Bagi mereka yang pertama kali tandang ke Jepang, bisa
jadi Otaru bukanlah destinasi incaran kala ke Jepang. Begitu pun saya. Tak
pernah terlintas akan ke Otaru bila ke Jepang. Kak Kent lah yang menyarankan untuk
tandang ke Otaru. Saya sih oke oke ajaa.
Tidak juga saya bertanya terlampau banyak
pada kak Kent mengapa kami harus ke Otaru. “Nanti kita datengin Kanal yang keren.” ujar kak Kent. “Kalo beruntung, kita bisa lihat sunset. Otaru itu kota yang romantis
lho..” jelas kak Kent seolah
meyakinkan saya. Sebagai pejalan pun, saya tidak pernah berharap terlalu banyak
pada sebuah tempat kunjungan. Cenderung menikmati segala yang saya lihat dan
rasakan. Kemudian menjadikan segalanya bagian dari pengalaman dan pembelajaran
untuk kehidupan mendatang.
Stasiun JR Minami kota Otaru |
Perjalanan
menuju Otaru di mulai dengan menumpang
JR Hokaido dari stasiun kereta Sapporo. Selama berada dalam kereta, mata saya di
manjakan dengan bentangan teluk Ishikari
yang menjadikan Otaru sebagai kota pelabuhan terkenal di Jepang sekaligus
tersibuk sejak pertengahan abad ke 20. Hanya butuh waktu 30 menit berada dalam
kereta sebelum akhirnya tiba di Stasiun JR
Minami kota Otaru. Saat keluar dari
stasiun kereta api terlihat suasana
jalan yang tidak terlalu ramai. “Inilah kenapa gue suka Otaru. Kota nya lebih tenang” ucap kak Kent pada saya.
Saya pun mengangguk setuju, mengikuti langkah kaki kak Kent sembari menahan
dinginnya salju dan suhu minus 8 derajat kala itu. Bbrrrr…
Stasiun Kereta kota Otaru |
suasana kota Otaru yang lebih lengang |
JEJAK
SEJARAH DI KOTA OTARU
Usai melalui penyeberangan di depan stasiun kereta
kami menapaki jalan Sakaimachidori yang menghubungkan seluruh pengunjung ke
Kanal Otaru. Yang menarik, sepanjang
jalan yang kami lalui bangunan bertingkat bergaya Eropa mendominasi. Bukti
bahwa Otaru mendapat pengaruh kala kapal-kapal kaum Belanda merapat di dermaga
kota Otaru sejak abad 19 lalu.
Saya sempat menyimak penjelasan singkat soal sejarah
kanal dan kota Otaru pada papan informasi yang terpajang di salah satu sisi
jalan Sakaimachidori. Sebagai kota pelabuhan, Otaru adalah tempat strategis bagi
kapal-kapal barang yang hendak masuk ke kawasan Hokaido, Jepang sejak abad 19
hingga abad 20. Di bangunnya kanal-kanal pada masa itu bertujuan untuk
mendistribusikan barang-barang dari kapal besar di dermaga ke kapal kecil yang kemudian
melalui kanal-kanal sebelum akhirnya diterima oleh masyarakat kota Otaru.
suasana jalan lengang di kota Otaru |
bangunan bangunan bergaya eropa |
Saat ini, suasana kanal telah jauh lebih menarik
untuk di kunjungi. Aktivitas penyaluran barang yang dahulu jadi pemandangan
biasa sebuah dermaga berubah menjadi lebih lengang. Kanal-kanal tersebut kini
lebih tertata sebagai tempat wisata. Pedestrian pun di bangun pemerintah kota
Otaru khusus untuk wisatawan yang ingin
menghabiskan waktu berjalan kaki menikmati suasana di sepanjang kanal. Bangunan
– bangunan gagah khas kolonial Belanda dekat dermaga yang dahulu berfungsi
sebagai gudang barang itu kini telah berubah wujud menjadi perkantoran dan
perbankan, hotel, café dan resto serta toko yang menjajakan beragam barang
menarik mulai dari fashion hingga souvenir.
Bahkan beberapa bangunan telah
beralih fungsi sebagai cagar budaya. Mengingat beragam kisah sejarah yang
berkaitan erat dengan bangunan tersebut.
kantor dan gudang gudang dalam area pelabuhan |
Sore itu, mata
saya di manjakan dengan suasana lengang kawasan kanal. Beberapa wisatawan terlihat menikmati suasana bentangan
kanal dengan naik Jinrikishs – kereta
yang di tarik oleh pria-pria bertubuh atletis dan berparas bak aktor drama seri. Selain itu, wisatawan dapat menggunakan fasilitas
Canal Cruise untuk menikmati panjang kanal yang mencapai 1.140 meter tersebut. Selama
dalam Canal Cruise, wisatawan akan mendapatkan penjelasan berkenaan dengan sejarah
kanal Otaru dari sang pemandu. Untuk mengakses Canal Cruise, wisatawan dapat
mendekati loket tiket keberangkatan Canal Cruise yang berada tepat di samping
jembatan Chuo. Wisatawan cukup membayar tiket
senilai 1.500 Yen untuk Canal Cruise pada siang hari dan 1.800 Yen untuk Canal
Cruise pada malam hari. Mengapa pada malam hari lebih mahal?, bisa jadi karena
kerlip lampu yang tertata di sepanjang kanal dan suasana yang tersaji lebih romantis
kala malam hari. Karena antrian yang cukup panjang, maka saya putuskan
menikmati sausana Kanal melalui pandangan mata saja.
jajal Canal Cruise di Kanal Otaru |
Lalu kak Kent mengajak saya mendekati pelabuhan. Tumpukan
salju menghias dermaga dan beberapa kapal besar yang sedang bersandar. Meski tak terlihat aktivitas pelabuhan,
jajaran kapal besar dan kecil di sepanjang dermaga menjelaskan kejayaan kawasan
tersebut. Bahkan akses menuju dataran Rusia terbilang dekat dari letak
pelabuhan dimana kami berada. “Andai ke Rusia tak butuh visa, boleh juga kita
menumpang kapal laut menuju Rusia.” gumam saya yang di tanggapi datar oleh kak
Kent. Hayalan Indra!!.
Usai menikmati suasana pelabuhan, kami kembali melangkah melalui Sakaimachidori
Shopping Street dengan barisan toko-toko yang menjual beragam souvenir dan
karya seni khas Otaru yang menyegarkan pandangan mata. Kerajinan gelas atau
kaca khas Otaru sungguh terkenal. Hal ini bermula dari aktivitas nelayan di
kota Otaru yang menggunakan lampu minyak dan ukidama yakni alat memancing yang
terbuat dari kaca. Sejak itulah jenis lampu minyak dengan ukidama banyak di
produksi di Otaru. Kitaichi Glass Otaru merupakan toko yang menyajikan aneka
kerajinan kaca dengan beragam kreasi terbaik di Otaru. Harga karya seni kaca
khas Otaru mulai dari 800 Yen hingga puluhan ribu Yen. Bagi yang senang mengolah karya seni kaca
dapat pula mengikuti workshop yang kerap di gelar di beberapa toko di sepanjang
Sakaimachidori Shopping Street. Saya pribadi tak begitu tertarik untuk membeli
kerajinan kaca di Otaru, selain mahal buat saya (hahaha), membawa buah tangan berupa gelas atau kaca cukup riskan
dalam perjalanan. Cukuplah memuaskan pandangan mata saja.
suasana lengang sekitar pelabuhan |
Senja semakin beranjak. Sebelum gelap, kami sempat
melihat salah satu bagian dari situs rel kuno jalur Temiya yang merupakan rel
pertama di Hokkaido dan telah di tutup pada 1985. Uniknya, di sekitar situs rel
kuno tersebut terdapat seni pahat salju yang menarik untuk di abadikan. Tak
heran bila saya dan kak Kent sontak bernyanyi-nyanyi kecil hingga niat merekam
duet ala kadar kami seraya menahan
dinginnya salju.
Meski sesaat, tandang ke Otaru membuat kesan
tersendiri bagi saya. Suasana kota yang lebih tenang bila di banding kota-kota
lain di Jepang menjadikan kota Otaru
semakin memesona mata hati saya. Selalu
terbukti, bahwa nilai bahagia yang saya dapat dalam perjalanan justru ketika saya
tidak membuat pengharapan terlampau tinggi pada perjalanan dan tempat tujuan. Patut
bersyukur karena Kak Kent memperkenalkan saya pada kota Otaru. Terucap pada
diri untuk kembali mengunjungi Otaru suatu saat nanti.
Noted for Traveler; Semakin lengkap tandang ke Otaru ketika
berlangsung gelaran Otaru Snow Light Path Festival yang berlangsung di
sepanjang kanal Otaru. Festival ini dilaksanakan saat musim dingin bulan
Februari di Otaru. Biasanya Festival ini bersamaan dengan gelaran Snow Festival
di Sapporo. Hal ini di lakukan sebagai strategi agar wisatawan dapat mengunjungi
kedua festival tersebut di waktu yang berdekatan. Saya dan kak Kent sempat
tandang ke Sapporo Snow Festival. Kisahnya akan saya tuturkan pada postingan
selanjutnya.
Keren sekali ðŸ˜ðŸ˜‚ kayak di drama drama korea
BalasHapusotaru semoga kita berjodoh .
BalasHapus