Saya
sering berencana mendaki gunung. Seingat
saya dalam setiap obrolan bareng temen-temen traveling selalu terucap
rencana buat trekking ke puncak gunung. Mulai dari keinginan ke Prau meski pernah
sampai ke Dieng hingga ingin taklukkan Semeru gegara film 5cm dan pengen ke Rinjani meski cuma sampai di
Sembalun. Namanya juga obrolan rencana.
Sampai akhirnya obrolan receh di kedai kopi justru tak lagi sekedar wacana.
Tapi benar terjadi.!!
Sabtu,
31 Mei 2025, Saya dan rekan-rekan ; Jerry, Lucky, Azizil dan Reza sampai di desa
Sumur Kumbang. Jalur yang paling banyak dilalui pendaki pada umumnya. Meski menurut
informasi ada beberapa akses yang juga kerap digunakan pendaki menuju puncak Gunung Rajabasa, diantaranya melalui
rute desa Kecapi, desa Sukaraja Pesisir dan desa Way Kalam Penengahan. Saya juga sempat tanya-tanya soal rute trekking ke Farhan Pankey yang pernah tandang ke
Gunung Rajabasa. Berbekal arahan dan
keyakinan serta sedikit banyak lihat ulasan beberapa kawan yang pernah ke
puncak Gunung Rajabasa itulah menguatkan keinginan saya dan rekan-rekan untuk
melakukan pendakian. Let’s Go!!!
![]() |
Photo bersama di depan rumah warga tempat kami menitipkan kendaraan sebelum Trekking |
PERSIAPAN DAN INSIDEN DIAWAL
PENDAKIAN
Beberapa
jam sebelum pendakian dimulai, saya dan rekan-rekan sempat makan siang nasi
padang di kota Kalianda sembari bungkus nasi dan lauk pauk matang untuk bekal saat
bermalam di gunung. Bahkan Lucky dan Jerry sempat singgah di warung membeli beberapa
jenis makanan ringan dan mie instan. Setidaknya saya dan rekan-rekan punya
persediaan logistik yang lumayan selama melakoni pendakian. Maka setelah
menitipkan kendaraan dekat dengan bangunan Sekolah Dasar di desa Sumur Kumbang
kami langsung melangkah menuju letak dimulainya rute pendakian. Rute pendakian
bermula dari jalan perkampungan hingga
letak Teropong Kota – spot bersantai yang pernah hits pada masanya. Sekarangpun
masih oke meski kondisi nampak usang dan lebih terlihat sebagai tempat
penitipan kendaraan bagi para pendaki yang hendak ke puncak gunung Rajabasa. Semangat yang kami punya pun tak main-main. Meski
pendakian ke puncak gunung Rajabasa terbilang perdana bagi kami, tapi kami yakin
untuk mengikuti rute yang menurut informasi termasuk mudah karena tersedia
penunjuk arah. Maka tidak pula kami meminta bantuan pemandu atau warga lokal.
Hanya bermodal yakin dan pasti bertemu sesama pendaki dalam perjalanan. Tapi
insiden tak dapat terelak. Saat berada dekat spot Teropong Kota, Reza memulai
cerita perjalanan dengan muntahan yang sempat buat saya tak mau melihat ke arah
Reza. Kami sepakat berhenti sejenak dan memberi waktu pada Reza untuk jeda dan meminum TolakAngin. Setelah dirasa
membaik, Reza akhirnya dapat meneruskan perjalanan. Tapi insiden berlanjut. Tak berselang lama,
Saya merasakan serangan hebat pada perut yang membuat saya harus merebahkan
badan. Saya meminta waktu untuk berbaring di tanah menenangkan perut yang
terasa mual meski tidak muntah seperti Reza.
Rasanya langit berputar-putar. Sepertinya hidangan makan siang berupa gulai
tunjang dan sambal yang pedas tidak begitu diterima dengan baik di perut saya.
Sementara kondisi badan yang telah dipaksa berjalan menanjak sejak dari rumah
warga tanpa ada peregangan otot terlebih dahulu. Badan saya kaget. Sekujur
tubuh seolah bertanya pada saya ; ‘kami disuruh apa ini pak Indra?’, secara badan ini tak pernah trekking
sebelumnya. Juga tak pernah ada olah raga yang mengarah akan digunakan untuk
berjalan kaki menanjak.
Sepertinya
badan saya tergeletak di tanah tergolong lama. Hingga mata saya dapat menangkap
ekspresi wajah rekan-rekan yang menunggu kondisi badan saya lebih
baik. Dengan segala kesadaran diri saya memohon maaf pada rekan-rekan hingga
membuat mereka menunggu saya tersadar dan kembali mampu berjalan. “Kak Indra
sanggup?” tanya Lucky memastikan. Saya memberi kode oke. Badan memang merasa
gentar dalam puluhan meter jalan menanjak. Tapi jiwa raga saya seribu persen
ingin menaklukkan sesuatu yang tidak mungkin buat diri ini. Tak ada pilihan lain. Badan sudah sampai
di permulaan, maka wajib saya selesaikan segalanya sampai akhir. Bismillah.
![]() |
photo bareng Broh Delta, jumpa di perjalanan Trekking. |
![]() |
Surprised!!, ketemu ShaqiLa di POS 1 yang baru selesai sampai Puncak. |
PERJALANAN DAN PERTEMANAN.
Perlahan
kami bergerak. Pukul 1 siang kala itu. Sesekali saya pandangi wajah rekan-rekan yang tetap memupuk
semangat meski kadang perlu jeda sesaat untuk menarik nafas yang terengah-engah
dan fikiran yang entah sedang berpendar kemana. Buat saya, tak ada pilihan lain
selain menikmati segala yang saya dapati dalam perjalanan. Sesekali saya merekam moment melalui tatapan mata, karena ponsel
banyak saya taruh dalam ransel. Tujuannya hemat daya. Tak ada pilihan lain, selain
menikmati perjalanan. Mulai dari kontur
jalan, tumbuhan sepanjang perjalanan, hewan yang ditemui dalam perjalanan, menatap
dekat tanaman perkebunan, mengurai waktu dengan obrolan receh yang bisa jadi
bahan tertawa bersama sebagai upaya menguatkan langkah kaki. Seolah hiburan
istimewa meski tulang kaki berteriak. Untungnya, kawan-kawan saya yang
masih muda belia tidak keberatan bila saya meminta istirahat jika dirasa lelah
tak terelakan. “Kalau capek, kita istirahat bentar. Jangan dipaksa. Gak perlu
sungkan bilang yaa…” Jerry mengingatkan seolah menjadi pemimpin regu buat kami.
Untuk urusan stamina, Jerry memang paling bisa diandalkan. Diantara saya dan
kawan Trekking, Jerry memposisikan dirinya di bagian depan dan saya yang selalu
menginstruksikan meminta istirahat. Sesekali saya lihat wajah Jerry yang
sepertinya terganggu. Jerry ingin lekas bergegas, saya sebentar-bentar minta
istirahat. “Maaf ya Jerr …” ujar saya setiap kali meminta jeda istirahat. “Aman
kak..” ucap Jerry meski saya tahu itu hanya ia ucapkan pada saya. Karena ada saatnya Jerry berucap “Arghh, Payah!!” bila Lucky atau Reza yang minta istirahat, hahaha!.
![]() |
meski nafas ngosNgosan, Lucky tetap pose!!. |
![]() |
mengabadikan kebersamaan dalam perjalanan. |
![]() |
beberapa jenis Kontur jalan Menanjak yang tergolong terjal. |
Bila
Jerry selalu berada dibarisan depan seolah bertindak sebagai pemimpin regu, Lucky
kadang ditangah, kadang ada dibelakang. Tapi Lucky paling juara untuk buat
suasana terasa bahagia. Kadang kami tak sadar sudah melangkah jauh hanya karena kelakar Lucky yang menghidupkan
suasana. Meski begitu, Lucky juga sosok yang kadang memancing perdebatan dalam
obrolan bersama Reza. Meski kami tahu perdebatan itu adalah cara Lucky
berkelakar dengan cara yang lebih dewasa. Untungnya, Reza tak pernah ambil
pusing dengan becandaan Lucky. Sebagai orang yang tergolong sering bersama
saya, karena Reza selalu bantu record
pekerjaan manggung saya, maka Reza sudah hafal betul watak Lucky maupun
rekan-rekan IMPRO lainnya.
Diantara
kami, Azizil jadi personal yang tergolong sedikit berucap. Selain Azizil
anggota baru dalam IMPRO, Trekking ini adalah Trip perdana yang ia lakoni
bersama saya dan kawan-kawan. Saya memang kerap mengajak beberapa anggota IMPRO
melakoni perjalanan. Bahkan tak jarang saya mengemas pekerjaan dalam posisi
tugas trip ke beberapa kabupaten/kota di provinsi Lampung. Karena bagi saya
sifat asli seseorang itu akan terlihat ketika ia melakoni perjalanan dalam
kelompok. Kemampuan seseorang beradaptasi pada lingkungan dan karakter baru
akan sangat teruji saat traveling. Terlebih Traveling tersebut jauh dari kata
mewah. Maka, naik gunung kali ini tentu dapat menjadi penguji sejauh mana
tangguhnya personal seseorang termasuk kemampuan membawa diri dan menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkungan yang jauh dari kata ‘mewah’.
![]() |
Kontur Pendakian dari POS 2 ke POS 3 |
SENSASI MALAM MINGGU DI HUTAN GELAP.
Ratusan
langkah telah terlaksana sejak dimulai dari desa Sumur Kumbang. Menuju Pos 1
adalah ujian awal yang ternyata memberi ujian lanjutan menuju POS 2.
Saya sempat jumpa beberapa rekan
dalam perjalanan trekking termasuk bertemu Shaqila – Miss Indonesia Lampung
2022 di POS 1. Pertemuan demi pertemuan tersebut
seolah menjadi suntikan semangat untuk bergegas sampai puncak.
Beruntung
cuaca cerah. Semburat matahari terbenam
begitu indah. Terlihat dari puncak, bagian
bawah yang menjadi begitu indah terhampar mewah berlapis warna orange yang memanjakan mata. Saya sempat
haru melihat hamparan dataran rendah dari puncak seolah penanda langkah telah membawa jauh ke bagian lebih tinggi dari
dataran yang dihuni warga. Samakin menyemangati diri untuk terus menguatkan langkah
kaki.
Cuaca
cerah beranjak berubah. Matahari perlahan terbenam. Menyisakan cahaya seadanya.
Kami pun terus menguatkan langkah menuju POS 2 yang ternyata memiliki kontur yang
lebih terjal. Tak ada lagi bentangan kebun warga seperti pada POS 1. Menuju POS
2. Segalanya berwujud hutan tropis. Tanah
lembab bebatuan, berhias akar pohon dan beberapa patahan kayu yang menghadang
jalan. Kami pun berhati-hati karena
cuaca semakin gelap. Hembusan angin mulai menusuk. Datang dengan kencang dan
begitu dingin hingga ke tulang. Sesekali saya membuka mulut untuk menghirup
angin yang datang dengan aroma hutan tropis nan khas. Semacam cara saya
menghibur diri dengan tarikan nafas lega dengan hembusan angin nan sejuk. Jelang
malam, cuaca semakin pekat. Seketika butiran air berjatuhan mengenai tubuh. Bukan air hujan,
tapi percikan angin yang begitu kencang. Uniknya, tak satu pun dari kami yang terfikir
untuk membawa alat penerangan. Maka hanya
cahaya dari ponsel yang dapat diandalkan. Sesekali diantara kami bergantian
menyalakan senter ponsel karena kami menghemat daya ponsel supaya bisa
digunakan untuk mengabadikan momen ketika sampai puncak. Dalam kegelapan, sesekali kami mengatur jeda. Menarik
nafas untuk melanjutkan langkah di kontur jalan yang makin menantang. Jalur
pendakian lembab. Patahan kayu besar melintang menghalangi langkah. Beberapa
rambu jalan tak lagi terlihat. Di beberapa titik, Jerry sempat berhenti melihat
google map untuk memastikan arah
langkah kami tak salah. Kondisi hutan semakin gelap. Kontur jalan bersebelahan dengan jurang dan
pepohonan rimbun menutupi bentuk langit. Tak ada cahaya sedikitpun selain
senter ponsel. Angin menyapa semakin
kencang. Pepohonan bergetar rapat seolah
tengah mencipta irama orkestra yang menggema. “Sampai POS 2 kita bangun tenda.”
usul Jerry. Kami pun mengagguk. Saya sendiri tak lagi peduli soal jarak. Tak
penting bagi saya seberapa lama lagi sampai puncak. Yang ada dalam fikiran saya
adalah keselamatan saya dan rekan-rekan adalah hal utama. Bertemu malam dalam
perjalanan di tengah hutan benar-benar tak ada dalam persiapan saya dan
rekan-rekan.
Dengan
usaha dan kesungguhan jiwa kami akhirnya tiba di POS 2. Pukul 19.15 saat itu. Telah berdiri 1 tenda
yang ternyata di huni 2 gadis remaja.
“Berani
banget cewek-cewek ini!” bisik saya kearah Reza begitu tahu isi tenda tersebut.
“Kita juga berani, malam minggu di tengah
hutan gelap begini..” sahut Reza yang buat saya tertawa. Yes!!, kami bermalam minggu di tengah hutan
dalam perjalanan menuju puncak gunung Rajabasa.
“Pernah
Kebayang gak Kak, kalau suatu hari bakal malam mingguan di tengah hutan gelap begini?”
tanya Lucky memecah keheningan suasana. Serentak
kami terbahak. Menertawai kelakuan nekat kami.
Malam
itu, dalam gelap, Jerry, Lucky dan Azizil bersama-sama mendirikan tenda. Saya yang
tak paham soal mendirikan tenda memilih mengajak Reza menjirang air, menyiapkan
makanan yang kami bawa sejak siang. Tenda
dan segala perlengkapan yang kami sewa dari RangRang Outdoor secara mendadak pun sangat membantu. Setidaknya
kami dapat menikmati kebersamaan dengan memanaskan air, menyeduh kopi dari Binjay Coffee – brand Kopi milik
keluarga Jerry. Cuaca dingin menjadi hangat dengan obrolan beragam tema. Makin
malam tema obrolan semakin dalam. Tema-tema yang rasanya tak akan tersampaikan
bila di kedai kopi.
Usai
makan malam seadanya. Beralas kertas makan yang dibentang di tanah. Suasana hutan
berhias suara binatang malam yang bersautan macam musik pengiring yang syahdu. Inginnya
menikmati sepanjang malam dengan obrolan, tetapi kami sadar bahwa trekking
menuju puncak adalah tujuan utama. Maka kami semua memutuskan masuk ke tenda
yang telah didirikan secara bersama-sama oleh Jerry, Lucky dan Azizil. Satu tenda buat Jerry dan Lucky, tenda satunya
di isi oleh Saya, Reza dan Azizil. Meski
kontur tanah tak rata cukuplah menjadi sarana merebahkan badan, istirahat
sejenak dari usaha ribuan langkah sembari meninggikan doa untuk kekuatan dan
kesehatan di esok hari.
![]() |
Foto saya saat Pagi dan Foto malam mendirikan Tenda yang kami Sewa di RangRang Outdoor |
![]() |
Kondisi Syahdu dalam perjalanan dari POS 3 hingga ke POS 5 |
MAKNA BAHAGIA TIBA DI PUNCAK
Suara
anjing hutan membangunkan tidur. Tapi jauh lebih menakutkan alarm suara Mimi Peri
dari ponsel Reza yang telah bersahutan sejak pukul 5 pagi. Jadilah awal hari yang penuh kelakar. Meski badan masih ingin rebahan tapi fikiran ingat
akan tujuan utama berdiri di pincak gunung Rajabasa. Maka bergegaslah kami
mengemas barang bawaan seperlunya untuk modal ke puncak. Sementara beberapa
barang kotor dan perlengkapan lain kami taruh dalam tenda di POS 2. Sebagai
informasi yang kami dapat dari para pendaki yang kami temui di rute perjalanan
bahwa jarak dari POS 2 ke POS 3 lalu POS 4 hingga POS 5 tergolong berdekatan dan tidak seterjal rute
awal POS 1 ke POS 2. Meski untuk menyelesaikan usaha dari POS2 ke Puncak masih
membutuhkan waktu lebih kurang 2,5 jam lagi. Kontur
jalan yang kami lalui pun terus menanjak. Akar pepohonan berhias disepanjang perjalanan.
Menariknya gagahnya pepohonan dengan ranting menjalar menjadi dramatis dengan
kabut yang mendekap seluruh kawasan hutan. Macam berada di negeri dongeng. Mengagumkan.
Lebih
mengagumkan lagi prediksi para pendaki benar. Jarak dari POS 2 ke POS 3 tidak
terlampau jauh meski kontur tanah terus menanjak. Begitupun Jarak dari POS 3 ke
POS 4 yang semakin menarik karena jenis pepohonannya tegak lurus seperti
prajurit istana yang sedang berbaris rapih. Lanjut menuju POS 5, kami mendapati
Jenis Kera Putih berukuran besar yang sedang bersantai di bawah pohon dekat
rute jalan yang kami lalui. Perlahan saya abadikan melalui ponsel. Untung
tergolong jinak dan tidak menyerang.
Dari POS 5 menuju Puncak mata semakin dibuat kagum dengan hamparan indah
yang tersaji jelas dari ketinggian. Lanskap laut dan pantai berpadu indah dengan luasnya tanah, pepohonan dan bangunan warga. …”Arrggghhhh!!! Bentar Lagi Puncak!!!”...
Teriak saya yang di sambut dengan lolongan suara anjing yang ternyata mengikuti
langkah kami sedari POS 2.
![]() |
Jenis Monyet yang kami jumpai dalam perjalanan dan Anjing yang menemani perjalanan kami dari POS 2 ke Puncak hingga kembali lagi ke bawah bersama kami. |
![]() |
Melantai menikmati hamparan indah dari Puncak. Anjing pun turut duduk dekat kami. |
![]() |
Menikmati Puncak, Menikmati Usaha. |
![]() |
Apresiasi untuk Diri Sendiri. |
Dari
posisi kami berdiri bumi terlihat utuh. Pesona puncak yang memanjakan mata. Indahnya tak terbantah. Tak berlebih kiranya
bila saya menangis haru sekaligus bangga.
Bangga
akan usaha diri sendiri yang berhasil mengalahkan keraguan dan segala cerita
ketidakmungkinan. Di usia saat ini saya masih bisa melangkah menuju ketinggian 1281 mdpl. Hanya bermodal
semangat, percaya pada kemampuan diri sendiri dan tentu di izinkan sang Penciptalah
semua ini terwujud. Sebuah pencapaian
diri yang patut saya apresiasi.
Terkhusus restu istri dan keluhan radang sendi di badan ini yang
ternyata bersahabat selama pendakian. Terima Kasih Badan ku!!!. Menciptakan sugesti positif itu benar-benar berdampak.
Buat saya, Kebahagiaan utama dari pendakian itu bukanlah tiba di puncak gunung semata, tetapi justru menikmati proses yang berlangsung selama pendakian. Bukan perihal menaklukkan puncak, tetapi lebih pada menakluk ego diri sendiri.
Apakah
saya tertarik untuk mendaki gunung kembali dilain waktu?. YESS!!!.