Saat
ini, bersantai di puncak bukit dengan landskap pemandangan indah adalah pesona
wisata tersendiri. Meski letak perbukitan terbilang jauh dari pusat kota, tetap
saja ada keinginan untuk mendatanginya. Bahkan tak sedikit dari puncak
perbukitan yang menawarkan pemandangan indah tersebut memerlukan pengorbanan
untuk mencapainya. Salah satunya Bukit Mantar – Sumbawa – Nusat Tenggara Barat.
***
Semangat
kami masih menggebu sore itu. Semangat yang telah saya, mba Donna, Bambang dan
Pandu pupuk sejak awal keberangkatan kami dari pusat kota Sumbawa hingga ke Sumbawa
Barat. Setelah perjalanan yang penuh gelak tawa, menikmati jagung Rhe yang
ternyata tak cukup 1!!!. Hingga tandang ke pulau cantik tak berpenghuni – pulau
Kenawa plus nyanyi-nyanyi tak jelas selama pelayaran!. Lengkaplah kisah sejak
pagi hingga sore ala kami, Kuartet Jaya!!.
RUTE MEMIKAT MENUJU PUNCAK
“Pak
Syamsul sudah menunggu kita” ucap Bambang saat kami meninggalkan Pelabuhan Poto
Tano menuju desa Seteluk. Saya pun mengangguk.
Pasrah saja soal rute kunjungan. Manalah saya tahu soal Sumbawa apalagi
lokasi bukit Mantar. Tapi yang saya tahu bukit Mantar pernah jadi lokasi
pengambilan gambar film Serdadu Kumbang. Film produksi tahun 2011 arahan
sutradara Arie Sihasale tersebut menyuguhkan sinematografi yang apik selain
alur cerita dan kekuatan tokoh didalamnya. Saya pun semakin penasaran untuk
mendatangi kawasan desa dan bukit Mantar yang pernah saya saksikan di film
Serdadu Kumbang tersebut.
Kendaraan
yang kami tumpangi harus parkir di rumah pak Syamsul, di desa Seteluk. Bisa
saja membawa sepeda motor kebagian puncak bukit, selagi kemampuan mengemudikan
sepeda motor terbilang piawai. “bawa mobil sampai ke puncak saja saya tak
sanggup, apalagi bawa sepeda motor.” sahut Pandu ketika saya tanyakan
kemampuannya bawa kendaraan ke puncak Bukit Mantar.
Mantar
adalah nama salah satu desa yang berada dalam kecamatan Poto Tano kabupaten
Sumbawa Barat. Terletak di ketinggian 660 mdpl,
menjadikan desa Mantar merupakan kawasan desa yang cukup sulit diakses
karena berada di puncak perbukitan.
Untuk
mengakses puncak bukit Mantar, kami menaruh kendaraan di kediaman pak Syamsul
di desa Seteluk. Kemudian kami naik kendaraan pick up yang disebut warga
‘Renjer’, dengan membayar 40 ribu rupiah perorang. Tapi karena petang beranjak
gelap, kami membayar 50 ribu perorang – kasihan
lho nganter ke puncak gelap gelap, hehehe. Lagi pula kedatangan kami
ditunggui. Bukan cuma diantar terus ditinggal pulang. “ayo, kita segera
berangkat sebelum sore semakin gelap” ajak pak Syamsul.
kabut datang kala menuju puncak Mantar |
Saya,
Bambang dan Pandu berada di bak belakang. Mba Donna duduk bersama sang
pengemudi dibagian depan. Perjalanan pun dimulai dengan melalui beberapa hunian
warga desa. Sebelum kemudian Renjer
yang kami tumpangi menembus kawasan hutan dan belukar dengan rute jalan
menanjak. Yang mengagumkan, adalah kondisi jalan yang sungguh tak biasa. Pantas
saja Pandu bilang tak sanggup bawa kendaraan ke puncak bukit Mantar. Kontur
jalan tanah basah dengan pecahan batu dibeberapa bagian, ditambah beberapa
lubang membuat perjalanan benar-benar menantang. Saya sempat mengabadikan
kondisi jalan di awal perjalanan. Meski kemudian saya putuskan menyimpan kamera
dan ponsel baik baik ketika kondisi jalan tak lagi bersahabat. “ada yang berani
bawa motor dengan jalan begini?” tanya saya pada Bambang dan Pandu yang posisi
duduk mereka telah bergeser akibat guncangan kendaraan. “banyak.” jawab Bambang
singkat. Tentu Bambang malas menanggapi pertanyaan saya. Badan kami bertiga
berpuntal-puntal dalam bak terbuka Renjer.
Sekuat tenaga kami menjaga kondisi badan. Meski berkali-kali kami
menghadapi guncangan kuat akibat badan jalan yang berlubang. Wajarlah bila
berkali-kali pula saya kentut dengan volume besar dan aroma super sedap
mengudara!!. Maafkan saya.
Semakin
menanjak, kontur jalan semakin tak beraturan. “masih lama?” tanya saya pada
Pandu. “masih!!” sahut Bambang ketus. Terlihat wajah Bambang yang tak berminat
menanggapi rentetan pertanyaan saya. “nikmati pemandangan diujung sana!, jangan
nikmati kondisi jalannya!!” teriak Pandu pada saya. Memang,
semakin menanjak rute jalan, semakin jelas terlihat bentangan alam yang indah
lengkap dengan kabut kabut petang yang menutupi sebagian kawasan di kaki bukit.
Tapi sungguh, pesona alam yang nampak dikejauhan sangat kontras dengan kondisi
jalan yang kami lalui. Buat kamu yang ingin ke Mantar, janganlah bawa sepeda
motor kecuali kamu penakluk medan berat layaknya para jawara off road gitu!.
kondisi sebagian besar jalan menuju puncak bukit Mantar |
PANCARAN PESONA DESA MANTAR
Setelah
berjuang menguatkan diri selama 40 menit dengan kontur jalan yang aduhai, kami
tiba di pemukiman warga dibagian puncak bukit. “Selamat datang di desa Mantar!”
ucap Pandu pada saya. Dari bak terbuka mobil pick up, saya melihat jelas aktivitas sore warga kala itu. Wajah
wajah ramah menyambut kedatangan kami. Mobil yang kami tumpangi jadi satu
satunya kendaraan roda empat yang melalui areal pemukiman warga. “tuh, rumah
yang dipakai shooting Serdadu
Kumbang!” ucap Pandu pada saya menunjukkan sebuah rumah panggung kayu bercat
biru yang letaknya di sudut jalan. Saya pun terkagum melihat barisan rumah panggung
terbuat kayu yang tertata rapih dalam kawasan desa Mantar. “kita sampai?” tanya
saya menoleh ke Pandu dan Bambang. “Belum!” sahut Bambang menyambar sangar.
kondisi jalan dalam kawasan desa Mantar |
barisan rumah dalam desa Mantar |
suasana desa Mantar |
Saya
pun menikmati suasana desa dan areal kebun dari bak terbuka si Renjer yang kami tumpangi. Terlihat warga lalu lalang di sepanjang jalan
yang kami lalui. Beberapa diantaranya nampak kembali dari kebun. Beberapa
remaja nampak sedang bersendagurau di beranda rumah panggung. Sajian
menyenangkan mata dalam kesederhanaan sebuah desa.
“kita
sampai!” teriak Pandu yang bergegas turun dari bak Renjer.
Saya
pun ikut bergegas. Mengembalikan kondisi normal bokong seusai puluhan kali
berpindah posisi duduk selama dalam perjalanan.
Pesona
landskap dari puncak bukit Mantar nyata terlihat. Sama dengan gambaran yang
tersaji dalam layar perak Serdadu Kumbang.
Nampaklah seluruh kabupaten Sumbawa Barat dari puncak bukit Mantar.
Termasuk sebagian pulau Lombok yang dikelilingi Lautan. Bahkan dari puncak
Mantar kita dapat melihat gugusan pulau pulau kecil seperti ; Gili Balu, pulau
Paserang, pulau Belang, pulau Kalong hingga pulau Kenawa. Bahkan wujud dari
gunug Rinjani pun terlihat jelas dari puncak bukit Mantar.
view yang menenangkan jiwa |
Titik
pandang dari puncak bukit Mantar terbilang rapih. Ada bagian yang telah di papping block yang biasanya dijadikan areal
Camping Ground. Jika kamu datang dengan membawa peralatan
kemah, dapat mendirikan tenda di pelataran yang telah tertata rapih. Di area
titik pandang juga ada beberapa makam selain sebuah rumah ukuran cukup besar
yang dapat juga dijadikan tempat bermalam bagi para pengunjung yang tak kuat
berkemah. Puncak bukit Mantar juga kerap dijadikan arena paralayang.
Kami
datang terlalu sore kala itu. Meski gugusan pulau dan petak sawah dikejauhan
terlihat jelas diantara gumpalan awan tebal di sekitar bukit Mantar. Hanya ada beberapa pengunjung lain bersama
kami. Tak begitu ramai, jadi bisa mengabadikan landskap tanpa bocor, hehehe. Photo beragam gaya dan cara tentu jadi ulah
kami selanjutnya. Ingin rasanya bermalam
di bukit Mantar tapi kami tidak membawa perlengkapan apapun selain baju
dibadan. Lagi pula, bila kami bermalam, tak ada aktivitas yang dapat kami
lakukan. Sebenarnya, ingin juga melihat kabut berarak ketika pagi beranjak
esok. Tapi apa daya jadwal kegiatan kami begitu padat. Sombong!!.
gaya suka suka. |
Sejujurnya,
ingin eksplorasi banyak hal di desa Mantar. Pingin juga bermalam dirumah warga
desa Mantar lalu menyimak kehidupan keseharian mereka. Merasakan apa yang ada
dalam scene Serdadu Kumbang. Tapi apa
daya. Waktu saya dan rekan rekan tak banyak.
Bisa jadi lain waktu tandang
kembali ke puncak bukit Mantar.
Malam
pun beranjak. Kerlip lampu rumah warga mulai bermunculan. Perlahan aktivitas
warga hilang diantara kabut senja dan gelap malam. Kami pun kembali menyusuri
rute pulang. Bukit Mantar punya pesona dan juga sejarah yang menarik untuk ditandangi
dan saksikan langsung. Meski akses jalan harus diperhatikan. Kiranya pemerintah daerah berkenan
mempercantik akses ke puncak bukit Mantar. Tak hanya berguna untuk kunjungan
wisatawan, tetapi juga menunjang perekonomian masyarakat desa Mantar. Meski akses jalan terbilang jelek, apakah saya
kapok ke puncak bukiat Mantar?. Tentu tidak!. Tapi akan lebih keren jika
jalannya dipercantik.
Noted ;
Untuk informasi seputar akses ke puncak Bukit Mantar,
dapat hubungi pak Syamsul – 081935943889
Yang pertama, ngaku aja lah loe ngabisin 7 jagung Rhe sekali makan, gak usah bilang lebih dari satu
BalasHapusKedua, loe tuh ya, emang urusan kentut gak ada tandingan, lagi offroad tetep aja kentut.
Ketiga, dalam tulisan ini emang nyata banget ya loe sama bembeib tom n jerry beneran. Ngakak gue ngebayangin ekspresi jahil loe disamber muka sangar bembeib
Keempat, hayuklah kita jalan lagi!
WKWWKKWKWKWKW....Yesssss!!! aku abis jagung Rhe 7!!! dalam waktu cepat secepat kilat!!!... trus kalo Kentut yaa gitu deeehhh apalagi kalo suhu dingin abis makan banyak yaaa bawaanya buang angin mulu ...trus ama Bembem yaaa emang suka cela celaan..suka bebodoran...termasuk suka perah perah Susu!!!. SUSU!!!!
Hapusyoklaaahhh Trip lagi.
liat jalanannya seru juga mas.. kalau nyoba nginep di rumah warga mungkin bakal seru lagi ya.. sayang waktu ke sumbawa kemarin saya gak mampir ke mantar...
BalasHapusduh kerennn bang indraaaa.. mau ke sumbawa...
BalasHapusSing sabar ya Mas Bambang hahaha :P
BalasHapusPerjalanan panjang dan melelahkan akhirnya terbayar dengan melihat keindahan pemandangan dr atas bukit Mantar ya :D
Aku juga pernh ke sini bang, medannya emang agak berat ya terutama kalu musim hujan. Penduduknya ramah banget. ketemu yg albino ngak bang?
BalasHapusJalanannya subhanallah ya Om. Kalau dihitung waktu dari SUmbawa Besar ke Mantar berapa lama perjalanannya?
BalasHapusWah..bunda Donna ga ajak2 ke tempat ini..Btw seru juga perjalanannya, sebanding dengan pemandangan bukit Mantarnya..
BalasHapusPernah tahu film Serdadu Kumbang ini karena teman yang dulu pernah bekerja di PTNNT bilang Nobar film ini pas premiere di sana. Ternyata desa Mantar ini toh tempat sutingnya..baru tahu..
BalasHapusmemang rata-rata yang medannya berat, lelah perjalanan terbayar dengan kecantikan tempat yang dituju ya ...
BalasHapusKang Indra teh, halan-halan wae. Udah sampe Sumbawa aja ^_^
BalasHapusMembaca rutenya langsung Dadaku berdebar-debar. Seakan yang di dalam ngomong, Hai itu mengerikan sekali. Tapi kalau melihat pemandangannya mestinya tersebut tidak perlu dihiraukan ya
BalasHapusKeren mantar ini seperti negeri di atas awan. Itu pas adegan lewat jalan becek pake acara teriak2 gak karena ngeri?
BalasHapussyahdu, untuk pemandangan di atas ga kabut tebal, jd keliatan view indahnya.. btw ak liat foto masuk perkampunga, langsung keinget tanggamus :D
BalasHapusAkses jalannya kok ngeri gitu ya. Kalau orang seperti aku ke sini sudah tentu mikir-mikir kalau naik motor dan di depan hhahhahhaha.
BalasHapusPemandangan dari ketinggian syahdu, bikin pengen berlama-lama.
Semoga tempat ini menjadi lebih bagus dan tetap terjaga kebersihannya.
Awalnya saya bacanya mantannn. *duh, ada apa dengan mantan*
BalasHapusDi rute yg kayak gitu kok ya ada yg bawa motor matic ya. Hebat juga itu orang
ngakak baca komen mb Donna, wkwkwk. Tetep ya mas soal kentut itu. Jadi bayangin ikut di renjer. Kayaknya asik diulang sambil nginep di rmh warga yaaa, yuk lah, haha
BalasHapusIndonesiaku, kaya banget akan keindahan alam 😍
BalasHapusSalam kenal 😉