“bosen lho Yah, tiap ke Metro main nya ke
taman melulu…” sahut anak
gadis saat saya tanya keinginannya siang itu.
Saat tak ada jadwal memandu acara
di akhir pekan, saya dan keluarga kerap
menghabiskan waktu di kota Metro. Sejak
bujang pertama menempuh pendidikan di salah satu Pondok Pesantren di kawasan
Punggur – Lampung Tengah. Kota Metro
selalu jadi spot kunjungan saya dan keluarga saat menjenguk bujang pertama.
Lumayan untuk melepas rindu bertemu bujang pertama.
kondisi Bendungan yang tetap terawat |
Memanfaatkan
waktu pertemuan dengan bujang pertama itulah, saya kerap ajak anak-anak dan
istri keliling kota Metro. Selain icip icip kuliner, tandang ke beberapa spot
menarik selalu jadi jadwal kami sepanjang Minggu. Memang taman Merdeka kota
Metro yang letaknya bersebelahan dengan
Masjid Agung Kota Metro merupakan spot public yang paling sering kami kunjungi.
Tapi Minggu lalu, diakhir Maret saya mengajak keluarga berkunjung ke bagian utara
Metro. Tepatnya mendatangi kawasan bendungan Way Raman.
Sesuai
namanya, bendungan Way Raman adalah saluran irigasi atau pengairan ladang dan
persawahan di kota Metro. Beberapa warga kerap menyebutnya dengan nama Dam
Raman. Dam bermakna bendungan dan Raman adalah nama kawasan dari kata Way
Raman. Way dalam bahasa Lampung berarti Air. Dan Raman dalam bahasa Hindi
bermakna Indah. Konon Bendungan Way Raman atau Dam Raman telah ada sejak masa
penjajahan kolonial Belanda, tepatnya pada masa perang dunia II dan telah
berfungsi sebagai sarana utama pengairan untuk areal ladang dan sawah disekitar
lokasi Dam Raman Berada.
TREND KEKINIAN ; SPOT SELFIE WARNA WARNI
HINGGA JEMBATAN BERSEJARAH WARNA WARNI.
Bagi
saya, tandang ke kawasan Dam Raman bukanlah sesuatu yang baru. Beberapa tahun
sebelumnya saya pernah tandang ke kawasan pengarian tersebut hanya saja
dibagian hulu. Sedangkan kawasan Dam Raman yang saya kunjungi bersama keluarga
di hari Minggu kala itu adalah kawasan yang telah menjelma menjadi sarana
wisata umum bagi warga sekitar.
Bentuk
bendungan masih terjaga sesuai fungsinya. Pada bagian hulu terdapat bentangan
air dari bendungan yang menyerupai danau luas dengan pepohonan rindang dan
areal sawah dan ladang yang menambah asri kawasan tersebut. Beberapa sarana
wisata telah tersedia dalam kawasan Dam Raman. Layaknya tempat wisata kekinian,
spot selfie karya cipta sang pengelola menjadi daya tarik tambahan. Meski saya
lebih suka sesuatu yang tak terlalu heboh warna warni. Tapi balik lagi ke
selera yaa, bisa jadi kebanyakan pengunjung kawasan ini senang dengan suasana
yang meriah warna warni. Bilah-bilah
spot photo warna warni dengan hiasan bunga plastik yang juga warna warni. Meriah
dah!. Tambah meriah dengan iringan Musik organ tunggal yang menyuguhkan lagu
dangdut bernuansa remix dan koplo!. Nyatalah suasana hingar bingar!.
sewa kapal untuk berlayar ke bagian hulu sungai. Rp. 25.000/orang |
gelar tikar dan makan siang bersama tepi danau |
Tidak
ada pungutan tiket masuk kedalam kawasan Dam Raman. Hanya saja, pengunjung wajib membayar
sejumlah biaya bila ingin memanfaatkan
fasilitas wisata dalam kawasan Dam Raman. Bahkan untuk photo selfie di amben
berbentuk LOVE, pengunjung pun harus membayar Rp.3.000,-. Letak Dam Raman
berada persis pada jalan menuju kawasan hunian warga Metro Utara dan areal
ladang serta sawah. Jadi bila mengikuti google map menuju Dam Raman, pengunjung
akan mendapati rute jalan seolah sedang menuju persawahan. Sebagai tempat
bersantai, Dam Raman bisa jadi lokasi menarik untuk keluarga. Tak heran bila
terlihat beberapa keluarga datang berbondong lalu menjadikan lokasi Dam Raman
sebagai tempat bersantai menghabiskan akhir pekan mereka. Pasang muda mudi juga
banyak terlihat dikawasan Dam Raman. Secara
khan, pacaran diakhir pekan lhoo....
hhhmmm.
Oleh
karena di salah satu sisi kawasan Dam Raman terlalu ramai plus hingar bingar
musik organ tunggal yang tak jelas arah lagunya kemana. Saya memutuskan
mengajak anak anak dan isti kebagian yang lebih sepi. Tepatnya ke dekat dermaga
perahu. Tersedia bentangan tanah lapang yang bisa dijadikan tempat santai gelar
tikar bareng kaluarga atau buka bekel makanan di pondokan kayu sederhana yang
letaknya diatas kolam pancing. Saya memutuskan menempati pondok kayu sederhana
tersebut. Lebih privacy ketimbang gelar tikar dekat danau,hehehe.
Saya
sempat menawarkan naik perahu pada anak anak. Sayang mereka tak berminat. “panas”
begitu jawab bujang kedua. Tapi anak anak sempat bermain dipinggiran danau
sembari melihat beebrapa pria dewasa yang berhasil mendapat ikan saat
memancing. Ada perahu berbentuk hewan
yang berputar-putar diarea bendungan yang menyerupai bentangan danau tersebut.
Ada pula kapal kayu yang akan membawa pengunjung ke bagian hulu dari aliran sungai.
Nah, usai santap siang dan bersantai sejenak di kawasan Dam Raman, saya dan
keluarga melanjutkan kunjungan ke bagian hulu. Tempat dimana dulu saya pernah
tandang bersama rekan-rekan untuk melihat langsung bentuk irigasi dan jembatan
gantung peninggalan Belanda. Tapi sayang, kawasan jembatan gantung yang dulu
pernah saya abadikan telah berubah wujud dengan jembatan yang warna warni!.
Hilanglah daya tarik sejarah dibalik jebatan tersebut. Memang, kawasan sungai
kini jauh lebih rapih termasuk adanya penataan kawasan parkir dan lahan
kunjungan. Tapi alangkah baiknya bila jembatan yang memiliki nilai sejarah
tersebut tidak di cat warna warni kekinian. Duh!. Kadang pengelola memang suka
sesuatu yang meriah tanpa mengindahkan nilai sejarah.
photo saya beberapa tahun silam di jembatan penuh sejarah - photo by Oom Yopie |
Jembatan yang telah berubah warna warni |
Untuk
rekreasi keluarga, Dam Raman menarik untuk dikunjungi. Terutama yang gemar
photo di spot meriah berwarna-warni.
Anda sedang ingin menikmati bulan madu? gunakan saja Paket Honeymoon Jogja dari Naraharya. Dijamin honeymoon anda di jogja akan menjadi yang tak terlupakan.
BalasHapus