Kapal
yang saya dan rekan-rekan blogger tumpangi melaju kencang setelah beberapa
menit melakukan persiapan di dermaga yang akan menghubungkan kami dengan Taman
Nasional Bako – Sarawak. Sejak pagi,
saya pribadi merasa antusias menjalani aktivitas sepanjang hari di Kuching
bersama Sarawak Tourism Board dibawah arahan langsung dari bang Kevin Hamish yang
juga blogger Dayak Wanderer yang hits se-negeri Jiran.
Hamparan
sungai luas yang kami lalui merupakan bagian dari aliran sungai Muara Tebas dan
terhubung dengan kawasan Laut Cina Selatan itu ternyata di diami dataran hutan
seluas 2.727 hektar dengan beragam pesona yang terkandung didalamnya. Sejak ditetapkan pertama kali pada tahun
1957, Taman Nasional Bako menjadi taman nasional pertama dan menjadi taman
nasional tertua di Sarawak – Malaysia. Bako dihuni oleh sekitar 275 kera bekantan
(proboscis), lalu adapula habitat burung lebih dari 150 spesies dalam kawasan
Bako.
PESONA BATU LAPIS DAN SAPAAN MACACA
Setelah
30 menit berlayar dengan perahu mesin, kami tiba di bibir pantai nan landai
dengan bebatuan lapis yang telah memukau pandangan kami sejak kapal masih
melaju. Tak heran bila kami serempak menghampiri batu lapis dan langsung
menikmati pesonanya lebih dekat. Kak Anna – tour guide kami menjelaskan beragam
keindahan dari batu lapis di dalam kawasan Taman Nasional Bako. Termasuk
kepiting kepiting kecil dan lubang lubang rumah mereka di hamparan pasir.
Beberapa dari kami pun mengabadikan diri diantara bebatuan lapis dengan warna
warna yang menggoda. Saya sempat teringat kue lapis khas Kuching saat melihat
alur warna pada batu lapis tersebut. Bisa jadi juga ya.. hehehe.
Setelah
puas mengabadikan diri dengan batu lapis – termasuk photo ala ala BackStreet
Boys dan Spice Girls, saya dan
rekan-rekan blogger memasuki kawasan
Taman Nasional Bako. Beberapa jenis kera ekor panjang (macaca fascicularis)
menyambut kehadiran kami sejak gapura depan hingga ke halaman sebuah bangunan
utama dari Taman Nasional Bako. Beberapa pengunjung ramai di gedung utama
tersebut. Sebagian besar adalah wisatawan asing dataran Eropa dan Amerika.
DI SAPA BABI JANGGUT
Setelah
mendapat penjelasan secara general soal Taman Nasional Bako oleh kak Anna, kami
diajak melakukan trekking ke bagian
dalam yang memiliki kawasan huni atau cottage
yang dapat dijadikan sarana bagi pengunjung yang ingin bermalam. Pijakan kaki
ditata sedemikian rupa untuk kenyamanan menikmati kawasan dalam dari Taman
Nasional Bako. Beberapa wisatawan terlihat menikmati perjalanan dalam beberapa
group. Tak begitu jauh dari bagian
depan, beberapa wisatawan asing berkumpul di semak semak, yang kami ketahui
sedang memotret ular yang bertengger di ranting pohon. Si ular sedang pose kali yaa,.. beberapa teman
mendekat. Tidak dengan saya. Maaf saya
takut dengan seluruh jenis Ular.
Yang
membuat kami antusias selanjutnya adalah dapat melihat habitat monyet, kera
hingga bekantan di kawasan bagian dalam dari Taman Nasional Bako siang itu.
Beberapa bekantan nampak beraksi di hadapan para wisatawan. Tampaknya, hewan
hewan dalam Taman Nasional Bako sudah terbiasa dengan kunjungan wisatawan. Makanya
tak heran bila para hewan-hewan itu beraksi menampakkan pesona dirinya
dihadapan pengunjung yang memang berharap menemui mereka.
Disela
perhatian kami ke bagian atas pepohonan ternyata seekor babi janggut (Bornean Bearded Pig) tampak muncul dari
bawah rumah panggung yang letaknya persis dekat kerumunan kami. Saya pribadi
merasa tertarik mengabadikan keberadaan babi janggut liar bertubuh lebih besar
dari babi potong tersebut ketimbang harus meganga menatapi kera-kera
berantraksi diatas pepohonan. Terlebih kamera yang saya punya tidak bisa
menangkap dengan baik posisi kera kera dan bekantan tersebut karena
keterbatasan lensa yang saya bawa. Si Babi jenggot pun tampaknya sudah terbiasa
dengan kehadiran manusia. Buktinya, meski ia sedang jadi sorotan banyak kamera,
tetap saja si babi santai berjalan sembari mengendus dedaunan di dekatnya. Dasar Babi!!!. Sok Asik deh Loe!!.
MELIHAT LANGSUNG TONGKAT ALI
Usai
menikmati sisi dalam dekat bangunan utama. Bang Kevin Hammish dan kak Anna
mengajak serta kami kebagian lain dari kawasan Taman Nasional Bako, tepatnya
Telok Paku. Sebelum tiba di Telok Paku, saya dan rekan-rekan menyusuri kawasan
bako dengan jalur trekking yang rapih dan terarah. Pijakan kaki yang nyaman bagi pengujung di
ciptakan dalam kawasan Taman Nasional Bako. Selain itu daya tarik pantai dari
kejauhan dan kawasan Bako nan hijau jadi suatu paket wisata yang lengkap.
Terlebih bagi yang menyukai flora dan fauna khas kawasan tropis.
Sepanjang
perjalanan trekking, kak Anna menjelaskan beberapa jenis tumbuhan langka
termasuk jenis jenis jamur dan tumbuhan lumut di beberapa bagian jalan yang
kami lalui. Bahkan kak Anna sempat mengajak serta kami melihat langsung pohon
yang kerap disebut sebagai tongkat Ali – yang konon dapat menambah stamina
seksual para pria – eh wanita juga boleh ya..tapi
saya sih gak nemen banged mau ambil tongkat ali. Lha udah pake macem macem KB aja anak gw udah 3!. Apalagi kalo pake
tongkat Ali. Alamat anak bisa selusin!!!.
Hobaahh!!.
Kak Anna - tour guide kami menjelaskan tumbuhan dalam kawasan Taman Nasional Bako |
TREKKING BALIK ARAH
Berdasarkan
papan penunjuk arah, Telok Paku berjarak 8 km. tetapi kak Anna menjelaskan
hanya 800 meter saja…hhmm… bila
memang jaraknya 800 meter mengapa si plang penunjuk arah itu tidak diganti. Saya
tidak bermasalah dengan trekking dalam hutan. Saya pernah menjelajahi Taman Bukit
Barisan Selatan yang jauh lebih liar dari kawasan Taman Nasional Bako, tapi
memang niatnya kunjungan hanya satu kawasan. Terbayang , jika tujuan hanya
tandang ke Taman Nasional Bako saja, alhasil sampai sore, kan… dan tentu tidak
kebagian kunjungan ke tempat lain yang telah terjadwal dalam satu hari. Itulah
sebabnya saya tidak berkenan meneruskan trekking dan memilih berbalik kearah semula.
Selama
menyusuri kawasan dalam dari Taman Nasional Bako, saya pribadi tak berkenan
bicara banyak. Mengingat kawasan sejenis Taman Nasional tentu memiliki ‘warga’
yang akan terganggu ketenangannya ketika pengunjung mengusik dengan bertingkah
dan berbicara terlalu berisik. Itulah sebabnya sepanjang perjalanan saya banyak
diam. Lagi pula sebagai seorang dewasa, kita wajib pandai bersikap kan?, kapan
kudu ‘rame’, kapan wajib ‘diem’,hehehe.
Menikmati
hutan dan beragam tumbuhan serta keunikan dari Taman Nasional Bako memberi saya
pemahaman soal kawasan hijau nan asri lengka dengan daya tarik fauna yang belum
tentu saya temui di kawasan sejenis di Indonesia. Karena memang kawasan hutan
atau Taman Nasional itu selalu memiliki keunikan tersendiri. Itulah sebabnya
saya selalu senang bila punya kesempatan tandang ke Taman Nasional.
Makan
siang di gedung utama bagian dapan saat kedatangan kami semula adalah aktivitas
siang kami selanjutnya sembari menunggu kapal yang akan kembali membawa kami ke
dermaga dimana kami memulai kunjungan dipagi tadi. Semoga ada kesempatan untuk kembali tandang
ke Taman Nasional Bako. Karena saya tertarik bermalam di penginapan yang ada
dalam kawasan Taman Nasional Bako agar lebih dekat dengan fauna yang ada
didalamnya.
Karena air lautnya sedang surut, kita jadi bisa melihat pemandangan seperti padang pasir di pantainya. Indah banget
BalasHapusYesss....semoga ada waktu kesana lagi...
Hapusaku terpukau sama foto babi janggutnya bang. 30 menit naik kapal cepat, seru tuh bang.. asal gak mabok laut hehe
BalasHapusAsik bener yah bisa maen kesana. Palingg ngga harus trekking 7 jam an biar seru :p
BalasHapus