Sebenarnya,
saya ingin sekali menuturkan kisah ini usai menjadi relawan Trauma Healing di Palu pada pertengahan
Oktober 2018 lalu. Kisah dimana saya tergabung dalam Green Edelweiss dan didalamnya tergabung dua relawan bernama Sonia Fergina Citra dan Wilda Situngkir Tapi saya butuh jeda beberapa saat untuk berfikir
ulang. Saya ingin menuturkan kisah ini dari sudut pandang saya sebagai orang
biasa. Mewakili masyarakat awam pada umumnya. Karena saya memang tidak mengenal
mereka sebelumnya, selain dari sosmed.
Jadi buat kamu yang ingin tahu seperti apa rasanya jadi Puteri Indonesia?, lalu
bagaimana pribadi mereka ketika menjalankan peran sebagai seorang relawan?. Konon, sifat asli seseorang akan terlihat
ketika ia berada di lingkungan yang bukan kesehariannya atau bukan zona
nyamannya. Nah, agar tak menambah
praduga, baiknya simak uraian berdasarkan pengamatan saya secara langsung
selama 3 hari bersama Puteri Indonesia. Check
it dot!.
PUTERI INDONESIA JUGA MANUSIA
Gelar
mereka memang Puteri Indonesia. Sebuah gelar prestisius dari sebuah kontes
kecantikan tertua di Indonesia. Tapi bukan berarti Puteri Indonesia itu bagai
bidadari surga. Mereka juga manusia. Sebagai manusia, mereka memiliki jiwa dan
raga yang tidaklah sempurna. Mereka memiliki hati yang juga tersayat ketika di
bully netizen!. Mereka juga bisa menangis ketika bersedih meski tidak
diperlihatkan ke khalayak. Mereka juga punya kekurangan fisik, karena manusia
tentu tak ada yang benar-benar sempurna secara fisik kan?.
Pun,
mereka bukan produk teknologi mutakhir super canggih hingga pandai dalam segala
hal layaknya robot multitasking!.
Meski
mereka bergelar Puteri Indonesia, bukan berarti mereka berperilaku bak Ratu.
Selama proses perjalanan hingga menjalankan tugas sebagai relawan di kawasan
pengungsian tak pernah sekalipun Sonia maupun Wilda bertingkah bak Ratu!.
Mereka melakukan segala kegiatan seperti saya dan relawan lainnya. Tetap ikut antri proses check in pesawat sebagaimana penumpang
pesawat lainnya. Mereka membawa ransel mereka sendiri. Memakan makanan yang sama
di satu meja bersama semua anggota relawan lainnya. Bahkan tidur beralas ambal
sederhana di tempat yang sama dengan relawan wanita lainnya. Tak ada perlakuan
khusus. Bahkan mas Fabi – sang Chepron dari Yayasan
Puteri Indonesia tidak pernah memperlakukan mereka begitu istimewa bak ratu
istana kerajaan atau gadis mama nan manja, bala
bala. Tidak Ada!!
Karena
tidak ada perlakuan yang begitu istimewa bak ratu istana bagi penyandang gelar
Puteri Indonesia, maka para pemenang Puteri Indonesia itu adalah gadis-gadis
remaja yang mandiri dan disiplin. Mereka tidak cengeng!. Tidak menyeh-menyeh!.
Tidak kolokan!. Tidak merengek minta pulang atau setiap menit
telepon Mama karena takut bertugas di pengungsian. Tidak!. Mereka mandiri!. Tidur
tanpa AC pun mereka tak mengeluh. Melalui jalan rusak berjam-jam menuju
pengungsian di pedalaman mereka tak rewel. Saya sempat dibuat terperangah
ketika melihat Sonia dan Wilda sudah mandi dan rapi sejak jam 5 pagi lalu mulai
memulas wajah mereka dengan riasan tipis layaknya remaja puteri yang merawat
diri. Wow!!, melihat hal tersebut secara langsung, saya berfikir mereka
benar-benar mandiri. Bisa jadi, gadis
remaja sebaya mereka masih bobok cantik di jam 5 pagi!,hahaha.
Selain
itu Sonia dan Wilda adalah dua sosok yang begitu disiplin. Bila diberitahu
kumpul jam 7 pagi, mereka selalu tepat waktu. Tak ada cerita seluruh relawan menunggu
kesiapan Sonia dan Wilda karena mereka lelet. No!!.
Dan
perilaku disiplin yang mengagumkan adalah mereka tetap melakukan sit up sebanyak 30 kali setiap malam
sebelum tidur demi menjaga otot perut dan lingkar pinggang untuk bentuk tubuh
idel mereka sebagai seorang Puteri Indonesia! Hebat euy!.
diam diam saya mengabadikan kedua puteri sedang berkemas dan memulas wajah pagi hari di rumah warga |
SUMRINGAH TANPA KENAL LELAH
Bagai
telah jadi Standard Operasional Prosedur (SOP) seorang Puteri Indonesia
bahwa kemanapun mereka pergi dan berhadapan dengan siapapun wajib Tersenyum!. Sejak
pertama bertemu Sonia dan Wilda pada keberangakatan ke Palu, melakoni aktivitas
bersama selama 3 hari lalu kembali lagi ke Jakarta, tak pernah sekalipun saya
melihat Sonia dan Wilda cemberut. Siapapun yang mereka temui, dengan siapapun
mereka berhadapan, senyum ramah mereka selalu mengembang. Dan senyum mereka
begitu tulus. Terlebih ketika meladeni
permintaan photo bersama. Tak jarang di
setiap kawasan pengungsian, kehadiran Sonia dan Wilda justru jadi kerumunan dan
objek photo para pengungsi.
Selama
meladeni puluhan orang yang berjejal antri mengajak selfie, Sonia dan Wilda selalu tersenyum dan melakoninya dengan
penuh keceriaan. Bahkan tak sedikit dari ibu-ibu dan anak-anak yang mengajak
photo sembari memeluk serta menciumi wajah Sonia dan Wilda. Meski saya tahu
beberapa diantara penggemar itu tentu memiliki aroma tubuh yang kurang sedap. hhhmmm.
“Kalian
gak capek ya meladeni ajakan puluhan
orang photo bareng gitu, trus selalu tersenyum setiap berhadapan
dengan publik ? “ tanya saya pada Sonia dan Wilda disela santai usai makan
siang.
“Awalnya
butuh penyesuaian. Tapi lama-lama kami menganggapnya bagian dari pekerjaan
ketika berhadapan dengan banyak orang di luar rumah” terang Sonia tanpa
berfikir lama. “Jadi kak, kami berhenti tersenyum itu pas dalam ruangan tanpa orang lain. Seperti dalam mobil, kamar
tidur, atau toilet!” seloroh Wilda yang kemudian jadi gelak tawa saya bersama
mereka kala itu.
Wilda yang masih sempat mendengarkan curhatan seorang nenek perihal bencana gempa dan tsunami di PALU |
Sonia dan Wilda yang tak pernah sungkan membaur dalam kerumunan anak anak |
PROFESIONAL MUDA BERMETAMORPHOSA
Melihat
Sonia dan Wilda di kawasan bencana secara langsung saya jadi tahu bahwa menjadi
Puteri Indonesia juga memiliki kewajiban pada bidang sosial. Beberapa Puteri Indonesia sebelumnya pun
ditempa pada kegiatan sosial. Karena tentu YPI memilih pemenang Puteri
Indonesia tak hanya memenuhi unsur 3B (Brain, Beauty and Behavior) semata,
tetapi memiliki kepedulian pada lingkungan dan penderitaan manusia yang
terdampak bencana.
Menyandang
gelar Puteri Indonesia di usia muda di tuntut untuk terus giat belajar,
berlatih dan menempa diri untuk terus menerus menggali potensi diri secara
maksimal tanpa kenal lelah. Karena perjalanan mereka tidak berhenti pada gelar
Puteri Indonesia saja, tetapi akan berlanjut pada kontes kecantikan tingkat
dunia!. Jangan dikira mereka tidak menempa diri. Mereka belajar setiap hari.
Giat membaca buku dan menambah pengetahuan. Melakukan diskusi dan belajar
langsung pada para pakar. Mencatat semua saran positif dan kritik membangun
dari semua pihak termasuk para Netizen dan Pageant Lover, bahkan hatters sekalipun!.
“Semua masukan yang disampaikan melalui sosial media kami simak dan kami
jadikan acuan untuk jadi lebih baik lagi, kak” ujar Sonia ketika saya tanya
bagaimana menanggapi bully-an di Sosmed. “Justru kak, yang kasih bully-an ke
kami itu adalah pihak yang sayang dan super perhatian ke kami. Meski kadang ada
sedihnya juga kalau udah keterlaluan, hihihi”
jelas Wilda pada saya.
Menyandang
gelar Puteri Indonesia bukanlah pekara mudah. Bersama sosok Sonia dan Wilda
selama 3 hari di pengungsian tanpa atribut glamour membuat saya lebih
menghargai profesi, tanggungjawab dan dedikasi mereka pada gelar yang mereka
sandang. Belum tentu masyarakat awam
berkenan melakoni apa yang mereka jalani. Selayaknyalah kita menghargai
metamorphosa mereka. Janganlah terlalu
dini memberi penilaian. Karena
terkadang, kita yang menonton di layar TV atau kita pengguna sosial media hanya
melihat berdasarkan photo dan postingan media semata tanpa pernah tahu
personality hingga upaya keras yang mereka lakukan untuk ada dalam posisi
tersebut. Bisa jadi, ada ratusan bulir air mata dan lapisan hati yang teriris
dari komentar para netizen. Dan bayangkan bila kita di posisi mereka. Yang
terus menjalankan tugas secara professional meski nyinyiran pedas berdatangan. Mari kita dukung upaya keras
para Puteri Indonesia untuk menampilkan yang terbaik di ajang Internasional.
Karena tugas mereka bukan sekedar lenggak lenggok atau pamer kecantikan fisik semata
tetapi sebuah tugas membawa nama baik negara. Indonesia.
Bagus tulisannya, mengalir seperti kejadian dan fakta sesungguhnya. Keren tulisan Om indra
BalasHapushehehe terima kasih...
HapusIndonesia We Did It
BalasHapusSemangat PUTERI INDONESIA semangat negriku tercinta INDONESIA
BalasHapusTerimakasih kak untuk tulisannya,semoga yang suka nge-bully sadar secepatnya
setidaknya sekarang mereka ber progress dans edang menunjukkan pesona serta capaian personal mereka.
HapusKalau kelakuan Putri Indonesia, manja, menye-menye, selalu minta diistimewakan bak ratu, mending ke laut aja ya. Bangga bahwa mereka yang menyandang Putri Indonesia di atas memiliki karakter seperti yang diharapkan
BalasHapusyup mba, meski mereka bergelar jawara Puteri Indonesia tapi mereka begitu cekatan dan ligat mbaaa...
Hapus