaris menyantap daging babi dalam
wujud Siomay! Saya tertipu!!. Kurang teliti menyimak gerobak penjual tadi.
Saya
pun memesan singkong rebus khas Thailand yang dijajakan di warung si Ibu setelah bincang berbasa basi termasuk
mengenalkan diri saya.
Baca
juga tulisan rekan saya @omnduut buat kamu yang Traveling ke negera Non Muslim…
klick ini …
Dari
perbincangan dengan si Ibu yang berdarah Malaysia tetapi telah berkebangsaan
Thailand karena menikah dengan orang Thailand itu saya jadi tahu banyak soal pasar Ramkhamhaeng.
Benar dugaan saya, bahwa pasar Ramkhamhaeng adalah nama kawasan yang baru saja
saya sambangi. Karena letaknya berada di jalan Ramkhamhaeng lah pasar tersebut
diberi nama pasar Ramkhamhaeng.
Saking
asiknya mengabadikan suasana dan dagangan di pasar, saya jadi khalap membeli beberapa makanan yang
dijajakan. Hingga lupa menyimak dengan teliti apakah makanan yang saya beli
mengandung babi atau tidak. Beruntung pula si Ibu mengingatkan saya. Dengan
begitu saya jadi bertemu dengan sajian singkong rebus Thailand yang khas dengan
kuah kaldu ayam layaknya kuah mie ayam di Indonesia.
Sebenarnya,
si Ibu penjaja singkong Thailand begitu ramah. Mungkin karena dia perantau juga
di kawasan itu. Bahkan ternyata – dari penuturan si Ibu, ada banyak penjaja
makanan khusus untuk warga muslim. Terlebih pendatang muslim yang bermalam di
Al Meroz. Si Ibu pun menunjukkan beberapa kedai makanan halal yang berada tak
jauh dari gerai singkong rebus Thailand miliknya. Saya pun kemudian
berbasa-basi dengan para penjaja makanan halal di kawasan pasar Ramkhamhaeng.
Meski kemudian tersadarkan akan waktu yang tak panjang dan mengharuskan saya
kembali ke hotel untuk kumpul bersama rekan rekan Soul Stories.
salah satu gerai makanan halal |
Buat
kamu yang sedang melancong ke Bangkong, ingin jelajah kuliner Thailand dan
kebetulan ada di jalan Ramkhamhaeng – jangan sampai salah beli makanan seperti
saya. Bertanya langsung pada penjual sebelum
melakukan pembayaran pada jenis makanan yang kita beli adalah hal yang dapat
dilakukan agar terhindar dari jenis makanan yang dilarang dalam kehidupan
muslim. Atau lakukan transaksi di gerai makanan yang mencantumkan logo Halal di
toko atau label jualan mereka.
Wah tulisanku disebut-sebut :D
BalasHapusSebetulnya, karena tulisan itu pula aku nggak begitu saklek banget soal makanan. Berusaha menjaga dari makanan non halal tapi nggak yang sebegitu kakunya, persis tulisan yang sudah bang Indra tautkan itu.
Tapi ya nggak sampe kayak temenku juga yang makan makanan halal hanya karena, "daripada laper!" GILAK! :p
Bersyukur ketemu ibu itu ya bang, jadi terselamatkan. Alhamdulillah.
Omnduut.com
yes bro... soal makanan halal tentu utama yaa kala bepergian, tapi jika memang ternyata kemakan dan kita gak tau yaa mau gimana yaaa..hehehe.... setidaknya kita berjaga jaga...kedai fastfood ternama pilihan terakhir lah kalo gak ada pilihan makanan atau makan sayur dan buah aja lebih aman yaaa.
BalasHapusBegini mas, pada umumnya banyak makanan yg diadaptasi ke lingkungan makanan indonesia pada asli nya itu begitu. Siomay contoh di China atu paling dekat di Singapura, walaupun ada udangnya tetap diimbangi sama isian daging babi kerna itu lah pemanis kata mereka.
BalasHapusMakanan Jepang kyk ramen, rata rata kaldu yg dipake itu air rebusan tulang babi.