…”eh,
ada Hammish Daud ?!!...” sentak saya dalam hati saat melihat wajah yang tak
asing di balik jendela bis. “kenapa
suami Raisa ada disini?!!” gumam saya kemudian.
Setelah
berkendara lebih kurang 20 menit dari Bandara Internasional Kuching, sore itu bis yang membawa saya dan
rekan-rekan blogger tiba di Imperial Riverbank Hotel yang letaknya persis di
bibir kawasan Kuching Waterfront. Sosok
Hamish Daud yang saya kira bukanlah Hamish Daud yang sebenanrnya, hahaha. Melainkan sosok mister Kevin –
perwakilan dari Sarawak Tourism Board yang menyambut kedatangan kami sore itu.
Yes!, kami sedang melakukan lawatan wisata di Kuching – Malaysia.
Bang
Kevin Hamish, begitu saya dan teman-teman blogger sepakat menamainya. Setelah
sang pemilik badan melakukan googling
dan mendapati wajah Hammish yang kami katakan sama dengan dirinya. Bang Kevin
pun tak keberatan disamakan dengan Hamish, hhmm…ya,
ialah..gue aja kalo di bilang mirip Hamish Daud juga gak keberatan
kok..sayangnya gak mirip sama sekali!!.
Sebuah prakata dari pertemuan hangat sore itu.
KAMPUNG MELAYU KALA SENJA
Salah satu bagian dalam Kampung Melayu - Kuching. |
KAMPUNG MELAYU KALA SENJA
Usai
mendapatkan kamar dan berkemas secara cepat, kak Dodon berinisiatif mengajak
kami menikmati kawasan Kampung Melayu yang letaknya di seberang dari letak
hotel kami bermalam. Sebagai penyuka jalan jalan, tentu saya tertarik ikut
serta. Ngapain pulak Cuma leyeh-leyeh di
hotel ajaa… Lets Go!!.
Menuju
ke kawasan Kampung Melayu tidaklah sulit, cukup bayar 1 ringgit kami sudah
menyeberangi bentangan Kuching Waterfront dan kemudian melangkahkan kaki di
kawasan yang suasananya begitu asri. Beberapa penjual cinderamata, penjual
jajanan khas hingga kue lapis yang tersohor di Kuching.
Setelah
mengabadikan diri di kawasan kampung Melayu termasuk mengabadikan suasana senja
dengan latar waterfront dan Sarawak Cruises hingga gagahnya Imperial River
Hotel, kami pun kembali ke hotel karena jadwal makan malam menanti.
hidangan lezat di Top Seafood Kuching |
SAJIAN SEAFOOD NAN LEZAT
Bang
Kevin Hamish serta tour guide kami –
Aunty Anna, yang minta di sapa dengan Kak Anna, telah menanti kami di lobby
hotel untuk kemudian menuju tempat bersantap malam itu.
Ternyata,
letak tempat makan malam kami tidaklah terlampau jauh. Dengan berjalan kami dari hotel menuju pusat makanan Meet Up – Top Spot Seafood yang
letaknya di roof top sebuah gedung. Dari
bagian luar gedung tak tampak suasana ramai. Hanya beberapa kendaraan terlihat
di kawasan perkir. Tapi suasana ramai langsung terlihat di bagian roof top saat
kami tiba. Sebuah konsep bersantap yang menarik. Berada di puncak gedung
sehingga tidak menyebabkan kemacetan di bagian jalan. View
nya juga bagus plus tidak terkena lalu lalang kendaraan. Bukan lesehan yang
menjamur di pinggir jalan gitu lho,
hehehe.
Sebuah
meja bundar dengan kursi berjumlah 12 telah disiapkan untuk kami dan juga bang
Kevin Hamish. Tak berselang lama,
hidangan demi hidangan tersaji. Yang menarik adalah sajian menu pembuka bernama Fried Oyster – yang sekilas seperti
opak dalam ukuran besar dengan beberapa bintik bintik di dalamnya yang ternyata
adalah kerang. Kudapan favorit di Top Spot Seafood.
Seluruh
hidangan yang tersaji begitu istimewa, mulai dari sajian Ikan dengan sentuhan bumbu rempah,
kepiting, tumis paku pakis, udang mentega, cumi saus hitam, sup telur dan
jagung lengkap dengan semangka potong diakhir santapan kami. Semuanya lezat!!.
Saya paling suka dengan Ikan bumbu rempahnya. Segar!. Tak salah memilih Top
Spot Seafood sebagai wisata kuliner
aneka seafood terbaik yang layak di coba
bila tandang ke Kuching.
selamat datang dalam kawasan Taman Nasional BAKO |
JELAJAH TAMAN NASIONAL BAKO
Pada
hari kedua di Kuching, kami memiliki kesempatan untuk melihat secara langsung
dan lebih dekat dengan kawasan Taman Nasional Bako. Lagi lagi saya tak berupaya mencari tahu soal
Taman Nasional Baku dari paman Google. Biarlah jadi kejutan yang menyenangkan. Dan tandang ke taman nasional adalah hal yang
saya sukai.
Taman
Nasional Bako adalah Taman Nasional pertama dan tertua di Sarawak – Kuching,
yang dikukuhkan pada tahun 1957. Butuh sekitar 40 menit dari pusat kota untuk
mencapai dermaga sebelum akhirnya eksplorasi Taman Nasional Bako dimulai. Tiba
di dermaga ternyata telah banyak pengunjung yang juga akan melakukan perjalanan
seperti kami.
Sebelum
tiba di di kawasan Taman Nasional Bako, lebih dulu harus menempuh perjalanan
air dengan mengendarai sepeda bertenaga mesin selama 30 menit. Usai mengenakan life jacket
dan memastikan group kami siap perjalanan pun dimulai. Gelombang air yang cukup besar saat itu.
Bentangan sungai yang kami lalu sedang dalam kondisi deras. Maklum, sedang
masuk musim hujan. Itulah sebabnya, Kak Anna – tour guide kami menyarankan waktu yang baik tandang ke Taman
Nasional Bako saat tidak musim hujan.
PESONA BATU LAPIS
Kami
langsung berhamburan ke bibir pantai nan landai ketika perahu yang kami
tumpangi berhenti di hamparan pasir di bagian muka Taman Nasional Bako. Sebuah
bebatuan menjulang tinggi memikat minat kami. Saya langsung ingat dengan motif
kue lappips yang saya temui di kampung Melayu kemarin sore ketika melihat lurik
dari batu batu besar tersebut. Bisa jadi
juga kue lapis itu terinspirasi dari corak bebatuan di kawasan taman nasional
Bako itu, hehehe. Tak heran bisa satu
rombongan segera mengabadikan moment bersama batu lapis gagah menjulang
tersebut. Bahkan kami sempat photo ala
ala BoysBand & Girlsband. Berasa BackstreetBoys
dan SpiceGirls gituu!!. Hajjaaarrr!!!.
BERTEMU TEMAN LAMA
Kak
Ana mengarahkan kami menuju bagian dalam dari Taman Nasional Bako untuk
menyaksikan langsung beberapa fauna termasuk flora yang menjadi daya tarik
kawasan Taman Nasional Bako.
Sebuah
gapura menyambut kedatangan kami dan pengunjung lain. Suasana dalam kawasan
Bako terlihat ramai. Yang menarik, kedatangan kami dan pengunjung lainnya juga
diwarni oleh sapaan dari beragam jenis monyet yang nampak diberi kesempatan
menebar pesonanya diantara pengunjung yang mulai mengabadikan kehadiran mereka.
Saya
dan rekan-rekan blogger diberi arahan oleh kak Anna – tour guide kami seputar
kawasan termasuk beragam jenis flora dan fauna di dalam kawasan Taman Nasional
Bako. Secara pengalaman kak Ana tak bisa dibilang biasa. Ia dengan lancar
menjelaskan soal beragam habitat hewan hingga jenis jenis tumbuhan sejak
kedatangan kami di bebatuan lapis hingga di dalam kawasan Taman Nasional Bako.
Banyak
kisah seru yang terjadi selama menyusuri kawasan dalam Taman Nasional Bako.
Kelak akan saya tuturkan dalam judul terpisah. Karena terlalu panjang bila
harus di kisahkan disini. Sabar yaaa?... tunggu postingan saya selanjutnya yaa….
Cha cha cha cha cha cha!!!.
SINIAWAN NAN RUPAWAN
Nyaris
sepanjang hari kami menikmati suasana di Taman Nasional Bako. Sebuah eksplorasi
yang menyenangkan karena bertemu ‘teman teman lama’ saya! Hahahaha. Mengisi sore, kami
diajak oleh bang Kevin Hamish menikmati suasana sore di kawasan yang memiliki
penataan bagai street food di salah satu bagiannya. Bernama Siniawan Old Town.
Berjarak 20 kilimeter dari Kuching. Butuh 40 menit berkendara hingga tiba di
Siniawan yang merupakan kawasan kecil yang sebagian besar masyarakatnya etnis
Tionghua.
Menurut
informasi, dahulunya kawasan Siniawan Old Town adalah hunian warga biasa hingga
pada 2010, berdasarkan inisiatif penduduk menggelar beragam jajanan saat akhir
pekan. Dan lama kelamaan menjadi bagian dari usaha yang menjanjikan. Hingga
kini berkembang menjadi centra kuliner yang menjanjikan bahkan menjadi daya
tarik wisata yang layak untuk di singgahi bila ke Kuching.
Siniawan Old Town dengan kerlap kerlip lampu |
bergaya dulu yaaaa.... |
Soal
kawasan Siniawan yang memesona itu pun nantinya akan saya kisahkan melalui
penuturan terpisah. Mengingat banyak hal hal menarik yang saya temui di kawasan
Siniawan. Termasuk bangunan berusia ratusan tahun yang menjadi daya tarik yang
paling memikat dari beragam pilihan kuliner di Siniawan Old Town.
Meski
hanya dua hari di Kuching. Saya mendapati banyak hal menarik. Sesuatu yang tak
pernah saya ketahui bahkan saya duga akan menemukannya. Apa saja itu?, nanti yaa…saya utarakan di judul judul tulisan
selanjutnya… hhmm… udah dulu yaaa.. mau Joget Cha Cha Cha Cha Cha dulu.
Baca postingannya Mas Indra jadi kangen sama Babang Hamis KW. Hiks. Btw itu kampung melayu kayaknya bagus ya mas tempatnya, duh jadi pengen ke situ
BalasHapusmakanya ikutan pas ke kampung melayu heheheheh
HapusDulu sekali pernah pergi ke Kuching via Pontianak memakai Bis Damri. Pengalaman tak terlupa seumur hidup deh. Takjub liat perbedaan di satu pulau beda negara. Cuman pengalamanku ke sana tidak sekomplit dan seseru kalian deh. Enak banget bisa keeksplore dengan maksimal. Eh kok malah curhat di blog orang ? #komentakberfaedah
BalasHapusPertanyaan deh, Satu kata yang menggambarkan Kuching ?
sungguh tersanjung blog ku di komentari oleh kakak arief yang baik hati dan murah senyum..sungguh ber Faedah sekali koment nya...bertabur Faedaaaahhhhh.......
Hapusjawab pertanyaan nya yaa : RAPIH.
bang Indra... aku suka kawasan old town nya.. eyegasm sekali di sana.
BalasHapusbetul, aku juga kurang suka kalau diam di kamar hotel juga, rasanya gatel pengen keluar jalan lihat apa yang bisa dijepret hee..
wah, ternyata Kuching punya banyak daya tarik ya Mas.
BalasHapusbaca artikelmu jadi pengen nyobain makan di Siniawan Old Town.
eh, dia tutup jam berapa ya mas?
Thank you for sharing, ditunggu tulisan berikutnya Mas Indra :)