“Your Culture is Your Identity.”
Begitu
kiranya sepenggal kalimat dalam artikel di Wikipedia yang pernah saya baca, menggambarkan
bagaimana sebuah budaya menjelma menjadi sebuah identitas. Bayangkan jika
negara tanpa budaya. Bayangkan pula jika sosok pribadi tanpa ada budaya. Karena
budaya adalah sebuah identitas, maka bersyukurlah bagi siapa saja yang masih
memiliki budaya dalam diri dan kehidupannya. Karena setiap personal dibentuk
oleh budaya yang dikenal dan mengakar sejak manusia dalam kandungan.
Sebagai
pribadi yang lahir dan besar dalam dua suku ; Papa suku Lampung Menggala dan Mama suku Ogan
Baturaja. Aktivitas budaya yang berlangsung dalam kedua
suku tersebut, bukanlah sesuatu yang asing bagi saya.
gotong royong mendirikan tenda untuk aktivitas memasak dan resepsi - photo by +Derry Saputra Emilga |
Sore
itu, kali pertama saya bertandang ke desa Semanding – kecamatan Pengandonan – sebuah
kecamatan paling barat dalam kabupaten Ogan Komering Ulu – provinsi Sumatera
Selatan, kampung halaman Derry. Rintik hujan menghias kedatangan saya dan
rombongan satu bis dari Bandar Lampung sore itu. Dalam rintik hujan, sekumpulan
tuan rumah termasuk puluhan tetangga menyambut kedatangan kami. Ini adalah budaya kekeluargaan yang pertama
nampak dari pandangan mata. Bagai penyambutan tamu agung. Beragam sajian makanan lezat terhidang, segala rupa kue kue terpajang. Mewujudkan jamuan terbaik untuk keluarga
besan. Seluruh wajah bersuka cita menerima kedatangan tetamu – rombongan keluarga besan yang telah menempuh perjalanan
ber-ratus-kilometer demi mempererat
jalinan silaturahmi. Bergelar Ngunduh
Mantu adalah tujuan utama dari kunjungan keluarga mempelai wanita sore itu.
Menghadiri gelaran yang sarat makna, tentu saja bagian dari budaya yang bertujuan mempererat tali silaturahmi antar
dua keluarga ; keluarga besar mempelai pria dan keluarga besar mempelai wanita.
dandang / kukusan besar terjirang - photo by +Derry Saputra Emilga |
Beberapa
hari sebelum kedatangan saya dan rombongan, telah terjadi aktivitas yang
menjadi budaya masyarakat Ogan Komering Ulu. Aktivitas masyarakat Ogan tersebut sesungguhnya
tidak terbatas pada jelang sebuah pesta
pernikahan saja tetapi untuk jenis perayaan perayaan lainnya seperti khitanan
dan bentuk perayaan lainnya.
Berikut
beberapa rentetan kegiatan yang dapat saya simak dari jelang persiapan perayaan
Ngunduh Mantu Derry dan Tammy.
aktivitas Ngukus dimulai - Ibu Ibu berkumpul menyiapkan bahan makanan - photo by +Derry Saputra Emilga |
HAJAT BATIN
Hajat
artinya gelaran acara. Batin artinya pria pria dewasa atau pria pria yang telah
menikah, atau bapak bapak. Hajat Batin bermakna sekumpulan pria dewasa atau
bapak bapak yang berkumpul menggelar kegiatan penunjang kelancaran pemilik
hajat. Aktivitas dimulai dari para pria
dewasa atau bapak-bapak yang bahu
membahu mendirikan tenda dilokasi acara. Ada dua jenis tenda yang mereka
dirikan. Tenda pertama adalah tenda utama untuk gelaran resepsi atau sedekah.
Tenda kedua adalah tenda yang kelak akan dipakai oleh para rebai (hebai/ibu
ibu) dalam aktivitas Ngukus.
menampi beras bagian dari aktivitas memasak Ibu Ibu. - photo by +Derry Saputra Emilga |
NGUKUS.
Dalam
budaya Ogan, aktivitas Ngukus bermakna memasak bersama yang terdiri
kumpulan ibu-ibu yang dengan sukacita membantu si empunya hajat menyiapkan
bahan makanan untuk keluarga besan dan para tetamu yang kelak hadir dalam acara
sedekah atau resepsi. Uniknya, meski
jasa catering kini marak tersedia,
budaya Ngukus – masak bersama ini seolah menjadi perekat hubungan empunya rumah
dengan kaum ibu ibu dilingkungan sekitar rumah. Bahkan, seolah telah ada aturan
yang telah disepakati bersama bahwa setiap sosok ibu ibu dengan cekatan
menjalankan tugasnya masing masing, mulai dari ibu-ibu yang bertugas sebagai
pembeli dan pembawa bahan baku, ibu-ibu yang bertugas mengolah bahan mentah
menjadi bahan matang, hingga jajaran ibu-ibu yang bertugas dan bertanggungjawab
hingga bahan makanan tersaji dihadapan tetamu.
Tak
hanya menyiapkan hidangan untuk tamu di acara perayaan saja, sekelompok ibu-ibu ini juga bertugas menyiapkan hidangan
bagi para bapak bapak yang bekerja untuk kelancaran acara, mulai dari menyiapkan sajian kudapan, teh dan kopi
hingga makanan utama berupa nasi dan lauk pauknya.
sekumpulan Ibu Ibu yang bertugas menanak nasi - photo by +Derry Saputra Emilga |
kumpulan ibu ibu yang mengolah bahan mentah menjadi sajian hidangan lezat - photo by +Derry Saputra Emilga |
Dalam
sebuah perayaan atau hajatan pun para jiran tetangga kerap membawa buah tangan
berupa ayam, beras dan ragam jenis sembako hingga hasil bercocok-tanam dikebun
yang kemudian diserahkan pada pihak keluarga siempunya hajat. Kelak, bahan
bahan makanan dan bahan mentah yang dibawa oleh tetangga dan warga di lingkungan tempat tinggal tersebutlah yang
akan dimanfaatkan oleh tuan rumah sebagai bahan makanan yang diolah bersama
hingga menjadi sajian hidangan, baik
untuk makan bersama atau untuk resepsi/sedekah.
Makan bersama para Batin / pria dewasa/bapak bapak seusai menunaikan tugas - photo by +Derry Saputra Emilga |
Bagi
saya, melihat tata laksana kegiatan jelang acara Ngunduh Mantu di kampung
halaman Derry bagai mengingatkan diri
sendiri akan bentuk tradisi yang dianut dan dilaksanakan secara
turun temurun dalam lingkungan masyarakat.
Selain yang saya uraikan diatas atau yang terlihat oleh mata saya secara
langsung, tentu ada banyak runutan aktivitas yang merupakan bagian dari budaya
atau tradisi masyarakat Ogan yang telah terlaksana jauh sebelum segala
aktivitas yang saya lihat tersebut berlangsung. Bahkan bisa jadi runutan
aktivitas yang merupakan tradisi tersebut telah terselenggara sejak masa
pertemuan kedua keluarga besar, terjadi kesepakatan akan sebuah perikatan suci,
lamaran, pingitan hingga resepsi pernikahan. Ribet?, relatif. Terlaksananya tradisi merupakan kewajiban ditengah maraknya penyedia jasa penyelenggara
pernikahan saat ini. Karena pada hakekatnya, seluruh rentetan aktivitas yang
berlangsung sejak sebelum acara hingga sesudah gelaran acara adalah penerapan
dari falsafah kebersamaan (guyub),
kerjasama atau gotong royong yang merupakan budaya asli ragam suku di
nusantara yang harus terus menerus kita cintai dan lestarikan sebagai bagian
dari identitas bangsa.
Kebersamaan dan gotong royongnya itu yang bikin bangga. Hal yang belum tentu bisa ditemukan lagi bagi mereka yang tinggal di perkotaan.
BalasHapusbetul mba. berharap segala aktivitas guyub/gotongroyong itu terus terlaksana. jangan sampai hilang. karena itu yang membuat pembeda dengan masyarakat perkotaan.
HapusI love you Ogan,,, bangga jd org ogan....
BalasHapusyessss I really Love Ogan too...
HapusMembaca acara ngunduh mantu Derry ini jadi ingat kampung halaman sendiri. Di kampung kami juga seperti itu kalau ada hajatan maka seluruh kerabat dan tetangga dekat akan terlibat semua. Mulai dari membeli bahan-bahan mentah ke pasar sampai nanti menyajikannya kepada para tamu. Semua dilakukan sambil bercanda atau ngegosip kekinian dalam kehidupan kampung.
BalasHapusCuma kalau di Minangkabau para tamu hanya membawa beras dan tidak bahan-bahan lain. Kalau di Ogan ini membawa sayuran dan bahan mentah lainnya juga ya. Duh indahnya budaya Indonesia
memang bertandang ke bagian pedesaan di beragam belahan indonesia itu selalu menyenangkan yaa mbaaa... banyak kearifan lokal dan khasanah indonesia yang bisa kita saksikan sebagai bonus perjalanan hehehehe....
Hapusmirip2 di aceh bang.. dulu, ada satu hal yang menarik yang dilakukan di kampung saya ketika menjelang hari resepsi pernikahan. pemuda yang menjadi tuan rumah acara, wajib membagikan rokok Ajaib untuk pemuda lainnya yang datang pada malam menjelang resepsi acara :D
BalasHapusrokok ajaib?? wah keren itu... jadi kangen suasana Aceh. semoga bisa ke Aceh lagi dalam waktu dekat. terima kasih bung Yudi. Salam Kenal.
HapusYang namanya budaya itu selalu menarik perhatiannya.
BalasHapusPasti senang banget bisa berinteraksi dengan warga lokal sambil belajar budaya setempat.
Salam dari bujang semanding ogan
BalasHapusSalam dari bujang semanding ogan
BalasHapus