Gelagatnya terlihat bingung saat saya
mendekat. Ada senyum cangung diwajahnya. Tubuh pria renta itu mempersilakan
saya duduk di bale kayu tepat di hadapan rumahnya. “maaf mengganggu paginya,
pak …” ucap saya berbasa-basi. “tak apa” jawab si bapak singkat. Di bagian
samping dari bangunan rumah kayu nampak seorang ibu sedang bersiap mengolah
masakan. Kayu bakar tertata apik disamping rumah. Bagai persediaan wajib dalam
semusim.
Gapura Desa Adat - Dasan Gelumpang |
Suasana pagi masih lengang. Udara sejuk
menyapa. Bisa jadi berasal dari puncak gunung Rinjani yang nampak gagah
dikejauhan dan bentangan pantai utara Nusa Tenggara Barat. Mata saya tak henti
menatap bangunan rumah kayu satu persatu. Atap jerami menjadi penanda
bangunan rumah. Meski beberapa diantaranya beratap seng dengan bangunan bata
permanen. Saya berada di Desa Dasan Gelumpang pagi itu. Berkenaan terlibatnya
saya dalam Kelas Inspirasi Lombok ke 5 dengan tema ; Jelajah Budaya. Itulah
sebabnya, semua aktivitas Kelas Inspirasi Lombok ke 5 berdekatan dengan
kampung adat. Agar para peserta yang terlibat mengenal adat istiadat dan budaya
yang ada di Lombok Utara – Nusa Tenggara Barat.
komplek desa adat Dasan Gelumpang dan wujud pantai Utara dikejauhan |
Sebenarnya,
terdapat beberapa desa adat dalam kecamatan Bayan – Lombok Utara. Bahkan di
dalam kecamatan Bayan terdapat desa adat dengan bangunan masjid tertua
peninggalan tokoh muslim dalam penyebaran agama islam dimasa lampau.
Beruntung saya mendapat penempatan Kelas Inspirasi di desa Akar Akar yang
jaraknya 4 kilometer dari letak kecamatan Bayan. Bangunan sekolah yang
letaknya persis didepan desa adat Dasan Gelumpang itulah tempat pelaksanaan
Kelas Inspirasi ke 5 di Lombok Utara.
Sebagai
bagian dari desa adat, masyarakat Dasan Gelumpang masih memegang teguh
prinsip kehidupan dan nilai nilai adat istiadat mereka. Terlihat dari bentuk
rumah kayu dengan atap jerami dan tatanan rumah yang sederhana hingga tata cara
memasak yang masih mengandalkan tungku batu dan kayu bakar. Meski
beberapa rumah terlihat telah modern bahkan memiliki sepeda motor sebagai
kendaraan mereka, tapi nilai nilai adat tetap mereka anut. Seperti tata cara
keagamaan yang masih sakral hingga pengelolaan kebun dan hasil panen.
beberapa hewan ternak dalam desa adat Dasan Gelumpang |
bagian belakang hunian warga Dasan Gelumpang |
Seperti Rumah adat suku Sasak di Lombok,
rumah adat Dasan Gelumpang juga terbuat dari jerami dan berdinding anyaman
bambu (bedek). Beberapa rumah masih berlantai tanah yang konon diberi campuran
kotoran sapi atau kerbau dan abu jerami agar lantai tanah bertekstur keras.
Suatu tata cara warisan dari nenek moyang suku Sasak – Nusa Tenggara Barat.
Bentuk rumah dalam Dasan Gelumpang tidak terlampau besar. Memiliki satu pintu
berukuran sempit dan rendah, dengan pembagian ruangan dalam rumah yang tidak
banyak. Biasanya hanya untuk ruang tidur. Semantara untuk menerima tamu mereka
memanfaatkan rumah panggung (bale) yang merupakan ruang induk.
wujud Gunung Rinjani dikejauhan dari desa adat Dasan Gelumpang |
…”halo..
siapa namanya ?...” sapa saya pada sosok balita yang datang dalam gendongan
gadis remaja. “Imam” sahut si gadis remaja itu. Sosok Ibu yang sedari tadi
sibuk dengan aktivitas paginya mendekat dan mengambil adik kecil dalam
gendongan. Saya pun kembali mengajak bincang pak Suyati – sosok renta yang
kediamannya saya datangi.
Dalam
desa adat Dasan Gelumpang terdapat 50 kepala keluarga. “Semua yang
tinggal dalam desa ini masih satu keturunan”. terang pak Suyati. Itulah mengapa
nama desa adat bernama Dasan Gelumpang, yang bermakna tempat berkumpul. Bahkan
bila menikah pun, warga dalam desa Dasan Gelumpang cenderung akan memilih
kembali menetap di desa ini. “Jadi anggota keluarga tidak jauh. Semua ada
didalam ini.” ujar pak Suyati. Berkebun dan beternak adalah sumber penghasilan
masyarakat desa adat Dasan Gelumpang. Tak heran bila setiap rumah dalam Dasan
Gelumpang terdapat kandang sapi dan kambing. Diluar dari lingkungan Dasan
Gelumpang juga terdapat hunian warga yang merupakan masyarakat umum.
Sebagai
bagian dari desa Akar Akar yang memiliki 19 dusun, Dasan Gelumpang adalah salah
satu kawasan desa adat yang senantiasa menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat
dengan warga lain yang bukan garis keturunan Dasan Gelumpang. Sesuai
dengan motto masyarakat Akar Akar ; GELEQ, BIKUQ, TETU. Yang mengandung makna,
GELEQ berarti ; Rajin Ulet, Giat. Kata BIKUQ berarti ; Waspada, Siap
Tanggap. Dan TETU berarti ; Jujur, dapat dipercaya, amanah.
Photo bersama pak Suyati dan Keluarga nya |
photo icak icak , bareng rekan rekan Kelompok Kelas Inspirasi SD Negeri 5 Akar Akar - photo by Iky |
Sembari
berbincang ringan dengan pak Suyati, sesekali saya menebar pandang
memperhatikan aktivitas beberapa warga dalam lingkungan desa adat Dasan
Gelumpang. Terlihat ibu-ibu menjalankan aktivitas pagi mereka. Anak-anak
bersiap menuju sekolah dan para bapak bapak yang nampak bersiap berangkat ke
kebun atau mengurus sapi dan kambing.
Melihat
langsung kondisi warga dengan mengenal aktivitas mereka, bagai mendapat sisi
lain dari keragaman wajah nusantara. Kesahajaan hidup bersanding dengan
keluhuran adat istiadat adalah warisan tak ternilai yang wajib dijaga sebagai
bagian dari identitas bangsa. Your Culture is Your Identity, adalah slogan yang
selalu saya sebarkan agar semua pihak bangga pada budaya asli bangsa Indonesia.
desanya masih tradisional sekali ya Kak. Apa penduduk desa ini juga membuat tenun khas NTB juga?
BalasHapusdi dalam desa adat Dasan Gelumpang tidak ada aktivitas pembuatan tenun layaknya di desa Sade di Lombok Tengah. rata rata dalam kawasan desa adat Dasan Gelumpang bercocoktanam dan beternak.
HapusRumah yang beratap jerami dan seng terlihat berdampingan... apakah ada perbedaan secara adat kalau dilihat dari perbedaan jenis rumah tersebut mas?
BalasHapusYang atam jerami adalah bentuk rumah adat mereka sedang yang atap seng wujud rumah yang terbilang baru - beberapa diantaranya didirikan menggantikan bangunan lawas yang sudah tak layak huni. Jadi memang ada bangunan rumah yang masih tradisional ada yang sudah termasuk modern
HapusIya, jadi inget rumah sasak Sade yg lantainya juga menggunakan kotoran sapi tapi gk ada bau kotoran sapinya sama sekali.
BalasHapusMereka di sana bisa bahasa Indonesia om? Soalnya kadang kalau ke NTT itu masih banyak daerah yg penduduknya gk bisa bahasa Indonesia :)
Kalo pak Suyati yang aku temui cukup bagus bahasa indonesia nya meski agak terbata. Bisa jadi gak terlalu lancar. saat itu aku cuma ketemu pak Suyati ajaa dan keluarga nya. karena masih pagi tak sempat bertemu dan ngobrol dengan orang lain
Hapusdari gambar bang indra nampak tenang sekali di desa ini.
BalasHapus