Mendapati
cuaca cerah selama perjalanan ke Suoh itu bagai sebuah do’a yang dikabulkan sang
Pencipta. Sejak pagi hingga tengah siang gumpalan awan dan langit bagai sedang
bersolek kemudian berpose dihadapan segenap umat seolah tahu bahwa ia sedang
dinikmati jutaan pasang mata dan diabadikan melalui bidikan kamera. Saya dan
rombongan segera bergegas melanjutkan perjalanan ke kawasan Pasir Kuning,
Nirwana dan Keramikan setelah sang pengayuh perahu memberi tanda kesiapan pada
kami
selamat datang dalam kawasan Danau Asam |
PELAYARAN KE PASIR KUNING
Untuk
menuju bentangan pasir kuning, kami harus melakukan pelayaran mengarungi Danau
Asam dengan perahu kayu bermesin. Sebesar Rp. 15.000/orang (PP) adalah ongkos
naik kapal. Nah, mengapa disebut Danau Asam?, konon kandungan sulfur lah yang
menjadikan air danau terasa asam. Mau coba?, kalau saya sih ogah! Hahahaha.
Kami
tiba di hamparan Pasir Kuning, setelah pelayaran selama 15 menit mengarungi Danau
Asam yang merupakan danau terluas dalam kawasan Suoh termasuk menyaksikan
hijaunya padang savanna dan indahnya lereng bukit gunung ratu yang sekilas
seperti suasana dalam film Jurassic Park.
mari menikmati pelayaran dengan mengabadikan suasana sekitar danau - photo by bang Endang |
....Baca Juga Pengalaman Perjalanan Tiba di Suoh... Kondisi Jalan ke Suoh
Seorang pria paruh baya menanti kami di tepian danau yang merupakan tempat berlabuhnya perahu kayu yang kami tumpangi. Tak ada dermaga kayu yang dapat kami jadikan pijakan saat tiba di tepian danau. Beberapa rekan musti rela sepatunya basah terjerembab dalam kubangan tepi danau. Kemudian kami berjalan perlahan diantara lumpur bibir danau yang bersinggungan langsung dengan kawasan pasir kuning. Beruntung saya memakai sandal gunung, sehingga tak perlu membuka sandal untuk melalui kontur lumpur meski terasa berat ketika melangkah diantara genangan lumpur yang menggelayuti sandal.
Seorang pria paruh baya menanti kami di tepian danau yang merupakan tempat berlabuhnya perahu kayu yang kami tumpangi. Tak ada dermaga kayu yang dapat kami jadikan pijakan saat tiba di tepian danau. Beberapa rekan musti rela sepatunya basah terjerembab dalam kubangan tepi danau. Kemudian kami berjalan perlahan diantara lumpur bibir danau yang bersinggungan langsung dengan kawasan pasir kuning. Beruntung saya memakai sandal gunung, sehingga tak perlu membuka sandal untuk melalui kontur lumpur meski terasa berat ketika melangkah diantara genangan lumpur yang menggelayuti sandal.
kapal sandar tanpa dermaga - tarik bang .... photo by bang Endang |
usai berlayar lanjut melewati hamparan Pasir Kuning - photo by bang Endang |
pakai sendal gunung itu pilihan tepat kalau ke SUOH |
bebatuan yang menguning diatas hamparan pasir kuning karena sulfur |
photo by bang Endang - hamparan Pasir Kuning bersama bang Hendra |
JELAJAH JALUR RIMBA
Warna
kuning pada bentangan pasir merupakan wujud dari pecahan bebatuan yang telah
terkena kandungan sulfur atau belerang sehingga memancarkan rona kuning pada
seluruh permukaannya. Beberapa saat kami
mengabadikan hamparan kerikil kuning berbalut belerang tersebut sebelum akhirnya
kami bergegas mengikuti bapak paruh baya – pemandu rombongan kami menuju bagian
dalam hutan belantara. “ini jalan pintas
menuju Nirwana” ucap pak pemandu mengarahkan langkah kami kebagian dalam hutan
setelah melalui sungai kecil.
Saya
tak banyak komentar soal rute jalan yang kami lalui saat itu. Selain kondisi
hutan yang benar-benar masih alami, dibeberapa bagian terdengar suara burung-burung
yang perlahan menghadirkan nuansa magis. “beberapa babi hutan sering lewat di
hutan ini…” tutur si bapak kearah kami sembari menunjuk kondisi tanah
disepanjang jalan setapak yang kami lalui. gggrrrhhh!,
penuturan si bapak bikin bergidik!.
melalui rute perkebunan warga |
MENYAKSIKAN ATRAKSI SURGAWI
Setelah
menyeberangi dua sungai dan tracking dalam padang ilalang hingga masuk ke dalam
jalur rimba, akhirnya kami tiba di kawasan yang kami nantikan sejak pagi
memulai perjalanan. Saat mata menatap
gumpalan uap dari kejauhan saja saya sudah takjub. Dan semakin takjub ketika
melihatnya langsung. Gugusan bebatuan yang membentuk lekuk geotrek akibat panas
bumi. Tak heran bila masyarakat Suoh
menyebutnya hamparan Nirwana. Sesuai namanya, tempat dimana saya dan
rekan-rekan pijak kala itu sungguh pesona surgawi yang membentang nyata di bumi
Lampung Barat. Saya memang belum pernah ke Surga, tapi setidaknya keindahan alam dalam letupan
uap dan kandungan panas bumi dikawasan Nirwana serupa kondisi gambaran surgawi
di film fiksi, hehehe.
…”pemberian
kata Nirwana bukan hanya berarti ‘surga’, tetapi karena di dalam kawasan
geotrek tumbuh subur dua pohon Wana diantara kondisi uap dan kandungan sulfur…”
jelas Mamak Oenchu pada saya. …“itulah mengapa masyarakat sekitar menyebutnya
NIRWANA, karena ada dua pohon Wana ditengah kawasan itu” imbuh Mamak Oenchu.
Saya pun mengamati dua pohon Wana yang tumbuh rimbun ditengah himpitan bebatuan
dan semburan air dan uap panas.
Dengan
keunikan kawasan berhias gumpalan uap dan letupan air dari lubang disekitar
Nirwana menambah semangat kami mengabadikan diri dengan bentangan Nirwana yang
sungguh memesona. Meski dibeberapa bagian pengunjung harus berhati-hati. Bebatuan kecil yang diletakkan diatas
permukaan kawasan merupakan tanda agar pengunjung tidak menginjak lebih dari
batas yang ditandai wujud batu tersebut. “…beberapa bagian ada kandungan gas
berbahaya jika diinjak atau dilalui..” himbau bang Eka ketika saya sedang
mengabadikan diri dibeberapa sudut kawasan Nirwana.
MENJEJAKKAN KAKI DI KERAMIKAN
Ingin
rasanya berlama-lama dalam kawasan Nirwana, namun kami menyadari masih ada satu
kawasan yang juga wajib kami kunjungi saat itu.
Saat perjalanan meninggalkan
Nirwana kami sempat berpapasan dengan 5 orang Polisi yang tampaknya ingin
melihat langsung kawasan Nirwana, hhmm…
Polisi aja tertarik tandang langsung lihat Nirwana, masak kamu nggak?!!. Katanya
traveler, My Trip My Advanture Wannabe,
kok diem di rumah aja??...hhmmm. Kemon Genks!!
Kami
mempercepat langkah menyusuri kawasan hutan, perkebunan hingga kemudian
menghubungkan kami pada bagian depan dari kawasan Keramikan yang terdapat beberapa pondok
penjaja makanan dan minuman khas olahan warga setempat. Kami sempat singgah
disebuah warung untuk sekedar mengisi perut dengan es cincau dan beberapa panganan
yang dijajakan. Lumayan buat energi lanjutan.
Saya dan rombongan tiba di Keramikan saat cuaca mulai mendung. Tak ingin menunda waktu, kami pun bergegas mengabadikan beberapa sudut penting dari bentangan Keramikan yang pesona uniknya membelalakkan mata saya.
Keramikan
itu tercipta dari lahar yang mengeras sehingga membentuk seperti semen yang
berdekatan dengan sumber air panas bumi. Keramikan Suoh juga merupakan daratan
yang berasal dari cairan dan panas sulfur dari sumber panas Suoh yang
endapannya telah ada sejak ratusan tahun silam. Jadi, kepulan uap panas dari
kawah panas bumi itulah yang membuatnya tak henti menebarkan aroma belerang
meski dalam kondisi diguyur hujan sekalipun.
kontur tanah yang dipengaruhi oleh panas bumi |
kawasan Keramikan |
TRAGEDI KAPAL MOGOK!.
Mendung
menggelayut saat hari beranjak petang. Saya dan rekan-rekan pun memutuskan bergegas
meninggalkan kawasan Keramikan untuk kemudian berjalan menuju letak perahu kayu
kami semula. Meski kemudian rombongan Polisi
yang berpapasan dengan kami sebelumnya itu lebih dulu menggunakan kapal kayu
menuju kembali ke kawasan daratan Danau Asam.
Kamipun harus rela menunggu kapal kembali menjemput kami setelah si
kapal mengantarkan Polisi kedaratan. Okelah,
toh kami masih bisa bergurau di jembatan dan sepanjang hamparan Pasir
Kuning.
Kami bergegas
menaiki kapal kayu yang tak lama tiba menjemput kami. Usai menyusun posisi
duduk dalam kapal kayu kami pun berpuas diri karena segala rencana kunjungan
sepanjang hari ini terwujud nyata tanpa kendala meski rintik hujan mulai
menyapa disore hari.
Meski
begitu, senyum bahagia kami sesaat terhenti ketika mendapati kondisi mesin kapal
yang kami tumpangi tak dapat menyala. Diam-diam saya mulai berimajinasi ;
Semoga tak ada buaya dalam kawasan Danau Asam yang mendekat kearah kapal.
Terlebih posisi kapal telah cukup jauh meninggalkan bibir danau. Apalagi saya sadar betul tak pandai berenang
bila nantinya kapal kayu ini terbalik. Aarrgghhh….
Sungguh imajinasi buruk itu tak perlu bertengger lama dalam kepala. Sayapun
mengusir prasangka negatif tersebut dengan menjagak rekan-rekan untuk photo
bersama – sebagai upaya mengalihkan ketegangan akibat mesin kapal tak kunjung
hidup.
…”businya
bermasalah kali ?...”, sahut Adul
pada sang pengemudi kapal. Si pengemudi pun menelepon rekannya yang ada di
daratan seberang. Makin lah saya
takut!!. Untung kemudian Adul dan rekan rekan serempak bernyanyi lagu Indonesia Raya lengkap dengan
mengkibar-kibarkan bendera merah putih sebagai simbol semangat kami sebagai
satu tim pejelajah alam, meski diakhir lagu saya masuk dengan irama lagu dangdut
Rita Sugiarto … “la le la le la le la le
la “……
SAMBAL JENGKOL PEREKAT MALAM
Untunglah
mogoknya mesin kapal kayu dapat diatasi. Kami pun bergegas meninggalkan
pelataran Danau Asam usai berpamitan pada pemilik warung dimana kami menitipkan
kendaraan bermotor sejak siang.
Perjalanan
pulang terasa cepat, meski kenangan
sepanjang siang ini akan selalu lekat dalam ingatan. Betapa saya menyadari
bahwa keindahan photo kawasan Suoh yang saya nikmati selama ini, merupakan buah
dari ketekunan dan pengorbanan sang
photographer dalam menangkap moment indah. Selayaknya kita mengapresiasi
loyalitas sang juru gambar akan totalitas profesi yang mereka tekuni. Terbayang pula upaya para photographer
mengabadikan pesona Suoh saat dahulu kondisi jalan tak sebaik sekarang. Bravo Photographer!.
All people on Tim - sungguh saya kagum dan bangga mengenal mereka semua yang ada dalam photo ini |
moment singgah di warung makan pinggir jalan hanya karena ada sambal Jengkol |
Dalam
perjalanan pulang, diam-diam saya tersenyum pada diri sendiri, semacam ritual
yang saya berikan pada diri sendiri, saat berhasil menjalani trip yang tak
biasa namun dengan pesona destinasi yang mengagumkan. Sama dengan kagumnya saya pada segenap rekan
rekan di Lampung Barat yang berkenan menjadi bagian seru perjalanan saya ke
Suoh. Terima kasih atas waktu dan
kebersamaan yang seru dan akan selalu jadi kenangan terindah termasuk berbagi
jatah sambal jengkol pada warung sederhana
di pinggir jalan dalam perjalanan menuju
pulang, hahaha. Semoga tak bosan
menerima kehadiran saya yang kelak akan kembali mengeksplorasi pesona Lampung
Barat. Amin.
Luar biasa pengalaman ke suoh, ya. Jalurnya mantap. Jadi makin penasaran deh, sama suoh.
BalasHapusayooo mba ke Suoh.... seru lho...dan keren banged....soal tips ke sana bisa di baca di postingan terbaru aku...hehehe
HapusKece bana bana
BalasHapus