Buat
kamu yang suka wisata ke Taman Nasional tentu sudah tak asing dengan Taman
Nasional Way Kambas. Meski belakangan sempat tutup imbas Covid-19, kini kembali
dibuka untuk umum dengan konsep baru.
Saya
menyempatkan tandang ke bagian dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas yang
merupakan bagian dari area Pusat Latihan Gajah (PLG) setelah bertugas memandu
acara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Satuan Polisi Kehutanan Reaksi
Cepat (SPORC) pada 17 Januari 2024 lalu yang berlangsung pada bagian depan dari
pintu masuk utama area Taman Nasional Way Kambas. Dengan capaian luas 125.631.31 hektar, Taman Nasional Way Kambas
memiliki beberapa bagian. Selain sebagai tempat wisata alam TNWK juga merupakan
kawasan konservasi beberapa satwa langka dan pelestarian alam.
Maka
siang itu seusai bertugas memandu acara, saya, Olive – partner ngMC saya dan
beberapa rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung mendatangi bagian dalam dari TNWK.
Meski sudah beberapa kali berkunjung ke TNWK, saya pribadi tak pernah bosan.
Terlebih ingin merasakan konsep baru untuk wisatawan umum yang ingin tandang ke
TNWK.
Melalui konsep baru, berwisata ke TNWK tidak lagi mengetengahkan atraksi gajah tunggang meski pengunjung masih dapat berinteraksi dekat dengan gajah melalui aktivitas member makan hingga memandikan gajah secara langsung yang tentu saja pengunjung wajib membayar sejumlah biaya untuk paket tambahan tersebut. Seperti halnya rekan-rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung waktu itu yang ingin berpose akrab dengan gajah wajib membayar Rp. 20.000 per orang. Yang tentunya dengan pendampingan pawang gajah demi keamanan dan keselamatan pengunjung. Begitu pula dengan aktivitas memandikan gajah secara langsung pengunjung dikenakan biaya Rp.20.000 per orang untuk dapat berinteraksi akrab memandikan gajah secara langsung.
Konsep
baru dari wisata ke Taman Nasional Way Kambas ini membuka kesempatan pada
masyarakat sekitar untuk membuka peluang usaha berupa paket wisata hingga
menyewakan hunian mereka sebagai homestay bagi wisatawan. Mengingat ada banyak
potensi wisata alam yang tersedia di sekitar kawasan Way Kambas. Diantaranya
wisata susur sungai hingga mengamati hewan hewan khas tropis lainnya. Selain
aktivitas masyarakat desa penyangga TNWK yang tak kalah menarik untuk disimak
secara langsung. Maka jika harga tiket Rp.40.000/orang
dirasa mahal maka pengunjung perlu memahami konsep wisata ke kawasan Taman
Nasional. Karena sejatinya konsep wisata
ke kawasan Taman Nasional tak sama dengan konsep berwisata ke taman rekreasi
buatan lainnya tetapi wajib menjadi bagian pelestarian lingkungan dan menjaga
ekosistem alam dalam kawasan Taman Nasional.
rekan-rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung (IMKOBAL) |
OLive - my MC Partner |
SEJARAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS
Sejarah Taman Nasional Way Kambas adalah satu dari dua kawasan
konservasi yang berbentuk taman nasional di Propinsi Lampung selain Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Yang ditetapkan melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK
mempunyai luas lebih kurang 125,631.31 ha.
Secara gaeografis Taman Nasional Way Kambas terletak antara
40°37’ – 50°16’ Lintang Selatan dan antara 105°33’ – 105°54’ Bujur Timur.
Berada di bagian tenggara Pulau Sumatera di wilayah Propinsi Lampung. Pada
tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas dan Cabang disisihkan sebagai daerah hutan
lindung, bersama-sama dengan beberapa daerah hutan yang tergabung didalamnya.
Berdasarkan sejarah Pendirian kawasan pelestarian alam Way
Kambas dimulai sejak tahun 1936 oleh Resident Lampung, Mr. Rookmaker, dan
disusul dengan Surat Keputusan Gubernur Belanda tanggal 26 Januari 1937 Stbl
1937 Nomor 38.
Pada tahun 1978 Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan Pelestarian
Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978 dan dikelola oleh Sub Balai Kawasan
Pelestarian Alam (SBKPA).
Kawasan Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi
Sumber Daya Alam (KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha. Pada
tahun 1985 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985
tanggal 12 Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989 bertepatan dengan Pekan
Konservasi Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan sebagai Kawasan
Taman Nasional Way Kambas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
444/Menhut-II/1989 tanggal 1 April 1989 dengan luas 130,000 ha.
Kemudian pada tahun 1991 atas dasar Surat Keputusan Menteri
Kehutanan nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman
Nasional Way Kambas, dimana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber
Daya Alam Way Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi Sumber
Daya Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 dimana Sub Balai Konsevasi Sumber Daya
Alam Way Kambas dinyatakan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas.
Sejarah Alasan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan
pelestarian alam, adalah untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa
liar, diantaranya adalah tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus), enam jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang
(Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu. Badak
Sumatera pada saat itu belum ditemukan sehingga bukan sebagai salah satu
pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar penetapannya.
Namun demikian, setelah ditetapkannya sebagai kawasan suaka margasatwa hampir
selama dua puluh tahun, terutama pada periode 1968 – 1974, kawasan ini
mengalami kerusakan habitat cukup berat, yaitu ketika kawasan ini dibuka untuk
Hak Pengusahaan Hutan, kawasan ini beserta segala isinya termasuk satwa, banyak
mengalami kerusakan.
Dari jenis satwa tersebut, sampai dengan saat ini keberadaannya masih terjaga
dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu tapir
(Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau
Sumatera (Panthera tigris), badak Sumatera (Diserohinus sumatranus) dan beruang
madu (Helarctos malayanus).
Wisatawan bisa interaksi sedekat ini dengan Gajah Gajah di Way Kambas. |