Kendaraan yang saya tumpangi melaju
masuk ke sebuah jalan yang bersinggungan dengan hunian warga. Sebuah gapura bertuliskan ‘Taman Pemandian
Way Bekhak’ menyambut kehadiran saya dan rekan-rekan siang itu. Yup, saya tak
sendiri. Ada lebih dari 10 orang rekan kantor yang turut bersama-sama mengunjungi
Taman Pemandian Way Bekhak. Rehat sejenak di sela padatnya aktivitas kantor
adalah tujuan kami siang itu. Piknik sederhana judulnya.
salah satu warga memanfaatkan aliran air Way Bekhak |
Meski mengetahui Taman Pemandian Way
Bekhak sejak dulu, bahkan sempat melihat beberapa photo aktivitas teman-teman kala
berada di pemandian Way Bekhak, tapi siang
itu adalah kali pertama saya tandang langsung. Butuh waktu tempuh 1 jam 30 menit dari kota
Bandarlampung untuk tiba di Taman Pemandian Way Bekhak yang berada di pekon
(desa) Sukaraja, kecamatan Gunung Alif – kabupaten Tanggamus, Lampung. Persisinya, tak jauh dari letak pasar Talang
Padang, pengujung akan menemukan gapura bertuliskan ‘Taman Pemandian Way Bekhak’
di sebelah kanan. Sekitar 300 meter masuk ke bagian dalam dari jarak gapura, saya
dan rekan-rekan parkir di halaman yang berdekatan dengan pekarangan warga. Kami
di wajibkan membayar sebesar Rp.5.000 per orang termasuk Rp.10.000 untuk satu
buah mobil. Harga yang tergolong tinggi
untuk sebuah kawasan pemandian sederhana, gumam saya kala itu.
kolam pemandian Way Bekhak |
Saya dan rekan-rekan kemudian berjalan
sekitar 200 meter ke letak kolam pemandian sembari membawa beberapa bekal makan
bersama yang akan kami gelar nantinya. Suasana alami dan sejuk sungguh terasa
saat melangkahkan kaki ke arah kolam
pemandian. Beberapa warga terlihat memanfaatkan aliran air pada bentangan irigasi
di sekitar kawasan kolam pemandian. Menurut pak Rahmat, salah satu warga yang
sempat saya ajak berbincang di dekat areal persawahan mengungkapkan bahwa Way
Bekhak merupakan aliran air yang berasal dari sumber mata air di puncak gunung Alif yang tak pernah
berhenti mengalir meski saat musim kemarau sekalipun. Tak heran bila areal
sawah di sekitar letak kolam pemandian Way Bekhak begitu asri. “Waktu saya
pindah ke sini tahun 95, kolam pemandian Way Bekhak sudah digunakan warga
sekitar sini.” ujar pak Rahmat ketika saya tanyai seputar sejarah pemandian Way
Bekhak yang hingga kini kerap ramai bila akhir pekan. Masih menurut pak Rahmat, aliran Way Bekhak
tak hanya di manfaatkan warga sebagai sumber air tetapi juga untuk mengaliri luasnya
areal persawahan warga. Sesuai makna dalam bahasa Lampung, Way berarti air dan
Bekhak berarti luas.
suasana kolam pemandian |
KEINDAHAN
YANG BUTUH PERAWATAN
Sumber air yang mengalir ke bagian
kolam sungguh menarik untuk di simak. Berasal dari ketinggian melalui ceruk
dan sela celah akar pepohonan rindang di
sekitarnya. Bongkah bebatuan menghias kawasan kolam. Meski sederhana, bentuk kolam tergolong luas.
Sebagian dari dinding kolam terlihat rusak. Beberapa rekan kantor telah lebih
dulu menceburkan diri ke tengah kolam yang ternyata tidak terlalu dalam. Saya
merasa miris ketika melihat pondok dan ruang bilas umum bagi pengunjung tak
lagi terawat sebagaimana sebuah fasilitas kunjungan wisata. Terlihat usang dan
beberapa kayu nampak patah. Tak ada lagi perawatan terhadap kawasan ini. Yang
membuat semakin miris adalah tidak adanya pengelolaan sampah dalam kawasan taman pemandian. Terlihat tumpukan sampah pada
beberapa titik lokasi. Beberapa tumpukan sampah menggenang di aliran air yang mengarah ke letak
persawahan.
kawasan yang perlu sentuhan dan penataan ulang agar lebih cantik |
jernihnya air kolam pemandian Way Bekhak |
“dulunya tempat ini rapih, mas” ucap
pak Rahmat yang sebelumnya sempat saya tanyai seputar bentuk pondokan kayu yang terlihat usang tak terawat.
Begitulah kisah klasik dari objek
wisata. Segalanya tertata ketika di
kenalkan perdana. Kemudian tak lagi ada sentuhan perawatan hingga kesadaran
baik dari pengelola maupun pengunjung untuk merawat kebersihan lingkungan
dengan membuang sampah pada tempatnya. Jika
saja uang masuk pengunjung di kumpulkan
untuk peremajaan lokasi wisata tentu akan terlihat lebih tertata dengan baik. Seperti seorang gadis yang menyisihkan uang
jajan dari orang tua untuk kelak melakukan perawatan agar selalu tampak cantik terawat.
Tidaklah pengunjung keberatan membayar retribusi bila kondisi tujuan wisata terjaga
dengan baik dan rapih.
salah satu tumpukan sampah dalam kawasan Pemandian Way Bekhak |
KAWAT
PADA SUMBER AIR DAN TAMAN SELADA AIR
Usai melihat kondisi air dalam kolam pemandian yang begitu
jernih dan dingin, saya melangkah melihat bagian air yang mengalir cukup deras
yang menyerupai sebuah air terjun mini di bagian utara dari letak kolam
pemandian. Sayang bagian muka aliran air di beri kawat sehingga tidak dapat
menikmati aliran air lebih dekat.
Kemudian saya melangkahkan kaki ke
bagian sawah dengan warna hijau membentang. Ternyata wujud hijau nan asri di
area sawah bukan berasal dari tumbuhan padi melainkan dari wujud tumbuhan selada
air. Untuk mengetahui selada air secara
langsung, saya menjumpai seorang ibu
bernama Eli yang sedang mencuci selada air usai perolehnya dari areal
persawahan.
salah satu sumber air yang menyerupai air terjun berukuran kecil |
Ibu Eli mencuci Selada Air. |
hamparan tumbuhan Selada Air |
“kalau tanaman padi nggak ada, selada
air banyak di sini…” terang bu Eli kala saya tanyai soal Selada Air. Sebagai
salah satu jenis sayuran air, selada air tergolong cepat tumbuh dan bersifat
akuatik. Selain itu, selada air memiliki
khasiat sebagai pencuci darah karena merupakan tonic bagi penyembuhan gangguan
liver dan ginjal. Mengkonsumsi selada air sebagai lalap atau di olah menjadi sayur
matang, dapat menjaga kesehata tubuh, mencegah
kanker hingga berfungsi sebagai obat diabetes. Dari ibu Eli yang sedang mencuci
selada air saya jadi tahu bahwa selada air termasuk jenis sayuran yang di
gandrungi masyarakat Talang Padang, Tanggamus. Selain harganya yang terjangkau,
khasiat yang terkandung dalam selada air menjadi incaran masyarakat. “dua iket seribu, mas” ungkap ibu Eli pada
saya yang membuat saya tergerak membeli beberapa ikat.
0 comments :
Posting Komentar