Dunia Inspirasi Penuh Warna by Indra Pradya

Kamis, 05 Juni 2025

SENSASI MENDAKI PUNCAK GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN.

 



Saya sering berencana mendaki gunung.  Seingat saya dalam setiap obrolan bareng temen-temen traveling selalu terucap rencana buat trekking ke puncak gunung. Mulai dari keinginan ke Prau meski pernah sampai ke Dieng hingga ingin taklukkan Semeru gegara film 5cm dan pengen ke Rinjani meski cuma sampai di Sembalun.  Namanya juga obrolan rencana. Sampai akhirnya obrolan receh di kedai kopi justru tak lagi sekedar wacana. Tapi benar terjadi.!!

 

Sabtu, 31 Mei 2025, Saya dan rekan-rekan ; Jerry, Lucky, Azizil dan Reza sampai di desa Sumur Kumbang. Jalur yang paling banyak dilalui pendaki pada umumnya. Meski menurut informasi ada beberapa akses yang juga kerap digunakan pendaki menuju  puncak Gunung Rajabasa, diantaranya melalui rute desa Kecapi, desa Sukaraja Pesisir dan desa Way Kalam Penengahan. Saya  juga sempat tanya-tanya soal rute trekking ke Farhan Pankey yang pernah tandang ke Gunung Rajabasa.  Berbekal arahan dan keyakinan serta sedikit banyak lihat ulasan beberapa kawan yang pernah ke puncak Gunung Rajabasa itulah menguatkan keinginan saya dan rekan-rekan untuk melakukan pendakian.  Let’s Go!!!

 

Photo bersama  di depan rumah warga tempat kami menitipkan kendaraan sebelum Trekking


PERSIAPAN DAN INSIDEN DIAWAL PENDAKIAN

 

Beberapa jam sebelum pendakian dimulai, saya dan rekan-rekan sempat makan siang nasi padang di kota Kalianda sembari bungkus nasi dan lauk pauk matang untuk bekal saat bermalam di gunung. Bahkan Lucky dan Jerry sempat singgah di warung membeli beberapa jenis makanan ringan dan mie instan. Setidaknya saya dan rekan-rekan punya persediaan logistik yang lumayan selama melakoni pendakian. Maka setelah menitipkan kendaraan dekat dengan bangunan Sekolah Dasar di desa Sumur Kumbang kami langsung melangkah menuju letak dimulainya rute pendakian. Rute pendakian bermula dari  jalan perkampungan hingga letak Teropong Kota – spot bersantai yang pernah hits pada masanya. Sekarangpun masih oke meski kondisi nampak usang dan lebih terlihat sebagai tempat penitipan kendaraan bagi para pendaki yang hendak ke puncak gunung Rajabasa.  Semangat yang kami punya pun tak main-main. Meski pendakian ke puncak gunung Rajabasa terbilang perdana bagi kami, tapi kami yakin untuk mengikuti rute yang menurut informasi termasuk mudah karena tersedia penunjuk arah. Maka tidak pula kami meminta bantuan pemandu atau warga lokal. Hanya bermodal yakin dan pasti bertemu sesama pendaki dalam perjalanan. Tapi insiden tak dapat terelak. Saat berada dekat spot Teropong Kota, Reza memulai cerita perjalanan dengan muntahan yang sempat buat saya tak mau melihat ke arah Reza. Kami sepakat berhenti sejenak dan memberi waktu pada Reza untuk  jeda dan meminum TolakAngin. Setelah dirasa membaik, Reza akhirnya dapat meneruskan perjalanan. Tapi insiden berlanjut. Tak berselang lama, Saya merasakan serangan hebat pada perut yang membuat saya harus merebahkan badan. Saya meminta waktu untuk berbaring di tanah menenangkan perut yang terasa mual meski tidak muntah seperti Reza.  Rasanya langit berputar-putar. Sepertinya hidangan makan siang berupa gulai tunjang dan sambal yang pedas tidak begitu diterima dengan baik di perut saya. Sementara kondisi badan yang telah dipaksa berjalan menanjak sejak dari rumah warga tanpa ada peregangan otot terlebih dahulu. Badan saya kaget. Sekujur tubuh seolah bertanya pada saya ; ‘kami disuruh apa ini pak Indra?’,  secara badan ini tak pernah trekking sebelumnya. Juga tak pernah ada olah raga yang mengarah akan digunakan untuk berjalan kaki menanjak.

Sepertinya badan saya tergeletak di tanah tergolong lama. Hingga mata saya dapat menangkap ekspresi wajah rekan-rekan  yang menunggu kondisi badan saya lebih baik. Dengan segala kesadaran diri saya memohon maaf pada rekan-rekan hingga membuat mereka menunggu saya tersadar dan kembali mampu berjalan. “Kak Indra sanggup?” tanya Lucky memastikan. Saya memberi kode oke. Badan memang merasa gentar dalam puluhan meter jalan menanjak. Tapi jiwa raga saya seribu persen ingin menaklukkan sesuatu yang tidak mungkin buat diri  ini. Tak ada pilihan lain. Badan sudah sampai di permulaan, maka wajib saya selesaikan segalanya sampai akhir. Bismillah.

 

photo bareng Broh Delta, jumpa di perjalanan Trekking. 

Surprised!!,  ketemu ShaqiLa di POS 1 yang baru selesai sampai Puncak.


PERJALANAN DAN PERTEMANAN.

 

Perlahan kami bergerak.  Pukul 1 siang kala itu. Sesekali saya pandangi wajah rekan-rekan yang tetap memupuk semangat meski kadang perlu jeda sesaat untuk menarik nafas yang terengah-engah dan fikiran yang entah sedang berpendar kemana. Buat saya, tak ada pilihan lain selain menikmati segala yang saya dapati dalam perjalanan.  Sesekali saya merekam moment melalui tatapan mata, karena ponsel banyak saya taruh dalam ransel. Tujuannya hemat daya. Tak ada pilihan lain, selain menikmati perjalanan.  Mulai dari kontur jalan, tumbuhan sepanjang perjalanan, hewan yang ditemui dalam perjalanan, menatap dekat tanaman perkebunan, mengurai waktu dengan obrolan receh yang bisa jadi bahan tertawa bersama sebagai upaya menguatkan langkah kaki. Seolah hiburan istimewa meski tulang kaki berteriak. Untungnya, kawan-kawan saya yang masih muda belia tidak keberatan bila saya meminta istirahat jika dirasa lelah tak terelakan. “Kalau capek, kita istirahat bentar. Jangan dipaksa. Gak perlu sungkan bilang yaa…” Jerry mengingatkan seolah menjadi pemimpin regu buat kami. Untuk urusan stamina, Jerry memang paling bisa diandalkan. Diantara saya dan kawan Trekking, Jerry memposisikan dirinya di bagian depan dan saya yang selalu menginstruksikan meminta istirahat. Sesekali saya lihat wajah Jerry yang sepertinya terganggu. Jerry ingin lekas bergegas, saya sebentar-bentar minta istirahat. “Maaf ya Jerr …” ujar saya setiap kali meminta jeda istirahat. “Aman kak..” ucap Jerry meski saya tahu itu hanya ia ucapkan pada saya.  Karena ada saatnya  Jerry berucap “Arghh, Payah!!” bila Lucky atau Reza yang minta istirahat, hahaha!.


meski nafas ngosNgosan, Lucky tetap pose!!.

mengabadikan kebersamaan dalam perjalanan.

beberapa jenis Kontur jalan Menanjak yang tergolong terjal.

Bila Jerry selalu berada dibarisan depan seolah bertindak sebagai pemimpin regu, Lucky kadang ditangah, kadang ada dibelakang. Tapi Lucky paling juara untuk buat suasana terasa bahagia. Kadang kami tak sadar sudah melangkah jauh hanya  karena kelakar Lucky yang menghidupkan suasana. Meski begitu, Lucky juga sosok yang kadang memancing perdebatan dalam obrolan bersama Reza. Meski kami tahu perdebatan itu adalah cara Lucky berkelakar dengan cara yang lebih dewasa. Untungnya, Reza tak pernah ambil pusing dengan becandaan Lucky. Sebagai orang yang tergolong sering bersama saya, karena Reza selalu bantu record pekerjaan manggung saya, maka Reza sudah hafal betul watak Lucky maupun rekan-rekan IMPRO lainnya.

Diantara kami, Azizil jadi personal yang tergolong sedikit berucap. Selain Azizil anggota baru dalam IMPRO, Trekking ini adalah Trip perdana yang ia lakoni bersama saya dan kawan-kawan. Saya memang kerap mengajak beberapa anggota IMPRO melakoni perjalanan. Bahkan tak jarang saya mengemas pekerjaan dalam posisi tugas trip ke beberapa kabupaten/kota di provinsi Lampung. Karena bagi saya sifat asli seseorang itu akan terlihat ketika ia melakoni perjalanan dalam kelompok. Kemampuan seseorang beradaptasi pada lingkungan dan karakter baru akan sangat teruji saat traveling. Terlebih Traveling tersebut jauh dari kata mewah. Maka, naik gunung kali ini tentu dapat menjadi penguji sejauh mana tangguhnya personal seseorang termasuk kemampuan membawa diri dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang jauh dari kata ‘mewah’.

 

Kontur Pendakian dari POS 2 ke POS 3


SENSASI MALAM MINGGU DI HUTAN GELAP.

 

Ratusan langkah telah terlaksana sejak dimulai dari desa Sumur Kumbang. Menuju Pos 1 adalah ujian awal yang ternyata memberi ujian lanjutan menuju  POS 2.  Saya  sempat jumpa beberapa rekan dalam perjalanan trekking termasuk bertemu Shaqila – Miss Indonesia Lampung 2022 di POS 1.  Pertemuan demi pertemuan tersebut seolah menjadi suntikan semangat untuk bergegas sampai puncak.

Beruntung cuaca cerah. Semburat  matahari terbenam begitu indah. Terlihat dari puncak,  bagian bawah yang menjadi begitu indah terhampar mewah berlapis warna orange yang memanjakan mata. Saya sempat haru melihat hamparan dataran rendah dari puncak seolah penanda langkah  telah membawa jauh ke bagian lebih tinggi dari dataran yang dihuni warga. Samakin menyemangati diri untuk terus menguatkan langkah kaki.

 

Cuaca cerah beranjak berubah. Matahari perlahan terbenam. Menyisakan cahaya seadanya. Kami pun terus menguatkan langkah menuju POS 2 yang ternyata memiliki kontur yang lebih terjal. Tak ada lagi bentangan kebun warga seperti pada POS 1. Menuju POS 2. Segalanya berwujud hutan tropis.  Tanah lembab bebatuan, berhias akar pohon dan beberapa patahan kayu yang menghadang jalan.  Kami pun berhati-hati karena cuaca semakin gelap. Hembusan angin mulai menusuk. Datang dengan kencang dan begitu dingin hingga ke tulang. Sesekali saya membuka mulut untuk menghirup angin yang datang dengan aroma hutan tropis nan khas. Semacam cara saya menghibur diri dengan tarikan nafas lega dengan hembusan angin nan sejuk. Jelang malam, cuaca semakin pekat. Seketika butiran air berjatuhan mengenai tubuh. Bukan air hujan, tapi percikan angin yang begitu kencang.  Uniknya, tak satu pun dari kami yang terfikir untuk membawa  alat penerangan. Maka hanya cahaya dari ponsel yang dapat diandalkan. Sesekali diantara kami bergantian menyalakan senter ponsel karena kami menghemat daya ponsel supaya bisa digunakan untuk mengabadikan momen ketika sampai puncak.  Dalam kegelapan, sesekali kami mengatur jeda. Menarik nafas untuk melanjutkan langkah di kontur jalan yang makin menantang. Jalur pendakian lembab. Patahan kayu besar melintang menghalangi langkah. Beberapa rambu jalan tak lagi terlihat. Di beberapa titik, Jerry sempat berhenti melihat google map untuk memastikan arah langkah kami tak salah. Kondisi hutan semakin gelap.  Kontur jalan bersebelahan dengan jurang dan pepohonan rimbun menutupi bentuk langit. Tak ada cahaya sedikitpun selain senter ponsel.  Angin menyapa semakin kencang.  Pepohonan bergetar rapat seolah tengah mencipta irama orkestra yang menggema. “Sampai POS 2 kita bangun tenda.” usul Jerry. Kami pun mengagguk. Saya sendiri tak lagi peduli soal jarak. Tak penting bagi saya seberapa lama lagi sampai puncak. Yang ada dalam fikiran saya adalah keselamatan saya dan rekan-rekan adalah hal utama. Bertemu malam dalam perjalanan di tengah hutan benar-benar tak ada dalam persiapan saya dan rekan-rekan.


 

Dengan usaha dan kesungguhan jiwa kami akhirnya tiba di POS 2.  Pukul 19.15 saat itu. Telah berdiri 1 tenda yang ternyata di huni 2 gadis remaja.

“Berani banget cewek-cewek ini!” bisik saya kearah Reza begitu tahu isi tenda tersebut.

 “Kita juga berani, malam minggu di tengah hutan gelap begini..” sahut Reza yang buat saya tertawa.  Yes!!, kami bermalam minggu di tengah hutan dalam perjalanan menuju puncak gunung Rajabasa.

“Pernah Kebayang gak Kak, kalau suatu hari bakal malam mingguan di tengah hutan gelap begini?” tanya  Lucky memecah keheningan suasana. Serentak kami terbahak. Menertawai kelakuan nekat kami.

Malam itu, dalam gelap, Jerry, Lucky dan Azizil bersama-sama mendirikan tenda. Saya yang tak paham soal mendirikan tenda memilih mengajak Reza menjirang air, menyiapkan makanan yang kami bawa sejak siang.  Tenda dan segala perlengkapan yang kami sewa dari RangRang Outdoor secara mendadak pun sangat membantu. Setidaknya kami dapat menikmati kebersamaan dengan memanaskan air, menyeduh kopi dari Binjay Coffee – brand Kopi milik keluarga Jerry. Cuaca dingin menjadi hangat dengan obrolan beragam tema. Makin malam tema obrolan semakin dalam. Tema-tema yang rasanya tak akan tersampaikan bila di kedai kopi.

Usai makan malam seadanya. Beralas kertas makan yang dibentang di tanah. Suasana hutan berhias suara binatang malam yang bersautan macam musik pengiring yang syahdu. Inginnya menikmati sepanjang malam dengan obrolan, tetapi kami sadar bahwa trekking menuju puncak adalah tujuan utama. Maka kami semua memutuskan masuk ke tenda yang telah didirikan secara bersama-sama oleh Jerry, Lucky dan Azizil.  Satu tenda buat Jerry dan Lucky, tenda satunya di isi oleh Saya, Reza dan Azizil.  Meski kontur tanah tak rata cukuplah menjadi sarana merebahkan badan, istirahat sejenak dari usaha ribuan langkah sembari meninggikan doa untuk kekuatan dan kesehatan di esok hari.

 

Foto saya saat Pagi dan Foto malam mendirikan Tenda yang kami Sewa di RangRang Outdoor

Kondisi Syahdu dalam perjalanan dari POS 3 hingga ke POS 5


MAKNA BAHAGIA TIBA DI PUNCAK

 

Suara anjing hutan membangunkan tidur. Tapi jauh lebih menakutkan alarm suara Mimi Peri dari ponsel Reza yang telah bersahutan sejak pukul 5 pagi.  Jadilah awal hari yang penuh kelakar.  Meski badan masih ingin rebahan tapi fikiran ingat akan tujuan utama berdiri di pincak gunung Rajabasa. Maka bergegaslah kami mengemas barang bawaan seperlunya untuk modal ke puncak. Sementara beberapa barang kotor dan perlengkapan lain kami taruh dalam tenda di POS 2. Sebagai informasi yang kami dapat dari para pendaki yang kami temui di rute perjalanan bahwa jarak dari POS 2 ke POS 3 lalu POS 4 hingga  POS 5 tergolong berdekatan dan tidak seterjal rute awal POS 1 ke POS 2. Meski untuk menyelesaikan usaha dari POS2 ke Puncak masih membutuhkan waktu lebih kurang 2,5 jam lagi.   Kontur jalan yang kami lalui pun terus menanjak.  Akar pepohonan berhias disepanjang perjalanan. Menariknya gagahnya pepohonan dengan ranting menjalar menjadi dramatis dengan kabut yang mendekap seluruh kawasan hutan.  Macam berada di negeri dongeng.  Mengagumkan.

Lebih mengagumkan lagi prediksi para pendaki benar. Jarak dari POS 2 ke POS 3 tidak terlampau jauh meski kontur tanah terus menanjak. Begitupun Jarak dari POS 3 ke POS 4 yang semakin menarik karena jenis pepohonannya tegak lurus seperti prajurit istana yang sedang berbaris rapih. Lanjut menuju POS 5, kami mendapati Jenis Kera Putih berukuran besar yang sedang bersantai di bawah pohon dekat rute jalan yang kami lalui. Perlahan saya abadikan melalui ponsel. Untung tergolong jinak dan tidak menyerang.  Dari POS 5 menuju Puncak mata semakin dibuat kagum dengan hamparan indah yang tersaji jelas dari ketinggian. Lanskap laut dan pantai berpadu indah dengan luasnya tanah, pepohonan dan bangunan warga. …”Arrggghhhh!!! Bentar Lagi Puncak!!!”... Teriak saya yang di sambut dengan lolongan suara anjing yang ternyata mengikuti langkah kami sedari POS 2.

Jenis Monyet yang kami jumpai dalam perjalanan dan Anjing yang menemani perjalanan kami dari POS 2 ke Puncak hingga kembali lagi ke bawah bersama kami.

Melantai menikmati hamparan indah dari Puncak. Anjing pun turut duduk dekat kami.

Menikmati Puncak, Menikmati Usaha.

Apresiasi untuk Diri Sendiri. 

Dari posisi kami berdiri bumi terlihat utuh. Pesona puncak yang memanjakan mata.  Indahnya tak terbantah. Tak berlebih kiranya bila saya menangis haru sekaligus bangga.

Bangga akan usaha diri sendiri yang berhasil mengalahkan keraguan dan segala cerita ketidakmungkinan. Di usia saat ini saya  masih bisa melangkah menuju ketinggian 1281 mdpl. Hanya bermodal semangat, percaya pada kemampuan diri sendiri dan tentu di izinkan sang Penciptalah semua ini terwujud.  Sebuah pencapaian diri yang patut saya apresiasi.  Terkhusus restu istri dan keluhan radang sendi di badan ini yang ternyata bersahabat selama pendakian. Terima Kasih Badan ku!!!. Menciptakan sugesti positif itu benar-benar berdampak.

Buat saya, Kebahagiaan utama dari pendakian itu bukanlah tiba di puncak gunung  semata,  tetapi justru menikmati proses yang berlangsung selama pendakian. Bukan perihal menaklukkan puncak, tetapi lebih pada menakluk ego diri sendiri.

Apakah saya tertarik untuk mendaki gunung kembali dilain waktu?. YESS!!!.


Kamis, 09 Januari 2025

PESONA SUSUR SUNGAI WIRALAGA MESUJI

 

bahagia menikmati wisata susur sungai Wiralaga Mesuji.


Salah satu hal yang buat bahagia menjalani profesi Master of Ceremony itu adalah ketika mendapat pekerjaan memandu acara di luar kota. Selain menjalani tugas sudah tentu punya waktu untuk tandang langsung ke destinasi wisata yang letaknya tak jauh dari lokasi acara.

Maka rasa bahagia itu juga terjadi ketika mendapat tugas memandu acara Peringatan Hari Ibu di kabupaten Mesuji. Meski jarak ke kabupaten Mesuji terbilang jauh dari kota Bandar Lampung tapi setidaknya mendapatkan kesempatan tandang langsung menjadi pengalaman baru yang tentu berharga ketimbang sekedar dapat info dari orang lain.

 

Maka jadilah di siang yang cerah itu, saya bersama rekan, Rasyid  bergegas mengemudi menuju Mesuji dari pusat kabupaten Tulang Bawang Barat. Sebelumnya, saya juga bertugas memandu acara Peringatan Hari Ibu di kabupaten Tulang Bawang Barat. Maka jarak dari Tulang Bawang Barat ke Mesuji tidaklah terlampau jauh. Tinggal mengakses TOL semua jadi lancar. Sebenarnya, saya bersama 3 rekan sebelumnya, tetapi 2 rekan saya, Athar dan Reza kembali ke Bandar Lampung dulu untuk menjalani UTS offline di kampus mereka masing-masing sebelum nantinya akan kembali bergabung dengan kami di Mesuji (nasib anak kuliahan, hehehe).

 

TANAH GAMBUT, JALAN JELEKNYA  GABUT.

 

Lepas waktu Dzuhur, saya dan Rasyid tiba di rumah dinas penjabat Bupati Mesuji. Setelah beberapa menit sebelumnya di kawal Tim Patwal dari gerbang tol Mesuji hingga ke letak rumah dinas penjabat Bupati Mesuji. Istri penjabat Bupati Mesuji – mba Elis, begitu saya akrab menyapa beliau perkenankan kami bermalam di rumah dinas. Kami dipersilakan menikmati santap siang yang telah terhidang. Lauk pauk makan siang yang lengkap dan lezat buat saya dan Rasyid tak berfikir lama. Ayam goring Kampung, Ikan Bakar dan Udang Goreng langsung tersantap.  Usai menikmati hidangan siang nan lezat saya dan Rasyid di ajak oleh mba Elis tandang langsung ke sungai Wiralaga – sebuah destinasi wisata sungai andalan di kabupaten Mesuji.

 

Saya dan Rasyid menumpang pada kendaraan dinas terpisah dari mba Elis dan rekan. Beruntungnya cuaca siang itu tidak begitu terik. “Padahal dua hari sebelumnya hujan terus tiap siang ke sore...” ujar driver pada kami.  Sepanjang jalan menuju letak sungai Wiralaga, mata saya memperhatikan secara lekat setiap hal yang saya temui di sepanjang jalan yang kami lalui. Bentangan kawasan perkebunan dan lahan gambut bersanding dengan barisan hunian masyarakat setempat.  Bisa jadi karena kontur tanah gambut dan lembab itulah yang menyebabkan kondisi jalan yang semula di bangun kokoh permanen dengan mudah dapat rusak kembali. Sepertinya perlu strategi dan teknik khusus dalam perencanaan dan pembangunan jalan di kabupaten Mesuji.

 

Wujud Buah Nipah dalam 1 tandan.


SEJARAH WIRALAGA YANG ISTIMEWA.

 

Setelah melalui beragam kondisi jalan termasuk melewati komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten Mesuji, kami tiba di dermaga wisata sungai Wiralaga. Sebenarnya, sejak awal masuk pada bagian depan perkampungan Wiralaga mata saya disuguhkan beragam aktivitas masyakarat nan khas. Wiralaga sendiri termasuk kampung tertua di kabupaten Mesuji. Dalam catatan sejarah, Wiralaga telah menjadi perkampungan sejak 1865 dan telah menjadi bagian dari perkembangan provinsi Lampung. Sebagai sebuah kabupaten di provinsi Lampung yang bertetanga dengan kawasan provinsi Sumatera Selatan, sebagian sungai yang melintasi Mesuji juga melintasi bagian dari provinsi Sumatera Selatan. Mesuji berada di pinggir sungai-sungai besar bersama 8 kampung tua lainnya. Diantaranya kampung Sungai Sidang, Sungai Cambai, Sungai Badak, Nipah Kuning, Sri Tanjung, Keagungan Dalam, Talang Batu dan Labuhan Batin.

 

Mobil yang kami tumpangi berhenti persis di pinggir sebuah jembatan kokoh yang dekat dengan hunian warga. Begitu saya turun, terlihat jelas aktivitas warga pinggir sungai termasuk kegiatan harian khas masyarakat lokal. Mulai dari jual beli hingga kegiatan mencuci yang semuanya mengandalkan air pada aliran sungai. Saat itu, saya tak hanya bersama istri penjabat Bupati Mesuji saja.  Turut serta pula mba Els Warow, sosok selebgram dan influencer provinsi Lampung yang juga merupakan ASN pada Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata kabupaten Mesuji. Maka tak heran jika baru tiba, semangat  perkontenan begitu terasa, hahaha.  Turut pula membersamai jajaran ASN Dinas Pemuda, Olah Raga dan Pariwisata kabupaten Mesuji. Maka usai urusan perkontenan singkat itu, kami semua bergegas menempati dua kapal kayu bermesin diesel dengan ukuran cukup besar yang telah menunggu di bibir sungai.


 

Serunya sore di bentangan sungai luar Wiralaga bersama mba Elis.



PESONA SUNGAI DALAM DAN BENTANGAN SUNGAI LUAR

 

Kapal yang membawa serta saya, mba Elis, Rasyid, Els Warow dan Mba Tika beriringan dengan kapal yang di tumpangi oleh rekan-rekan Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata kabupaten Mesuji. Rute yang kami tempuh terlebih dahulu adalah sungai bagian dalam – begitu masyarakat lokal menyebutnya. Aliran sungai Kaboeng adalah nama awal dari sungai Wiralaga. Sungai Wiralaga sendiri terbagi menjadi dua bagian. Bagian dalam yang berisikan ragam tumbuhan rimbun pada sisi kiri dan kanan badan sungai lalu ada pula bagian luar yang merupakan bentangan luas dengan panjang sungai mencapai 220 km dan luas daerah aliran sungai mencapai 2.053 km persegi. Pantas saja, masyarakat Mesuji dapat dengan mudah menyantap sajian ikan dan udang. Tentu bentangan sungai menghasilkan ikan dan udang air tawar yang banyak.

 

Saat menyusuri badan sungai yang di sebut sungai bagian dalam, kami dapat lebih dekat melihat aktivitas warga pada bagian belakang rumah hunian mereka termasuk melihat ragam tumbuhan yang berpadu dengan air sungai yang jernih dan tenang. Saking jernihnya saya dapat melihat dasar sungai yang dipenuhi rerumputan. Selain ragam tumbuhan, saya juga melihat beberapa spot yang di tata sebagai tempat kunjungan yang kini sudah berubah semeraut karena terhempas sungai yang deras dan tentu minim perawatan. Dalam rentang waktu menyusuri sungai bagian dalam, kami juga diperlihatkan buah Nipah yang ternyata bagian dalamnya dapat di makan. Bentuk buah Nipah berwujud gerombolan buah dalam satu tandan. Bagian luarnya berwarna coklat tua mirip bunga kuncup dan bertekstur keras.  Mengangkat satu tandan buah nipah lumayan butuh tenaga. Ketika satu persatu buah dalam tanda di belah terdapat daging buah yang mirip kelapa, berwarna putih bening. Selintas mirip daging buah rambutan. Untuk mengambilnya tinggal dicongkel untuk membuatnya terlepas dari kulit buahnya. 

Sungai Luar dan Sungai Dalam - dalam aktivitas Susur Sungai Wiralaga

 


Puas menyusuri bentangan sungai bagian dalam, kapal yang kami tumpangi beranjak menuju bentangan sungai bagian luar yang jauh lebih luas dengan pemandangan yang lebih luas. Hunian warga yang padat pada sisi kanan dan bentangan tumbuhan penyangga  sungai pada sisi kiri. Sepanjang kapal berlayar, mata saya tak henti mengagumi bentangan sungai yang memukau. Terlihat oleh saya potensi besar dari wujud sungai yang belum termaksimalkan. Kondisi sungai Wiralaga yang menurut saya punya suasana tenang dengan air sungai yang jernih. Jadilah sore yang syahdu bagi kami semua mengabadikan moment. Sangat berharap pula Kepala Daerah kabupaten Mesuji terpilih bersama segenap perangkat darah nantinya mampu mengoptimalkan potensi sungai Wiralaga hingga benar-benar menjadi Wisata Sungai yang potensial. Meski saya tahu ada Festival Sungai yang berlangsung di kabupaten Mesuji dan menjadi jadwal festival daerah unggulan kabupaten Mesuji, itu saja tak cukup. Gelaran tahunan tentu tak ada artinya jika tidak dilakukan maintenance secara berkala. Baiknya, segala komponen Pemerintah Daerah bersama segenap lapisan masyarakat Mesuji bergandengtangan dalam menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan sungai untuk terus lestari, dan memesona. Tak hanya pihak yang penasaran, saya pribadi masih berminat kembali tandang dan eksplorasi lebih lanjut  sungai Wiralaga yang menurut saya Istimewa.


Rabu, 07 Februari 2024

TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS - WISATA ALAM YANG KINI DENGAN KONSEP BARU



Buat kamu yang suka wisata ke Taman Nasional tentu sudah tak asing dengan Taman Nasional Way Kambas. Meski belakangan sempat tutup imbas Covid-19, kini kembali dibuka untuk umum dengan konsep baru.

Saya menyempatkan tandang ke bagian dalam kawasan Taman Nasional Way Kambas yang merupakan bagian dari area Pusat Latihan Gajah (PLG) setelah bertugas memandu acara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) pada 17 Januari 2024 lalu yang berlangsung pada bagian depan dari pintu masuk utama area Taman Nasional Way Kambas.  Dengan capaian luas  125.631.31 hektar, Taman Nasional Way Kambas memiliki beberapa bagian. Selain sebagai tempat wisata alam TNWK juga merupakan kawasan konservasi beberapa satwa langka dan pelestarian alam.

Maka siang itu seusai bertugas memandu acara, saya, Olive – partner ngMC saya dan beberapa rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung mendatangi bagian dalam dari TNWK. Meski sudah beberapa kali berkunjung ke TNWK, saya pribadi tak pernah bosan. Terlebih ingin merasakan konsep baru untuk wisatawan umum yang ingin tandang ke TNWK.

 

 Setelah dibuka kembali pada 20 Desember 2023 lalu, TNWK memiliki konsep baru bagi wisatawan yang ingin berkunjung dan berwisata dalam TNWK. Konsep  baru tersebut lebih pada menjaga kelestarian alam untuk pariwisata berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat sekitar.  Jadi setiap pengunjung yang dating wajib melalui 3 Rest Area yang terdapat pada desa penyangga atau desa yang dekat dengan kawasan TNWK. 3 desa penyangga tersebut adalah Labuhan Ratu 6, Labuhan Ratu 7 dan Labuhan Ratu 9. Jadi seluruh kendaraan pengunjung tidak diperkenankan sampai pada lokasi Pusat Latihan Gajah sebagaimana aturan sebelumnya. Tetapi di taruh pada Rest Area di 3 desa penyangga tersebut. Setiap pengunjung wajib membayar tiket masuk sebesar Rp. 40.000 dengan rincian, Rp.5.000 (harga tiket Weekday) Rp.7.500,- (harga tiket masuk weekend) dan sisanya menjadi pengelolaan koperasi desa dari 3 desa penyangga. Dari harga tiket masuk sebesar Rp. 40.000 tersebut termasuk pula harga parkir kendaraan pengunjung di Rest Area dan biaya pengunjung masuk ke dalam kawasan Pusat Latihan Gajah (PLG) menggunakan kendaraan roda empat terbuka yang disebut warga lokal ; mobil odong odong. Jadi secara harga tiket masuk tidak ada kenaikan hanya saja nilai tiket lebih pada keterlibatan masyarakat sekitar desa penyangga yang di kelola oleh koperasi desa.

 


Melalui konsep baru, berwisata ke TNWK tidak lagi mengetengahkan atraksi gajah tunggang meski pengunjung masih dapat berinteraksi dekat dengan gajah melalui aktivitas  member makan hingga memandikan gajah secara langsung yang tentu saja pengunjung wajib membayar sejumlah biaya untuk paket tambahan tersebut. Seperti halnya rekan-rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung waktu itu yang ingin berpose akrab dengan gajah wajib membayar Rp. 20.000 per orang. Yang tentunya dengan pendampingan pawang gajah demi keamanan dan keselamatan pengunjung. Begitu pula dengan aktivitas memandikan gajah secara langsung pengunjung dikenakan biaya Rp.20.000 per orang untuk dapat berinteraksi akrab memandikan gajah secara langsung.


 


Konsep baru dari wisata ke Taman Nasional Way Kambas ini membuka kesempatan pada masyarakat sekitar untuk membuka peluang usaha berupa paket wisata hingga menyewakan hunian mereka sebagai homestay bagi wisatawan. Mengingat ada banyak potensi wisata alam yang tersedia di sekitar kawasan Way Kambas. Diantaranya wisata susur sungai hingga mengamati hewan hewan khas tropis lainnya. Selain aktivitas masyarakat desa penyangga TNWK yang tak kalah menarik untuk disimak secara langsung.  Maka jika harga tiket Rp.40.000/orang dirasa mahal maka pengunjung perlu memahami konsep wisata ke kawasan Taman Nasional.  Karena sejatinya konsep wisata ke kawasan Taman Nasional tak sama dengan konsep berwisata ke taman rekreasi buatan lainnya tetapi wajib menjadi bagian pelestarian lingkungan dan menjaga ekosistem alam dalam kawasan Taman Nasional.

rekan-rekan Muli Mekhanai Bandar Lampung (IMKOBAL)

OLive - my MC Partner


 

SEJARAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

 

Sejarah Taman Nasional Way Kambas adalah satu dari dua kawasan konservasi yang berbentuk taman nasional di Propinsi Lampung selain Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999, kawasan TNWK mempunyai luas lebih kurang 125,631.31 ha.

Secara gaeografis Taman Nasional Way Kambas terletak antara 40°37’ – 50°16’ Lintang Selatan dan antara 105°33’ – 105°54’ Bujur Timur. Berada di bagian tenggara Pulau Sumatera di wilayah Propinsi Lampung. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas dan Cabang disisihkan sebagai daerah hutan lindung, bersama-sama dengan beberapa daerah hutan yang tergabung didalamnya.

Berdasarkan sejarah Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936 oleh Resident Lampung, Mr. Rookmaker, dan disusul dengan Surat Keputusan Gubernur Belanda tanggal 26 Januari 1937 Stbl 1937 Nomor 38.
Pada tahun 1978 Suaka Margasatwa Way Kambas diubah menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) oleh Menteri Pertanian dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978 dan dikelola oleh Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam (SBKPA).

Kawasan Pelestarian Alam diubah menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) yang dikelola oleh SBKSDA dengan luas 130,000 ha. Pada tahun 1985 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985 tanggal 12 Oktober 1985. Pada tanggal 1 April 1989 bertepatan dengan Pekan Konservasi Nasional di Kaliurang Yogyakarta, dideklarasikan sebagai Kawasan Taman Nasional Way Kambas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-II/1989 tanggal 1 April 1989 dengan luas 130,000 ha.

Kemudian pada tahun 1991 atas dasar Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 dinyatakan sebagai Taman Nasional Way Kambas, dimana pengelolaannya oleh Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas yang bertanggungjawab langsung kepada Balai Konsevasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang. Dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 dimana Sub Balai Konsevasi Sumber Daya Alam Way Kambas dinyatakan sebagai Balai Taman Nasional Way Kambas.

Sejarah Alasan ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan pelestarian alam, adalah untuk melindungi kawasan yang kaya akan berbagai satwa liar, diantaranya adalah tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), enam jenis primata, rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), harimau Sumatera (Panthera tigris), beruang madu. Badak Sumatera pada saat itu belum ditemukan sehingga bukan sebagai salah satu pertimbangan yang dipergunakan sebagai dasar penetapannya.
Namun demikian, setelah ditetapkannya sebagai kawasan suaka margasatwa hampir selama dua puluh tahun, terutama pada periode 1968 – 1974, kawasan ini mengalami kerusakan habitat cukup berat, yaitu ketika kawasan ini dibuka untuk Hak Pengusahaan Hutan, kawasan ini beserta segala isinya termasuk satwa, banyak mengalami kerusakan.
Dari jenis satwa tersebut, sampai dengan saat ini keberadaannya masih terjaga dengan baik, antara lain yang dikenal dengan The Big Five mammals yaitu tapir (Tapirus indicus), gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus), harimau Sumatera (Panthera tigris), badak Sumatera (Diserohinus sumatranus) dan beruang madu (Helarctos malayanus).


Wisatawan bisa interaksi sedekat ini dengan Gajah Gajah di Way Kambas.


Scroll To Top