…”nanti
kita singgah ngopi di Bale Raos…” sahut mba Olipe ketika saya tanya kunjungan
selanjutnya usai berkemas sehabis camping di bukit Tranggulasih.
Peserta Juguran Blogger tiba di depan Bale Raos |
Sebenarnya,
saya masih merasa nyaman di kawasan bukit Tranggulasih. Udara segar, banyak
jajanan, banyak spot photo, banyak dedek
emesh berwajah lugu dan ber-body sintal
alami tanpa suntik silikon sana sani, Oops!!.
Yang jelas, saya betah karena suasana alam dan hamparan Purwokerto yang
melenakan mata. Andai saja rumah saya dekat dengan kawasan ini, bisa jadi
setiap akhir pekan selalu leyeh leyeh
di sini. Aaahh…sudahlah. Semoga ada
rezeki dan umur panjang, kelak bisa tandang ke bukit Tranggulasih.
taman bagian dalam dari kawasan Bale Raos - photo by Google |
Mobil
piala terbuka (open cup) bergerak membawa saya dan rombongan Juguran Blogger
meninggalkan kawasan bukit Tranggulasih. Perlahan menyusuri jalan curam membuat
saya kembali berdoa komat kamit mengharap selamat. Untungnya, mobil piala
terbuka yang kami tumpangi ada dua buah, jadi tidaklah terlalu
berdesak-desakan seperti saat malam kami menuju bukit Tranggulasih.
Bentangan
alam yang memukau jadi pemandangan menyenangkan selama perjalanan meninggalkan
bukit Tranggulasih. Hingga tibalah saya danr rombongan di sebuah bangunan
sederhana dengan pepohonan rimbun tumbuh tinggi menjulang di sekitarnya.
SERUPUT KOPI BERKUALITAS OLAHAN BALE
RAOS
Tulisan
‘Bale Raos Coffee and Tea House’ langsung terlihat di bagian depan bagunan
sederhana tersebut. Seolah ucapan selamat datang bagi para pendatang.
“silakan
masuk” ajak rekan rekan panitia Blogger Banyumas pada kami peserta Juguran
Blogger. Saya tentu antusias, terlebih ingat ucapan mba Olipe bahwa kami akan
bertemu olahan kopi berkualitas dilokasi
ini, hehehe. Tapi sebelum masuk kedalam bangunan Bale Raos saya dan beberapa
rekan dibuat tertarik oleh 5 orang ibu ibu yang baru saja kembali dari ladang.
Tak menyia-nyiakan moment, saya dan beberapa rekan pun mengabadikan diri photo
bersama dengan ibu ibu yang sedikit malu malu melayani permintaan kami.
Masuk
kebagian dalam bangunan sederhana Bale Raos, pengunjung langsung disapa oleh lumpang
lumpang unik berbagai bentuk dan ukuran.
Beberapa vigura memajang wajah Soekarno hingga pajangan bernilai seni seolah
jadi aksesories ruangan dalam yang tidak terlalu luas itu. Dibagian lain, tak
jauh dari ruangan pertama bagian depan, tertata dengan sederhana namun bernilai
vintage – kedai Kopi yang menjajakan
beragam varian kopi dan juga teh. Dibagian lain tak jauh dari tempat duduk di
hadapan kedai pengolah sajian kopi sedang ada proses roasting kopi lengkap dan mesin
mesin penggiling kopi manual namun menarik untuk di simak.
Beberapa rekan langsung menyerbu sang pemilik
Bale Raos yang tengah berada dibalik kedai kopi. Saya sempat mencuri pandang kearah
mas Edi – sang pemilik Bale Raos yang sedang mengolah sajian kopi untuk kami siang
itu. Ketika sebagain besar rekan rekan
menggerubuni mas Edi, saya mengalihkan pandangan ke beberapa tumbuhan yang ada
di seitar bangunan. Beberapa pohon pinus, beragam tumbuhan tropis termasuk
pephonan kelapa berpadu apik dengan dedaunan dan tanaman hias di sekitar
bangunan utama Bale Raos
gerai kopi dalam Bale Raos yang komplit |
sedang ada proses Roosting |
Saya mendekat ke dalam kerumunan teman teman blogger ketika aroma kopi mulai menebar. Tak salah, suguhan kopi beragam jenis dengan cita rasa yang istimewa dapat dirasakan langsung. Lumayan menahan kantuk saya akibat tidak bisa tidur semalaman. Begadang semalam sungguh berkesan.
BERTEMU PENGOLAH GULA KELAPA
“Disini
juga ada proses pengolahan gula kepala” ucap mas Edi disela meladeni beragam
pertanyaan rekan rekan blogger. Saya pun jadi tertarik untuk mendatangi langsung
proses pengolahan nira menjadi gula merah yang biasanya terlihat berbongkah-bongkah
dipasaran.
Ibu Pengolah Gula Kelapa |
Gula yang sudah jadi tinggal di cetak |
Saya tak sendiri, ada mba Evi – sebagai juragan gula Arenga dan mba Terry juga tertarik menyambangi proses pembuatan gula kelapa. Diantar oleh gadis belia kami tiba di rumah sederhana yang letaknya tak jauh dari posisi bangunan utama Bale Raos.
Dihadapan
kami, ada dua tungku yang sedang menjirang air kelapa dan satu tungku lagi
berupa olahan jadi dari proses masak air gula. Di tungku kedua saya sempat
mendekat menikmati langsung gula merah dalam kondisi belum mengeras. Rupanya
sang Ibu pemilik usaha sedang melakukan pengolahan gula kelapa. Kamipun
mengamati sembari bertanya soal proses pembuatan gula kelapa yang dilakoni sang
Ibu.
cicip gula langsung dari wajan nya. Enak!!! - photo by mba Evi |
proses mencetak Gula Kelapa |
Dibagian
luar rumah, kami menemui sosok bapak yang baru saja membawa air nira hasil
dapatannya. Sebagai penderes, si bapak terbilang tekun dengan mampu membawa
beberapa bilah bilah bambu berisi air nira dari beberapa pohon kelapa hingga
kemudian diolah oleh sang istri sebelum berwujud gula merah yang kerap kita
jumpai dipasar tradisional.
YASNAYA POLYANA DAN NILAI NILAI
KEHIDUPAN
Setelah menyimak proses pembuatan gula kelapa sekaligus
mencoba air nira segar yang baru didapat dari pohonnya, saya dan rekan rekan
kembali ke bangunan utama Bale Raos dimana beberapa rekan masih terlena dengan
olahan kopi dari mas Edi.
Spot Favorite saya dalam Bale Raos |
Di
kedai yang terbilang kecil dan unik itu ternyata sudah tersedia beberapa
camilan pendamping hidangan beragam jenis kopi dan teh rempah termasuk minuman
bernama Badeg - air nira.
Tak
lama berselang, panitia mengumpulkan kami di ruang depan dari bangunan Bale
Raos. Dan menyimak perkenalan mas Edi seputar lokasi, Bale Raos dan Pondok
Kratif.
wajah wajah menunggu Kopi |
Sebagai
pendiri dari kawasan Bale Raos mas Edi memiliki visi menyatukan kehidupan
dengan alam. Itulah sebabnya, Bale Raos tak hanya sekedar menyuguhkan sajian
kopi dan teh serta sarana bersantai alami saja tetapi juga beragam program yang
memberikan edukasi pada masyarakat. Bersama
Yayasan Yasnaya Polyana, mas Edi bersinergi memberikan edukasi cara
bercocok-tanam yang benar, yang organik dan yang memberikan dampak baik bagi
lingkungan yang berkelanjutan.
“bila
bicara organic, tak hanya sekedar apa yang kita makan saja. Tetapi cara membuat
makanan, termasuk cara kita memperlakukan lingkunganpun harus organic”. urai mas
Edi soal gaya hidup organik menurut sudut pandangnya. “percuma saja makan
sayauran organik tetapi cara cara dalam proses tanamnya justru membuat
lingkungan tidak sehat. Itu bukanlah Organik!” jelas mas Edi kemudian.
Coffee Roosting di Bale Raos |
Melihat
sosok mas Edi bertutur, saya merasa
mendapat uraian sisi lain dari kehidupan
dan alam sekitar. “jika jalan jalan, jangan hanya sekedar posting photo photo
selfie saja tetapi juga harus melihat proses panjang dari tempat yang kita
kunjungi. Dan hargailah orang orang yang ada dalam proses tersebut.” ucap mas
Edi pada kami pada peserta Juguran Blogger yang memberi perumpamaan sosok
penderes air nira dari pohon kelapa sebelum menjadi gula merah. Mas Edi pun
menambahkan soal upayanya memberi edukasi pada petani kopi dan petani cocok-tanam
lain untuk tetap menjaga lingkungan dan proses manual yang tetap dilestarikan
demi keberlangsungan dari lingkungan tersebut.
Dalam
Bale Raos juga terdapat beragam program menarik sebagai bagian dari wisata
edukasi bekerjasama dengan Yayasan Yasnaya Polyana. Diantaranya, Program Padepokan,
Pondok Tani Organic, Pendidikan anak tani, Kursus Filsfat dan Wisata alam serta
Tani organik. Bertemu dan bincang dengan
mas Edi seolah diingatkan untuk terus menerus menjaga lingkungan dengan tak
hanya sekedar menyebarluaskan keindahan dan potensi wisata semata, melainkan
juga menghargai beragam proses dibalik keindahan tersebut. Berkenan memaknai
setiap jengkal keindahan sebagai upaya dari para pendahulu.
mas Edi - pemilik Bale Raos bertutur banyak hal dihadapan kami. |
Bila
tandang ke Banyumas, sedang melakukan perjalanan ke Bukit Tranggulasih atau
pendakian ke gunung Slamet. Singgahlah ke Bale Raos yang jaraknya hanya sekitar
3 km dari kawasan wisata Baturraden. Temui mas Edi, berbincanglah dengannya
sembari seruput kopi olahan terbaik di Bale Raos – Pondok Kratif Yasnaya Polyana di dusun Peninis, Desa Windujaya, kecamatan
Kedungbanteng – Banyumas. “Salam Ngangsu Kawruh, Tuker Kawruh, Gendu Gendu Rasa”.
begitu ucap mas Edi pada kami diakhir kebersamaan siang itu.
____________________________________________________________
Catatan ini dibuat dari kegiatan Juguran Blogger di Banyumas bersama Blogger Banyumas dan di dukung oleh Bapeda Litbang Banyumas, Bank Indonesia, Loja De Cafe, Fourteen Adventure, PANDI.ID dan Hotel Santika Purwokerto.
____________________________________________________________
Catatan ini dibuat dari kegiatan Juguran Blogger di Banyumas bersama Blogger Banyumas dan di dukung oleh Bapeda Litbang Banyumas, Bank Indonesia, Loja De Cafe, Fourteen Adventure, PANDI.ID dan Hotel Santika Purwokerto.
Sangat mengesankan kak :)
BalasHapusIngin lagi aku ngopi di sana :D
BalasHapusaku suka foto yang biji kopi bang.
BalasHapusuntuk campuran apa sih bang indra kalau gula kelapa?