Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Selasa, 20 November 2018

PEDULI PALU DAN DONGGALA BERSAMA GREEN EDELWEISS DAN PUTERI INDONESIA


Wilda dan Sonia - photo by Rudy Photograph

Keterlibatan saya menjadi tim relawan untuk bencana Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah berkat ajakan dari Mas Ayi – owner dari Green Edelweiss Foundation.  Meski kepastian saya masuk dalam tim relawan terbilang dekat dengan hari pelaksanaan. Tak hanya tim dari Green Edelweiss Foundation saja,  2 sosok Puteri Indonesia juga jadi bagian dari keberangkatan menuju Palu dan Donggala.  Sonia Fergina Citra – Puteri Indonesia 2018 dan Wilda Situngkir – Puteri Indonesia Pariwisata 2018.

The Team ; Green Edelweiss, RSIA Budi Kemuliaan, Kak Rizal, Puteri Indonesia

Pada 18 Oktober 2018,  kami bertolak menuju Palu dengan pesawat komersil setelah sebelumnya sempat ada rencana untuk menggunakan pesawat Hercules. Rombongan kami tergolong lengkap. Selain ada dua sosok Puteri Indonesia yang peduli terhadap bencana di Palu, ada pula tim medis dari RSIA Budi Kemuliaan, lalu photographer dan videographer hingga kak Rizal, sosok pendongeng kawakan yang kelak akan menghibur adik-adik di pengungsian.  Program Trauma Healing dan Kesehatan adalah hal utama yang menjadi misi dari keberangkatan kami ke Palu. Meski ada ragam jenis bantuan dari para donatur yang nantinya akan juga di distribusikan bagi para penyintas. Selain itu, kami pun akan menyerahkan bantuan dari Mustika Ratu dan juga Yayasan Puteri Indonesia selaku pihak yang menaungi para Puteri Indonesia. Saya pribadi memiliki misi kemanusiaan dan bantuan membawa komunitas DGCI Lampung.

Mba Neta dan Tim Medis dari RSIA Budi Kemuliaan - memberikan pelayanan kesehatan di tenda-tenda pengungsian - photo by Rudy Photography
LIKUIFAKSI DAN DUKA BALAROA

Cuaca cerah menyambut rombongan kami kala tiba di Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie Palu.  Dampak gempa langsung terlihat di bandara ini. Pagi itu kami langsung melakukan kunjungan ke beberapa titik pengungsian usai menyelesaikan seluruh barang bawaan. Di pusat kota Palu, sepanjang jalan yang kami lalui terlihat jelas bangunan dampak gempa termasuk dampak tsunami disepanjang kawasan teluk Talise.  Kami sempat singgah ke rumah pak  Apriawan Jl. Asam Dua – Palu Barat – rumah warga di kota Palu yang kelak akan kami tumpangi untuk bermalam sebelum melaksanakan kunjungan ke tenda pengungsian.

Kawasan Balaroa menjadi kunjungan perdana kami. Di kawasan ini, masing-masing dari kami melaksanakan tugas sesuai dengan profesi. Tim medis dari RSIA Budi Kemuliaan bertugas mendata kesehatan pengungsi dan memberikan obat-obatan sesuai dengan keluhan warga. 2 sosok Puteri Indonesia sempat membantu pada dapur umum. Mengemas bantuan berupa sembako dan menyiapkan paket makanan siap santap bersama rekan-rekan TNI sebelum bergabung di tenda anak-anak memberikan hiburan  bersama kak Rizal – Helo Dongeng.   Jadi, salah besar kalau menilai Puteri Indonesia hanya soal cantik dan lenggak-lenggok saja. Mereka  punya jiwa kepedulian sosial yang tinggi  lho!. 

menyipakan paket sembako untuk penyintas di pengungsian.
kak Rizal yang begitu piawai mengendalikan anak anak dengan dongeng interaktif dan edukatif
  
Setelah tugas di pengungsian berakhir kami menyempatkan tandang ke kawasan perumahan Balaroa yang terkena dampak dari likuifaksi. Puluhan hektar kawasan perumahan ambles sedalam 20 meter oleh gempa dan disusul oleh fenomena semburan lumpur dari perut bumi. “Kejadiannya begitu cepat, mas” ucap ibu Rima – salah satu warga yang kediamannya tepat persis ada di bagian depand dari kawasan perumahan Balaroa.  Kejadian munculnya lumpur dan menenggelamkan segala bangunan di bagian permukaan itu terjadi saat ibu Rima sedang mengambil wudhu jelang maghirb di bagian depan rumahnya kala itu. “Setelah gempa, tanah terbelah dua. Lalu semburan lumpur keluar begitu cepat seperti air mancur. Dalam sekejab, bangunan rumah tenggelam oleh lumpur.” terang ibu Rima  sore itu.  Sonia dan Wilda yang berada di kawasan perumahan Balaroa yang telah rata oleh lumpur tak kuasa menahan kesedihan. Bahkan Sonia tak sampai hati untuk mendekat kebagian dalam kawasan perumahan. “Sekitar 5.000-an manusia terkubur bersama bangunan perumahan akibat gempa dan likuifaksi itu” ucap seorang pria yang saat itu saya tanyai.  “Bisa jadi kawasan ini tidak akan dibangun lagi. Layaknya telah menjadi kuburan masal berisi manusia dan semua bangunan perumahan” jelas pria tersebut.
 
kawasan Balaroa yang rata oleh tanah akibat Gempa dan Likuifaksi

gampa dan likuifaksi yang menenggelamkan kawasan Balaroa sedalam 20 meter

kawasan gempa Balaroa yang telah rata oleh tanah


KABAR DUKA DARI PENGUNGSIAN

Di hari berikutnya, rombongan kami mendatangi kelurahan Duyuk, sebuah kawasan yang di tempati oleh ratusan pengungsi dari segala desa yang terkena dampak bencana gempa parah.  Tenda- tenda bantuan telah tertata rapih dalam kawasan ini. Seperti aktivitas dihari sebelumnya, saya dan rombongan melaksanakan aktivitas sesuai profesi kami masing-masing.  Aktivitas trauma healing untuk anak-anak kali ini dipusatkan pada teras masjid setempat. Dua sosok Puteri Indonesia tak segan bersentuhan langsung dengan anak-anak di pengungsian. Sebagian dari anak-anak tersebut kehilangan orang tua mereka. Bahkan ada sebuah papan pengumuman berisi photo dari mereka yang sedang dicari keberadaannya. “Karena kejadian gempa dan tsunami kala itu terjadi sore hari. Banyak warga yang saat itu sedang dalam perjalanan menuju pulang ke rumah dan belum kembali hingga saat ini” jelas seorang warga soal photo-photo yang terpampang di papan pengumuman tersebut. Sesak rasanya dada mengetahui kisah tersebut. Terbayang rasanya kehilangan anggota keluarga tanpa ada kejelasan keberadaannya.

Kisah pilu lainnya kami dapati saat tandang ke desa Wani 2.  Kawasan desa nelayan yang seluruh bangunan telah rata oleh tanah. Tak ada yang tersisa selain puing bangunan.  Kapal-kapal beragam ukuran terlempar ke dalam hunian warga. Membuat suasana semakin pilu. Tergambarlah betapa hebatnya sapaan tsunami hingga dapat membawa kapal ferry ukuran besar masuk kedalam pemukiman warga.

  
tenda tena pengungsian di kelurahan Duyuk
 

OPTIMISME WARGA KAYU MALUE

Selain mendatangi kota Palu, rombongan kami juga bergerak menuju bagian utara dari Palu.  Suasana duka tergambar selama perjalanan. Nampak nyata ketika kendaraan yang kami tumpangi melalui kawasan yang bersinggungan dengan bibir pantai Talise. Sepanjang kawasan habis tersapu bersih. Tak ada sisa bangunan yang bertahan utuh. Teluk Talise yang indah itu berubah mencekam. Puing bangunan berdampingan dengan pepohonan yang tercabut bersama akar dan tumbang di permukaan tanah. Demikianlah kuasa pemilik semesta.

Kami tiba di kawasan Kayu Malue yang di jaga TNI.  Kawasan yang semula tanah lapang tersebut beralih fungsi menjadi lahan hunian warga dengan tenda-tenda yang di tata apik oleh TNI. “kami berada disini, sehari setelah gempa dan tsunami di Palu terjadi” ujar seorang anggota TNI pada rombongan kami. Sungguh upaya kemanusiaan  TNI yang patut di apresiasi.  Kami pun langsung menunaikan tugas sesuai profesi. Bersentuhan langsung dengan ratusan pengungsi. Melaksanakan pemeriksaan kesehatan warga dan menitipkan beberapa kotak bantuan yang berisi obat-obatan dan bahan makanan dari beragam donatur yang telah berkenan terlibat. Termasuk bernyanyi bersama ratusan pengungsi. Sonia dan Wilda tak ragu membaur bersama warga diantara lagu lagu ceria yang didendangkan bersama.

sepanjang bibir pantai Talise yang hancur total

kapal ferry yang terdampar ke dalam pemukiman warga di desa Wani 2
  
Duka mendalam untuk  Palu dan kawasan disekitarnya. Sedih tak terbendung ketika melihat wujud kota yang dulu sempat memesona pada kunjungan pertama saya di tahun 2011. Kini porak poranda oleh gempa, tsunami dan likuifaksi. Jembatan Ponulele – jembatan berwarna kuning yang merupakan ikon dari kota Palu runtuh tak bersisa. Tak kuasa menahan dahsyatnya terjangan tsunami. Bentangan teluk Talise berlatar gunung Gawalise itu kini tak lagi memikat mata. Hamparan duka dan wajah bencana menghias disekitarnya.  Meski begitu, segenap warga di Palu dan sekitarnya butuh bantuan beragam pihak. Bantuan untuk melanjutkan kehidupan. Bangkit dari duka dan kembali bersemangat menjalani aktivitas keseharian mereka.

1 komentar :

  1. Duh, gqk kebayang ya kalau saya ada di posisi mereka. Mungkin gak kuat.


    Hebat ya para relawan yang mau mengesampingkan sebagian kesibukan guna membantu mereka. Salutttt!!!

    BalasHapus

Scroll To Top